Jakarta: Penggiat Literasi Digital & Dewan Pengarah Siberkreasi, Ndoro Kakung, mengatakan ada dua hal yang menjadi pembeda dari
Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Pembeda ini tak terlihat pada pesta demokrasi sebelumnya.
"Tahun ini penggunaan AI (kecerdasan buatan) dalam konten pemilih untuk pertama kalinya sangat masif. Pada pemilu sebelumnya, bahkan AI belum digunakan sebagai alat peraga kampanye," kata Ndoro Kakung melalui keterangan tertulis yang diterima, Sabtu, 10 Februari 2024.
Hal ini membuat atribut kampanye yang diwarnai konten AI menjadi sesuatu yang baru pada kampanye Pemilu 2024. Selain AI, lanjut dia, adalah pemanfaatan yang begitu tinggi para pasangan calon (paslon) atas media sosial TikTok.
"TikTok merupakan platform media sosial dengan fokus pada konten hiburan. Namun, pengguna TikTok memiliki antusiasme tinggi pada topik politik," kata Ndoro Kakung.
Dia mengatakan pesta demokrasi di Indonesia akan menjadi perhelatan terbesar di dunia yang diselenggarakan dalam satu hari. Total, lebih dari 200 juta pemilih di Indonesia dan 1,75 juta pemilih di luar negeri akan menggunakan hal pilihnya. Mulai dari memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR, Anggota DPD, anggota DPRD provinsi, dan anggota DPRD kabupaten/kota.
Pemilu kali ini juga didominasi pemilih muda dengan rentang usia 22 tahun hingga 32 tahun. Terdapat 56 persen pemilih muda dengan total 11 juta pemilih merupakan pemilih pemula.
"Demografi ini juga yang paling aktif menggunakan media sosial, sehingga dapat menjadi sasaran audiens para kandidat," kata dia.
Pernyataan Ndoro Kakung ini dikemukakan saat menjadi pembicara dalam webinar Obral Obrol Literasi Digital bertema Obrolan Netizen Tentang Pemilu di Media Sosial. Webinar yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) ini digelar pada Jumat, 9 Februari 2024.
TikTok gandeng Bawaslu dan KPU
Public Policy and Government Relations TikTok Indonesia, Faris Mufid mengatakan percakapan politik di TikTok amat besar selama Pemilu 2024. Untuk itu, TikTok bekerja sama dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Kerja sama ini kemudian ditindaklanjuti dengan peluncuran Pusat Panduan Pemilu pada aplikasi. Tujuannya, agar pengguna terinfo dengan baik terkait pilihan mereka pada pemilu nanti.
"Agar sebelum memilih, kita tahu nih. Oh, cari tahu nih siapa yang harus dipilih. Kalau misalkan hak pilih kita harus dipastikan dulu nih, kita pilih di mana, kalau terdaftar apa yang harus dilakukan. Hal-hal seperti ini kami juga
encourage pengguna kami,” kata Faris.
Selalu dikaitkan politik
Komika Dian Iyoy mengingatkan tantangan menggunakan media sosial selama masa pemilu. Karena pada masa pemilu, kata dia, apa pun konteks konten yang diunggah hampir dipastikan akan ada unsur politik.
"Sehingga, sering kali penempatan komentar tidak tepat dan menimbulkan konflik. Padahal, perbedaan atau ketidaksepakatan pada sebuah pilihan adalah hal yang wajar," kata dia.
Agar tak terjadi kesalahpahaman, Dian mengimbau pengguna media sosial untuk saling menghargai pendapat atau unggahan orang lain. Dia menekankan prinsip saling menghargai walau beda pilihan harus dijaga.
"Kalau kita menghargai perbedaan pilihan, pemilu akan berjalan damai," kata dia.
Dia juga membagikan tip menyikapi berita hoaks. Menurut dia, konten palsu jangan ditelan mentah-mentah. Apalagi zaman sekarang pengguna sudah dipermudah dengan internet.
"Jadi, tidak ada alasan untuk tidak mencari kebenaran informasi," ujar Dian.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((UWA))