Jakarta - Salah satu sindiran terhadap perempuan saat berkendara di jalan raya yang paling tenar di masyarakat Kita adalah kalimat 'sein kiri belok kanan'. Kalimat ini sering muncul dalam meme di media sosial, obrolan santai, punchline di berbagai konten komedi yang tersebar luas.
Bahkan menjadi topik berita media daring. Namun, benarkah fenomena ini didukung bukti ilmiah, atau hanya stereotip/ stigma sosial yang sudah mengakar tanpa verifikasi? Atau benarkah perilaku ini jadi penyumbang terbesar terjadinya kecelakaan?
Dari studi berbagai sumber menunjukkan perbedaan signifikan dalam pola mengemudi antara pria dan wanita yang berkorelasi dengan tingkat kecelakaan. Studi National Household Travel Survey (NHTS) di AS 2021 menunjukkan: laki-laki terlibat dalam 74% kecelakaan fatal di AS pada tahun itu
Tren ini konsisten selama 25 tahun terakhir. Dalam dekade terakhir (2011-2021), kecelakaan fatal laki-laki naik 38%. Sementara perempuan 34%. Menariknya, jumlah pengemudi wanita berlisensi di AS lebih banyak dibanding pria.
Studi yang sama juga menyebutkan bahwa pria lebih sering mengemudi dengan kecepatan tinggi dan di bawah pengaruh alkohol (DUI). Pada 2022 saja, kecelakaan akibat alkohol di AS menewaskan 4.709 pengemudi pria - 3,5 kali lebih tinggi dibanding wanita (1.328 korban).
Meskipun studi ini dilakukan pada 2021, temuan ini tetap signifikan karena merupakan survei nasional berskala besar terbaru di AS, dan tren serupa terus dilaporkan oleh Insurance Institute for Highway Safety (IIHS) hingga 2023.
Sifat mengemudi laki-laki yang terkesan agresif ini juga dibenarkan oleh hasil studi dari AAA Foundation for Traffic Safety (Amerika Serikat). Di tahun 2019, 52% pria mengemudi dalam kecepatan 15 mph di atas batas kecepatan, sementara wanita hanya 44,6%.
Pria juga lebih sering mengekor kendaraan terlalu dekat (37,8%) dibandingkan wanita yang hanya 29,3%, menerobos lampu merah (pria: 32,2%, wanita: 30%), menunjukkan gestur kasar/menyembunyikan klakson terlalu agresif (pria: 35,4%, wanita: 28%), serta menyalip secara tiba-tiba (pria: 31,5% pria, wanita: 21,4%).
Dari data ini tentu Kita bisa mengambil kesimpulan bahwa tentu bukan perilaku sein kiri belok kanan yang menjadi pemicu utama terjadinya kecelakaan. Namun perilaku berkendara itu sendiri.
Jakarta - Salah satu sindiran terhadap
perempuan saat
berkendara di
jalan raya yang paling tenar di masyarakat Kita adalah kalimat 'sein kiri belok kanan'. Kalimat ini sering muncul dalam meme di media sosial, obrolan santai, punchline di berbagai konten komedi yang tersebar luas.
Bahkan menjadi topik berita media daring. Namun, benarkah fenomena ini didukung bukti ilmiah, atau hanya stereotip/ stigma sosial yang sudah mengakar tanpa verifikasi? Atau benarkah perilaku ini jadi penyumbang terbesar terjadinya kecelakaan?
Dari studi berbagai sumber menunjukkan perbedaan signifikan dalam pola mengemudi antara pria dan wanita yang berkorelasi dengan tingkat kecelakaan. Studi National Household Travel Survey (NHTS) di AS 2021 menunjukkan: laki-laki terlibat dalam 74% kecelakaan fatal di AS pada tahun itu
Tren ini konsisten selama 25 tahun terakhir. Dalam dekade terakhir (2011-2021), kecelakaan fatal laki-laki naik 38%. Sementara perempuan 34%. Menariknya, jumlah pengemudi wanita berlisensi di AS lebih banyak dibanding pria.
Studi yang sama juga menyebutkan bahwa pria lebih sering mengemudi dengan kecepatan tinggi dan di bawah pengaruh alkohol (DUI). Pada 2022 saja, kecelakaan akibat alkohol di AS menewaskan 4.709 pengemudi pria - 3,5 kali lebih tinggi dibanding wanita (1.328 korban).
Meskipun studi ini dilakukan pada 2021, temuan ini tetap signifikan karena merupakan survei nasional berskala besar terbaru di AS, dan tren serupa terus dilaporkan oleh Insurance Institute for Highway Safety (IIHS) hingga 2023.
Sifat mengemudi laki-laki yang terkesan agresif ini juga dibenarkan oleh hasil studi dari AAA Foundation for Traffic Safety (Amerika Serikat). Di tahun 2019, 52% pria mengemudi dalam kecepatan 15 mph di atas batas kecepatan, sementara wanita hanya 44,6%.
Pria juga lebih sering mengekor kendaraan terlalu dekat (37,8%) dibandingkan wanita yang hanya 29,3%, menerobos lampu merah (pria: 32,2%, wanita: 30%), menunjukkan gestur kasar/menyembunyikan klakson terlalu agresif (pria: 35,4%, wanita: 28%), serta menyalip secara tiba-tiba (pria: 31,5% pria, wanita: 21,4%).
Dari data ini tentu Kita bisa mengambil kesimpulan bahwa tentu bukan perilaku sein kiri belok kanan yang menjadi pemicu utama terjadinya kecelakaan. Namun perilaku berkendara itu sendiri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UDA)