Jakarta: Setiap orang pasti memiliki pengalaman yang berkesan saat berada di bangku sekolah. Bahkan sekelas
Anies Baswedan juga demikian.
Salah satu hal yang berkesan dan diceritakan sang ibunda, Aliyah Rasyid. Anak kandungnya tersebut pernah mau membakar sekolah saat berada di SMA.
"Kadang-kadang juga di sekolah begitu. Gurunya itu kan barangkali terlalu otoriter atau terlalu kurang memberi kesempatan untuk berdialog dan sebagainya. Itu dia itu waduh. Mangkel sekali sama situasi di sekolah. Sehingga dia itu, 'Mah, Mah..bakar aja itu sekolah'," tutur Aliyah dalam video yang diunggah di akun YouTube Anies Baswedan, Minggu, 10 September 2023.
Baca juga:
Anies Baswedan Ajak Kader PKB dan PKS Berjuang Bersama untuk Indonesia Lebih Baik
Berawal saat Anies pulang dari pertukaran pelajar di Amerika Serikat (AFS) di Amerika Serikat. Kala itu, Anies masih duduk di bangku SMA kelas dua.
Saat-saat itu, Anies mengalami masa pergulatan di tahun-tahun terakhir SMA. Aliyah menyebut Anies masih dalam keadaan labil dan terlalu bersemangat untuk mengkritik hal yang tidak sesuai dengan pemahamannya.
"Saya memutuskan bahwa saya harus banyak mendampingi dia. Saya putuskan untuk mengurangi kegiatan-kegiatan di luar (di luar rumah)," ujar Aliyah.
Bahlan
Anies, kata Aliyah merupakan orang yang berani sejak masih sekolah. Namun Aliyah mengingatkan bahwa perubahan tidak bisa dilakukan secara revolusioner atau terjadi secara drastis.
"Kalau Anies sudah punya wewenang, punya kapasitas untuk itu, mudah-mudahan bisa memperbaiki, tapi sekarang ya kita pelan-pelan menerima apa adanya. Kita jangan terlalu terus berontak begitu," ujarnya.
Anies menambahkan dirinya pernah menulis surat hingga enam halaman. Dalam surat tersebut, ia memprotes cara guru mengajar dan tidak menghargai anak murid.
"Panjang betul surat itu. Terus ditunjukkan ke abah dan mamah. Terus kata mamah, jangan dikirim. Jangan. Nanti bukannya malah selesai, nanti malah tambah," kata Anies.
Ia membandingkan dengan apa yang didapatkannya selama pertukaran pelajar di Amerika Serikat (AFS) di Amerika Serikat. Ia mengatakan guru di Amerika jauh berbeda dengan Indonesia saat itu.
Para guru mau memberikan ruang diskusi, menerima pendapat yang benar meski dari murid dan tidak mengambil jarak. Sementara di Indonesia, sejumlah guru masih tidak mau melakukan hal-hal tersebut.
"Bahkan kita beda pandangan sama guru juga rileks dan guru merasa biasa-biasa aja kalau ternyata keliru, kalau ternyata salah, besoknya lusanya dia akan bilang 'Oh yang kemarin saya ternyata keliru. Saya udah cek' (Mereka) enggak ada rasa malu," tegas Anies.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((DHI))