Jakarta: Pengamat politik Karyono Wibowo mengungkap hal menarik dalam sesi debat calon wakil presiden (
cawapres) pada Jumat malam, 22 Desember 2023. Yakni ketikan antar kandidat saling melempar pertanyaan yang harus dijawab dan saling menanggapi.
Karyono melihat yang paling banyak mendapatkan sorotan publik pada debat itu ialah cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka. Karyono menilai
Gibran sengaja memberikan pertanyaan jebakan kepada dua rivalnya, cawapres nomor urut 1 Muhaimin Iskandar dan cawapres nomor urut 3 Mahfud MD.
"Dua pertanyaan "jebakan" yang dilontarkan Gibran kepada dua lawannya kemungkinan sudah dirancang melalui kajian dan simulasi untuk menemukan pertanyaan yang sulit dijawab lawan debatnya. Sehingga, diduga pertanyaan jebakan tersebut sengaja untuk menjatuhkan lawan debat di depan umum," kata Pengamat Politik Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo kepada Medcom.id, Sabtu, 23 Desember 2023.
Pertama, Gibran mengajukan pertanyaan jebakan kepada Muhaimin alias Gus Imin tentang SGIE yang sejatinya merupakan singkatan dari
State of the Global Islamic Economy. Karyono menuturkan SGIE ini adalah soal praktik ekonomi syariah di Indonesia yang terus tumbuh di tengah tantangan pemulihan ekonomi nasional. Gus Imin mengakui tidak mengetahui SGIE.
"Soal ekonomi syariah, tentu Muhaimin memahami. Tetapi, saat ditanya soal singkatan SGIE wajar jika tidak tahu, tidak semua paham jika tidak pernah membaca singkatan itu, meskipun mereka profesor sekalipun," ujar Karyono
Apalagi, kata Karyono, Gibran mengucapkan SGIE tidak menggunakan bahasa Inggris. Padahal itu singkatan dari bahasa inggris. Gibran malah mengucapkan dalam bahasa Indonesia.
"Sehingga, orang akan menduga singkatan SGIE adalah singkatan bahasa Indonesia. Jadi, jangankan Muhaimin, Google Translate pun bingung jawabannya," ucap Karyono.
Padahal, setelah mengetahui singkatan SGIE itu berhubungan dengan ekonomi syariah akan mudah dipahami. Oleh karena itu, Karyono menekankan bukan jawabannya yang sulit, tapi pertanyaannya yang dibuat sulit oleh Gibran.
"Bagi kubu Gibran, mungkin berpikir, kalau bisa dipersulit mengapa harus dipermudah," katanya.
Demikian pula, pertanyaan jebakan yang ditujukan kepada Mahfud MD tentang
carbon capture and storage (CCS). Gibran melontarkan pertanyaan bagaimana cara membuat regulasi c
arbon capture and storage.
"Mendapat pertanyaan itu, Mahfud memang tidak spesifik menjawab soal CCS tersebut. Ia hanya menjawab secara umum (normatif) soal proses dan tahapan penyusunan regulasi, mungkin karena Mahfud kurang memahami soal CCS," ujar Karyono.
Sebaliknya, pertanyaan yang dilontarkan Mahfud dinilai Karyono lebih banyak menggali dari visi misi kedua lawannya. Demikian pula Muhaimin, dia melontarkan pertanyaan kepada Gibran seputar visi misi dan kebijakan pemerintah pusat yang dinilai diskriminatif.
"Kedua cawapres dalam mengajukan pertanyaan lebih pada pendalaman materi visi misi, gagasan yang terlontar dalam debat dan track record kebijakan," jelasnya.
Namun demikian, Karyono mengatakan apa yang dilakukan Gibran merupakan hal yang lumrah dalam debat di panggung politik. Hal itu disebut sebagai strategi yang lazim dalam kontestasi elektoral.
"Dalam konteks ini, tim Gibran berusaha untuk "mencuri" panggung dengan menunjukkan performa Gibran yang positif, di sisi lain berusaha mendowngrade citra lawan politiknya melalui pertanyaan yang menjebak," imbuhnya.
Pengalaman debat pertama cawapres ini diyakini bisa menjadi pelajaran bagi Muhaimin dan Mahfud. Kemungkinan kedua cawapres yang menjadi rival Gibran akan menyusun strategi pertanyaan pada debat cawapres kedua yang bisa membuat Gibran "klepek-klepek". (Yon)
dipotong 750 RM oleh tersangka MR. Kemudian Pada Tanggal 6 April 2023, para korban mengadukan ke KBRI Kuala Lumpur terkait peristiwa yang dialami korban," ucap Djuhandhani.
Berangkat dari aduan korban, lanjut Djuhandhani, KBRI berkoordinasi dengan Direktorat Tindak Pidana Umum karena mengendus adanya unsur perdagangan orang. Djuhandhani menyebut para korban lalu dipulangkan ke Tanah Air.
"KBRI Kuala Lumpur kemudian berkoordinasi dengan penyidik Dittipidum Bareskrim, dan pada tanggal 11 April 2023 para korban dipulangkan ke Indonesia, dan langsung diterima oleh Penyidik Bareskrim bersama dengan penyidik Polda Jawa Tengah," tutur Djuhandhani.
Djuhandhani melanjutkan, tim gabungan Bareskrim Polri dan Polda Jawa Tengah berhasil menangkap dan menahan tersangka IJ dan MR tiga hari setelah kepulangan para korban dari Negeri Jiran. Namun, tiga hari setelah kedua tersangka ditahan, tepatnya 14 April 2023, para korban meminta kasus dihentikan dengan alasan sudah berdamai dengan kedua tersangka.
"Pada tanggal 17 April 2023, korban FBK mengajukan surat permohonan pencabutan Laporan Polisi, dengan alasan bahwa diantara korban dan tersangka telah terjadi perdamaian, dan keluarga tersangka mengajukan surat permohonan Restorative Justice kepada penyidik Polda Jawa Tengah," ucap Djuhandhani.
Djuhandhani menegaskan TPPO bukanlah tindak pidana yang bisa diselesaikan secara restoratif justice. Lantaran, TPPO merupakan kejahatan transnasional dan kejahatan kemanusiaan. Penanganan kasus yang semula di Polda Jawa Tengah, kemudian dilimpahkan ke Bareskrim Polri.
"Pada tanggal 9 Mei 2023, dilakukan Gelar Perkara oleh Dittipidum Bareskrim Polri dan Polda Jawa Tengah. Dengan hasil bahwa Perkara TPPO merupakan kejahatan transnasional dan kejahatan terhadap kemanusiaan, serta merupakan salah satu perkara pidana yg tidak dapat diselesaikan melalui proses restorative justice," tegas Djuhandhani.
Kemudian, perkara tersebut dilimpahkan penanganannya ke penyidik Dittipidum Bareskrim Polri. Djuhandhani menyampaikan perkara ini masih dalam tahap penyidikan. Penyidik masih melakukan pemanggilan terhadap para korban dan saksi-saksi untuk memperkuat alat bukti.
Kedua tersangka berinisial MR dan IJ dijerat Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan atau Pasal 81 Jo Pasal 69 dan atau Pasal 83 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Jo Pasal 55 KUHP. Dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara dan minimal 3 tahun penjara.
"Dan dalam waktu dekat berkas perkara akan segera kami kirimkan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah," beber Djuhandhani.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((LDS))