Jakarta: Jaga Pemilu menilai penyelenggaraan
Pemilu 2024 tak jauh berbeda dengan Pemilu 1992 saat Orde Baru masih berkuasa. Artinya, pelaksanaan pemilu di Indonesia jauh dari baik.
"Setelah 30 tahun Indonesia menyelenggarakan pemilu bebas, berbagai kesalahan masih terus terjadi," ungkap Sekretaris Perkumpulan Jaga Pemilu, Luky Djani, saat dikutip dari
Media Indonesia, Minggu, 18 Februari 2024.
Penilaian tersebut disebabkan karena pelanggaran marak terjadi di Pemilu 2024. Luky mengungkap pelanggaran tertinggi yang adalah kesalahan input sirekap yang mencapai 25 persen per H+3 Pemilu 2024.
Selanjutnya kesalahan administrasi tata cara pelayanan pelaksanaan pemungutan suara sebanyak 22 persen. Pelanggaran dilakukan para petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (
KPPS) di lapangan.
“Sejak Orde Baru berakhir, ini adalah pemilu ke-6 yang kita lakukan. Sangat disayangkan bahwa sudah enam kali berturut-turut kita melakukan pemilu, berbagai kecurangan atau kesalahan yang terjadi, termasuk kesalahan administratif seperti dua hal tertinggi tersebut, belum bisa diminimalisir,” ungkap dia
Menurut Luky, kedua pelanggaran itu diperoleh dari pantauan yang Jaga Pemilu lakukan di hampir 7.000 tempat pemungutan suara (
TPS). Pelanggaran dilakukan oleh Penjaga Pemilu yang teregistrasi, maupun dari masyarakat.
Selain salah input Sirekap dan kesalahan administrasi tata cara pemilu, persoalan netralitas penyelenggara, politik uang menjelang pencoblosan serta daftar pemilih tetap masih ditemukan pada pemilu ini.
“Misalnya, ada nama di daftar tapi tidak menerima surat panggilan. Atau sebaliknya, ada anggota keluarga yang sudah wafat tapi menerima surat panggilan,” kata Luky.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((ABK))