Surabaya: Surat Izin Mengemudi (SIM) seumur hidup menjadi salah satu polemik di tengah masyarakat. Pakar Transportasi Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Dadang Supriyanto, menanggapai masa berlaku SIM dari 5 tahun menjadi seumur hidup menghadirkan resiko.
"Jika SIM berlaku seumur hidup dikhawatirkan berkurangnya faktor pengawasan, karena si pemilik sertifikasi atau SIM ini secara subjektif juga akan mengalami dinamisasi, misalkan, bertambahnya usia, faktor kesehatan, dan lain-lain," ujar Dadang dikutip dari Antara.
Menurut dia, dengan SIM yang mempunyai batasan waktu mekanisme evaluasi, pengawasan dan edukasi bisa berkesinambungan, karena SIM mencakup masalah kompetensi dalam mengemudi. Dadang menjelaskan SIM merupakan sertifikasi dari pengemudi, sehingga melalui prosedur dan tahapan yang berlaku.
"Seorang pengemudi itu harus dibekali kompetensi keahlian sesuai amanah UU No. 22 tahun 2004, karena seorang pengemudi membawa orang, penumpang atau barang, sehingga seorang pengemudi harus dibekali dengan uji kompetensi," tuturnya.
Baca Juga:
Seres Launching Mobil Pertamanya di GIIAS 2023, Lawan Air EV?
Selain itu, sebelum diterbitkan sertifikasi atau SIM ada uji tes secara fisik, pengetahuan, tentang rambu dan aturan karena dalam fundamental angkutan jalan ada empat pilar, yaitu manusia, sarana, prasarana dan regulasi.
"Seorang pengemudi kemampuannya harus dievaluasi, sehingga bisa diketahui kemampuannya naik atau turun. Indikasi kemampuan itu bisa dilihat dari persentase pelanggaran yang dilakukan, seperti melanggar batas kecepatan, marka, rambu-rambu yang dilakukan oleh pengemudi," ucapnya.
Terkait dengan pelayanan yang diberikan oleh Polri, khususnya dalam proses penerbitan SIM, dia berharap bisa mengikuti petunjuk Kapolri, Listyo Sigit Prabowo, untuk memberi kemudahan dengan tetap berdasarkan kompetensi atau kemampuan demi keselamatan bersama dalam berlalu lintas.
Sementara Dosen Hukum Administrasi Universitas Airlangga Surabaya, Bagus Oktafian Abrianto, sepakat jika SIM harus ada jangka waktu. "Kenapa? yang pertama karena orang yang mendapatkan SIM pada saat awal belum tentu sama keadaannya pada saat tahun-tahun berikutnya," katanya.
Baca Juga:
Tarif SPKLU Ditetapkan, Maksimal Sampai Rp57 ribu
Dia mencontohkan seseorang yang mendapatkan SIM pada tahun 2023 belum tentu sama keadaannya pada tahun 2024. Jika pada pada 2024 seorang tersebut mengalami sakit, maka tidak bisa disamakan dengan orang sehat.
Kedua, menurut Bagus, adanya batasan tertentu dalam izin membuat pihak berwenang dapat mencabut SIM tersebut jika orang tersebut melakukan pelanggaran.
"Karena sebagai salah satu aplikasi pengawasan, dan menjadi kewenangan Polri sesuai dengan pasal 16 ayat 2 Undang-Undang Polri dan Undang-Undang Pelayanan Publik," ujarnya.
Surabaya: Surat Izin Mengemudi (SIM) seumur hidup menjadi salah satu polemik di tengah masyarakat. Pakar Transportasi Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Dadang Supriyanto, menanggapai masa berlaku SIM dari 5 tahun menjadi seumur hidup menghadirkan resiko.
"Jika SIM berlaku seumur hidup dikhawatirkan berkurangnya faktor pengawasan, karena si pemilik sertifikasi atau SIM ini secara subjektif juga akan mengalami dinamisasi, misalkan, bertambahnya usia, faktor kesehatan, dan lain-lain," ujar Dadang dikutip dari Antara.
Menurut dia, dengan SIM yang mempunyai batasan waktu mekanisme evaluasi, pengawasan dan edukasi bisa berkesinambungan, karena SIM mencakup masalah kompetensi dalam mengemudi. Dadang menjelaskan SIM merupakan sertifikasi dari pengemudi, sehingga melalui prosedur dan tahapan yang berlaku.
"Seorang pengemudi itu harus dibekali kompetensi keahlian sesuai amanah UU No. 22 tahun 2004, karena seorang pengemudi membawa orang, penumpang atau barang, sehingga seorang pengemudi harus dibekali dengan uji kompetensi," tuturnya.
Baca Juga:
Seres Launching Mobil Pertamanya di GIIAS 2023, Lawan Air EV?
Selain itu, sebelum diterbitkan sertifikasi atau SIM ada uji tes secara fisik, pengetahuan, tentang rambu dan aturan karena dalam fundamental angkutan jalan ada empat pilar, yaitu manusia, sarana, prasarana dan regulasi.
"Seorang pengemudi kemampuannya harus dievaluasi, sehingga bisa diketahui kemampuannya naik atau turun. Indikasi kemampuan itu bisa dilihat dari persentase pelanggaran yang dilakukan, seperti melanggar batas kecepatan, marka, rambu-rambu yang dilakukan oleh pengemudi," ucapnya.
Terkait dengan pelayanan yang diberikan oleh Polri, khususnya dalam proses penerbitan SIM, dia berharap bisa mengikuti petunjuk Kapolri, Listyo Sigit Prabowo, untuk memberi kemudahan dengan tetap berdasarkan kompetensi atau kemampuan demi keselamatan bersama dalam berlalu lintas.
Sementara Dosen Hukum Administrasi Universitas Airlangga Surabaya, Bagus Oktafian Abrianto, sepakat jika SIM harus ada jangka waktu. "Kenapa? yang pertama karena orang yang mendapatkan SIM pada saat awal belum tentu sama keadaannya pada saat tahun-tahun berikutnya," katanya.
Baca Juga:
Tarif SPKLU Ditetapkan, Maksimal Sampai Rp57 ribu
Dia mencontohkan seseorang yang mendapatkan SIM pada tahun 2023 belum tentu sama keadaannya pada tahun 2024. Jika pada pada 2024 seorang tersebut mengalami sakit, maka tidak bisa disamakan dengan orang sehat.
Kedua, menurut Bagus, adanya batasan tertentu dalam izin membuat pihak berwenang dapat mencabut SIM tersebut jika orang tersebut melakukan pelanggaran.
"Karena sebagai salah satu aplikasi pengawasan, dan menjadi kewenangan Polri sesuai dengan pasal 16 ayat 2 Undang-Undang Polri dan Undang-Undang Pelayanan Publik," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UDA)