Jakarta: Program '
Desak Anies' di Kabupaten Sleman, Yogyakarta, Rabu, 24 Januari 2024 mencatatkan rekor penanya termuda lewat keberanian siswi kelas 3 SMP yang naik panggung dan bertanya langsung kepada
Anies Baswedan.
"Ini adalah penanya termuda yang pernah datang ke panggung desak Anies. Kamu kelas berapa?" tanya Anies Baswedan.
"Kelas 3 SMP," jawabnya singkat.
Zia pun akhirnya memperkenalkan diri di atas panggung. "Perkenalkan nama saya zia, usia 15 tahun, maaf pak Anies saya aya blom bisa coblos. kalau saya udah 17 atau 18 mungkin saya bisa coblos bapak," kata Zia yang disambut tepuk tangan oleh para audiens.
Ada momen menarik ketika Zia mencoba mengajukan pertanyaan kepada Anies. Berada di atas panggung yang dipenuhi banyak orang membuatnya grogi sehingga Zia sempat terdiam dan bingung untuk melanjutkan kalimatnya.
Merespons hal tersebut Anies pun mengajak audiens untuk memberikan tepuk tangan demi menumbuhkan rasa percaya diri kepada remaja tersebut.
"Tepuk tangan dulu dong. Ini (Zia) keren. Yang mahasiswa aja maju begini belum tentu mic-nya nggak goyang," kata Anies.
Tak hanya itu, Anies juga memuji Zia yang punya keberanian dalam bertanya dan mengutarakan pendapat di usia belia kelas 3 SMP.
"Saya dulu waktu SMP maju ke depan pegang kertas bergetar kertasnya. Ini Zia ke depan tenang pegang mikrofon, ngomong dengan baik," sambung Anies.
Pada akhirnya, Zia pun meneruskan pertanyaannya terkait sistem pendidikan di Indonesia. Ia juga menanyakan pendapat Anies Baswedan terkait dengan kurikulum pendidikan yang ideal demi menumbuhkan potensi masing-masing anak yang berbeda-beda.
"Saya dulu di TK kecil belum bisa membaca. Dipanggil orang tua saya dibilang saya mengidap disleksia. Padahal sekarang saya membaca buku bahasa Inggris, bahasa Indonesia dengan lancar. Bagaimana pendapat pak Anies untuk menangani situasi ini," tanya Zia.
Jawaban Anies Baswedan
Menanggapi pertanyaan itu, Anies pun memberikan jawaban yang cukup komprehensif. Anies sepakat kalau setiap anak tidak bisa disamakan. "Ada anak yang sudah siap belajar ada yang belum dan guru jangan langsung menjudge dan memberikan label kepada setiap anak," ujar Anies.
"Harus disadari anak-anak punya potensi yang berbeda-beda dan tidak boleh diseragamkan justru harus ditumbuhkan karena itu saya sering bilang jangan pernah menggunakan istilah mencetak karena anak-anak tidak untuk dicetak. Jangan mencetak generasi emas, memang pendidikan cetakan, bukan," terangnya.
Istilah yang tepat menurut Anies dalam hal pendidikan adalah 'menumbuhkan'. "Kalau menumbuhkan keunikan yang ada di dalam setiap pribadi akan tumbuh dengan baik. Lalu yang dibutuhkan di sekolah adalah begini, bibit yang baik bisa tumbuh harus ada tanah yang subur, nah tanah yang subur itu adalah sekolah apakah TK, SD, SMP harus menjadi lahan untuk anak itu tumbuh sesuai potensinya."
"Lalu bibit baik, tanah subur, iklimnya harus baik. Yang bikin iklim siapa pemerintah dengan kebijakan-kebijakan yang dibuatnya nah gurunya yang bagian merawat tidak boleh judgement begitu dan mennurut saya di fase pendidikan usia dini tidak boleh anak-anak diharuskan bisa membaca dan menulis. Itu masa bermain, biarkan bermain. Nanti baru masuk SD baru belajar menulis," beber Anies.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((PRI))