Jakarta: Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menduga ada sejumlah pihak yang kerap memanfaatkan isu agama demi kepentingan kelompok. Mahfud menyebut membawa isu agama dalam berbagai gerakan, termasuk isu
people power pada 21-22 Mei lalu, merupakan tindakan sesat dan tidak dibenarkan.
"Menurut saya menyesatkan jika agama dijadikan
people power seakan-akan memperjuangkan agama, padahal seharusnya tidak seperti itu. Kalau diangkat ke tema agama, itu justru mudah memancing emosi dan itulah yang harus dihindari," kata Mahfud di Jakarta, Senin, 3 Juni 2019.
Menurut Mahfud, tindakan polisi dalam menangani demonstrasi yang berujung kerusuhan itu masih proporsional. Pengadilan yang akan memutuskan benar atau salah tindakan aparat dalam menangani para pelaku kerusuhan yang membuat delapan orang tewas itu.
"Yang pasti polisi itu harus bertindak. Kalau ada yang mau menjarah masa polisi tidak bertindak karena polisi harus proaktif," ujarnya.
Ia menambahkan, demokrasi dan hukum sejatinya harus selaras. Semua pihak tidak bisa terus-menerus memaksakan kehendak. Sebab, kata dia, bila masing-masing pihak memaksakan kebenaran, sistem demokrasi serta ideologi pancasila justru terasa sia-sia.
"Buat apa kita ribut ribut terus tidak ada untungnya. Silakan kembalikan kepada ranah hukum untuk menyelesaikannya, pungkasnya," ucap pakar hukum tersebut.
Sementara itu, Imam Besar Masjid Istiqlal Nassarudin Umar menyayangkan perilaku sebagian tokoh masyarakat yang justru masih suka membuat suasana tidak tenang. Nassarudin berharap agar tidak ada lagi gerakan yang selalu membawa agama, namun malah berujung kericuhan.
Menurut Nasaruddin, publik harus menjadikan kasus-kasus politisasi agama sebagai pelajaran. Publik diharapkan jangan gampang memakai bahasa agama dalam melegitimasi sebuah kepenmtingan subjektif.
"Kita juga jangan mudak terpancing menanggapi seseorang atau kelompok yang menggunakan bahasa agama karena potensi menimbulkan persoalan panjang," kata Nassarudin.
Nassarudin mengatakan sudah seharusnya elite bangsa bisa memberikan ketenangan di masyarakat. Bagi Nasaruddin, Indonesia lebih membutuhkan banyak orang arif, ketimbang pintar. "Orang arif lihat saja dari pernyataannya, kalau menyejukan itu bukti kematangan. Tapi kalau pintar tapi menimbulkan kontroversi itu pintar tapi belom matang," tutup Nassarudin.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((AGA))