Jakarta: Belakangan ini isu mengenai pembagian SIM C untuk sepeda motor berdasarkan kubikasi mesin (CC) kembali mencuat. Rencana ini kemudian mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk praktisi keselamatan di jalan raya.
Pendiri dan Instruktur Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), Jusri Pulubuhu, memberikan dukungan terhadap rencana ini. Menurutnya tujuan dengan adanya SIM sebagai pertanda kompetensi seseorang dalam berkendara, dan dalam hal ini adalah SIM C sebagai tanda kecakapan menunggangi kuda besi.
"Mengenai tanggapannya rencana SIM berdasarkan cc (kubikasi) mesin, sangat, sangat, sangat setuju. Mengingat setiap motor, apalagi yang cc besar, memiliki karakteristik yang berbeda," jelas Jusri Senin (23/11/2020) kepada Medcom.id.
Dia memberikan contoh dari bobot sepeda motor saja, motor kecil dan motor besar berbeda. Bobot motor ini sangat berpengaruh terhadap handling dalam berkendara, khususnya saat berbelok. Sehingga diperlukan kemampuan khusus untuk mengantisipasinya.
Kemudian dari segi mesin, tenaga yang dihasilkan sangat jauh berbeda. Motor di atas 500 cc memiliki tenaga jauh lebih besar dibandingkan di bawah 150 cc. Tenaga ini berpengaruh terhadap responsif tenaga dan gas sepeda motor, dan emosi dalam ketika berkendara harus bisa terkontrol.
"Bayangkan saja suara yang dihasilkan berbeda, lebih menggelegar, kemudian respon tenaga yang dihasilkan sangat besar. Kalau ada orang yang tida biasa membawa motor gede (moge) ini akan memacu emosi untuk membawa ngebut sepeda motor," lanjutnya.
Pembahasan mengenai penggolongan SIM C berdasarkan ukuran mesin pertama kali sudah pernah digaungkan pada tahun 2016 dan kini kembali ramai dibahas masyarakat. Rencananya, SIM C ini nantinya menjadi 3 kelompok. SIM C berlaku untuk motor dengan kapasitas mesin di bawah 250 cc, SIM C I untuk 251-500 cc, dan SIM C II untuk di atas 501 cc.
Jakarta: Belakangan ini isu mengenai pembagian SIM C untuk sepeda motor berdasarkan kubikasi mesin (CC) kembali mencuat. Rencana ini kemudian mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk praktisi keselamatan di jalan raya.
Pendiri dan Instruktur Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), Jusri Pulubuhu, memberikan dukungan terhadap rencana ini. Menurutnya tujuan dengan adanya SIM sebagai pertanda kompetensi seseorang dalam berkendara, dan dalam hal ini adalah SIM C sebagai tanda kecakapan menunggangi kuda besi.
"Mengenai tanggapannya rencana SIM berdasarkan cc (kubikasi) mesin, sangat, sangat, sangat setuju. Mengingat setiap motor, apalagi yang cc besar, memiliki karakteristik yang berbeda," jelas Jusri Senin (23/11/2020) kepada Medcom.id.
Dia memberikan contoh dari bobot sepeda motor saja, motor kecil dan motor besar berbeda. Bobot motor ini sangat berpengaruh terhadap handling dalam berkendara, khususnya saat berbelok. Sehingga diperlukan kemampuan khusus untuk mengantisipasinya.
Kemudian dari segi mesin, tenaga yang dihasilkan sangat jauh berbeda. Motor di atas 500 cc memiliki tenaga jauh lebih besar dibandingkan di bawah 150 cc. Tenaga ini berpengaruh terhadap responsif tenaga dan gas sepeda motor, dan emosi dalam ketika berkendara harus bisa terkontrol.