Jakarta: Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta tidak langsung menindaklanjuti putusan
Mahkamah Konstitusi (MK) soal batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Apabila putusan itu langsung dieksekusi, dikhawatirkan akan menimbulkan ketidakpastian hukum.
"Agar ada kepastian hukum," ujar mantan Hakim MK Maruarar Siahaan dalam diskusi bertajuk ‘Membaca Putusan MK: Demi Demokrasi atau Dinasti?’ yang digelar oleh Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI), Rabu, 18 Oktober 2023.
Maurarar mendorong dua hal. Pertama, putusan MK perlu dilakukan disemininasi terlebih dahulu karena ada problematika dari sudut pandang hukum. Kedua, Maruarar mengusulkan KPU melakukan upaya hukum uji materiil ke Mahkamah Agung (MA).
Maruarar menyebut putusan MK yang kontroversial apabila langsung dieksekusi KPU dapat menimbulkan masalah legitimasi pada hasil
Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Selain itu, kepercayaan terhadap MK, lembaga yang nantinya menyidangkan sengketa hasil pemilu, semakin tergerus.
Mantan hakim MK lainnya, Harjono, menilai putusan MK janggal. Sebab, dari sembilan hakim konstitusi, 4 hakim menyatakan punya pandangan berbeda terhadap putusan tersebut atau menolak. Lalu, 3 hakim menerima, sedangkan 2 hakim konstitusi menyatakan punya alasan berbeda terhadap putusan itu.
"Putusan MK tidak bisa dibaca secara bulat," ujar Harjono.
Dosen Ilmu Politik Universitas Indonesia Sri Budi Eko Wardani mengatakan untuk mengakomodasi putusan MK dalam peraturan KPU, perlu proses. Putusan MK dikeluarkan tiga hari menjelang pendaftaran capres-cawapres pada 19 Oktober 2023.
Sementara, KPU perlu melakukan rapat konsultasi terlebih dahulu dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah sebelum mengesahkan Peraturan KPU yang baru. Ia yakin suara DPR terpecah menyikapi putusan ini.
Pasalnya, saat ini ada tiga poros koalisi
Pemilu 2024. Ada PDI Perjuangan (PDIP) bersama Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang mendukung Ganjar Pranowo dan Mahfud MD. Lalu, NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengusung Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar.
Selanjutnya, poros Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Demokrat, dan Partai Golkar yang mengusung Prabowo Subianto sebagai bakal capres.
"Kita tidak bisa berbicara dengan asumsi koalisi pemerintah hampir pasti ada tiga paslon (pasangan calon) sehingga peta koalisi berubah. DPR sedang reses hingga 30 Oktober, ada problem teknis, PKPU perlu dikonsultasikan pada DPR," tutur Sri Budi.
MK mengabulkan sebagian gugatan terkait batas usia capres-cawapres. Awalnya, salah satu syarat capres-cawapres yakni berusia minimal 40 tahun. Namun, MK mengubah aturan itu dan menerapkan pengecualian bagi mereka yang pernah atau sedang menjadi kepala daerah hasil pemilihan umum.
Putusan ini dibaca banyak pihak sebagai karpet merah dari MK untuk putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka. Wali kota Solo itu ramai dibicarakan sebagai kandidat terkuat cawapres Prabowo, namun usianya masih 36 tahun. Dengan putusan MK, Gibran bisa lolos persyaratan karena merupakan kepala daerah hasil pemilu.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((AGA))