Jakarta: Maraknya dugaan penggelembungan suara lewat Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai berdampak pada rendahnya legitimasi masyarakat terhadap hasil
Pilpres 2024. Keraguan atas profesionalisme KPU dalam mengelola data penghitungan suara menyebabkan rendahnya tingkat kepercayaan publik.
"Karena kesalahan penghitungan suara banyak terjadi di pilpres, maka hasil pilpres diragukan," kata Pengajar di Departemen Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Reni Suwarso kepada Media Indonesia, Jumar, 16 Februari 2024.
Ia menilai rendahnya legitimasi dan tingkat kepercayaan akan berdampak panjang. Khususnya, terhadap pemerintah yang akan dibentuk oleh presiden dan wakil presiden terpilih.
"Dari KPU yang tidak profesional akan menjadi rendah legitimasi dan tingkat kepercayaannya," ujarnya.
Reni juga mempertanyakan proses evaluasi
KPU yang telah menyelenggarakan pemilu demokratis selama lima kali sejak Reformasi 1998. Menurut dia, kesalahan teknis seperti yang terjadi pada Sirekap harusnya tidak ada lagi.
"Artinya KPU tidak belajar dari pengalaman atau memang sengaja dibuat salah?" ujarnya.
Ia menyebut KPU dapat memperbaiki hasil penghitungan suara Pemilu 2024 pada Sirekap. Tujuannya, memperlihatkan KPU sebagai lembaga yang transparan dan akuntabel. KPU juga diminta mengakui kesalahan serta meminta maaf ke masyarakat.
"KPU tidak perlu mempercepat perhitungan suara. Karena bila menghitung terburu-buru, malah potensi kesalahan lebih besar lagi," tandas Reni.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengamanatkan KPU untuk menetapkan hasil pemilu secara nasional paling lambat 35 hari setelah pemungutan suara. Artinya, proses rekpitulasi suara
Pemilu 2024 yang dimulai pada Kamis (15/2) dapat berakhir paling lambat 20 Maret 2024.
Namun, peneliti senior bidang politik pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) R Siti Zuhro menilai proses rekapitulasi suara itu lebih baik diselesaikan dengan cepat. "The sooner, the better," kata Siti.
Bagi Siti, jangan sampai KPU memanfaatkan waktu maksimal 35 hari itu untuk membuka ruang kecurangan dalam rekapitulasi suara. Artinya, meski dapat dilakukan lebih cepat, rekapitulasi suara tetap harus dilakukan secara profesional dan berintegritas oleh KPU.
"Harus dilakukan dengan tangkas, tanpa ada tarikan-tarikan yang membuat langkah konkretnya maju mundur," tandas Siti.
Anggota KPU Idham mengatakan pihaknya bakal mengikuti jadwal yang telah ditetapkan dalam melakukan proses rekapitulasi suara Pemilu 2024. Menurutnya, proses rekapitulasi itu dilakukan secara berjenjang mulai dari panitia pemilihan kecamatan (PPK), KPU kabupaten/kota, KPU provinsi, sampai KPU RI.
"Dalam pelaksanaan rekapitulasi tersebut, PPK secara satu per satu membacakan dokumen formulir model C.HASIL yang diambil dari kotak suara tersegel sampai seluruh TPS dalam wilayah kerja semuanya selesai dibacakan dan diinput dalam formulir model C.HASIL beserta lampirannya," papar Idham.
Ia menegaskan, proses rekapitulasi itu disaksikan oleh saksi serta diawasi oleh panitia pengawas kecamatan. Selain itu, pemantau yang terdaftar juga berwenang untuk memantau kegiatan itu.
"Juga disiarkan secara langsung melalui media internet live streaming agar masyarakat dapat mengikuti proses rekapitulasi tersebut," ucap Idham.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((AGA))