Jakarta: Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Anindya Novyan Bakrie, mengungkapkan ambisi besar Indonesia untuk menjadi acuan standar pengolahan material baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV) di tingkat global. Menurut Anin, sapaan akrabnya, ambisi ini selaras dengan konstitusi Indonesia sekaligus menjanjikan keuntungan bisnis yang signifikan.
“Dalam konteks rantai pasok global, ambisi kami tidak hanya sebatas memproduksi material baterai untuk kendaraan listrik, tapi juga bagaimana cara memproduksinya. Indonesia memiliki potensi unik. Bayangkan, kami bisa memproduksi material baterai menggunakan energi hijau dengan tetap memperhatikan emisi karbon,” ujar Anin dikutip dari Antara.
Potensi Indonesia di Industri Baterai Kendaraan Listrik
Anin menjelaskan langkah ini bukan sekadar wacana. Indonesia telah membuktikan kemampuannya dengan banyak perusahaan dalam negeri yang sudah memasok material baterai ke berbagai negara.
“Banyak perusahaan Indonesia yang sudah memasok tidak hanya ke China dengan teknologi canggihnya, tapi juga ke Eropa melalui Eramet dan Volkswagen, serta ke Amerika Serikat melalui Ford. Kami optimis pada September nanti Indonesia secara keseluruhan bisa memenuhi standar besar seperti EMA (Exponential Moving Average) 50,” ungkapnya.
Komitmen untuk Kerja Sama Global
Indonesia, menurut Anin, sangat terbuka untuk bekerja sama dengan semua pihak. “Kami memposisikan diri sebagai mitra yang memberikan kesempatan setara bagi semua,” ujarnya.
Namun, ketika ditanya apakah kerja sama lebih condong ke China, Anin menegaskan Indonesia sedang berupaya menciptakan keseimbangan dalam hubungan kerja sama dengan negara-negara Barat.
Sebagai contoh, Anin menyebutkan perusahaan miliknya, PT VKTR Teknologi Mobilitas Tbk, yang memiliki Indo-Pacific Net-Zero Battery-Materials Consortium (INBC) untuk mendorong kolaborasi dengan negara-negara Barat. “Kami memahami Eropa (termasuk Inggris) dan Amerika Serikat (AS) membutuhkan material baterai berbasis nikel,” jelasnya.
Peluang Kerja Sama dengan Amerika Serikat
Anin menyoroti investasi besar-besaran AS dalam industri EV sebagai peluang bagi Indonesia. Menurutnya, Indonesia bisa menjadi pemasok perangkat keras untuk industri EV di AS yang tentu memerlukan rantai pasokan yang berkelanjutan, tangguh, dan juga terjangkau serta efisien.
Meski belum memiliki perjanjian perdagangan bebas (FTA) dengan AS, Anin optimis bahwa potensi ini dapat membawa keuntungan bilateral.
“Kita belum tahu bagaimana bentuknya nanti, apakah akan lebih mengarah ke kesepakatan bilateral, tetapi bagi Indonesia yang memulai dari posisi yang lebih rendah dan mengingat kita belum memiliki perjanjian perdagangan bebas (FTA) dengan AS, saya rasa ini bisa menjadi suatu potensi keuntungan dan kerja sama yang saling menguntungkan,” tambahnya.
Sumber Daya Melimpah dan Target Energi Terbarukan
Indonesia memiliki tekad kuat untuk berperan dalam ekosistem rantai pasokan kendaraan listrik dunia. Dengan cadangan mineral strategis, seperti nikel (22% cadangan dunia), timah, tembaga, dan bauksit, Indonesia berada dalam posisi yang sangat menguntungkan. Selain itu, potensi energi terbarukan seperti panas bumi, hidro, tenaga surya, dan angin juga mendukung ambisi ini. Pemerintah bahkan menargetkan pembangunan pembangkit listrik sebesar 100 gigawatt dalam 15 tahun ke depan, di mana 75 persen berasal dari energi terbarukan.
“Dengan populasi 285 juta jiwa, dan jika melihat Asia Tenggara secara keseluruhan yang mencapai 800 juta jiwa, kami memiliki pasar yang sangat menjanjikan,” kata Anin.
Jakarta: Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (
Kadin) Indonesia, Anindya Novyan Bakrie, mengungkapkan ambisi besar Indonesia untuk menjadi acuan standar pengolahan material
baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV) di tingkat global. Menurut Anin, sapaan akrabnya, ambisi ini selaras dengan konstitusi Indonesia sekaligus menjanjikan keuntungan bisnis yang signifikan.
“Dalam konteks rantai pasok global, ambisi kami tidak hanya sebatas memproduksi material baterai untuk kendaraan listrik, tapi juga bagaimana cara memproduksinya. Indonesia memiliki potensi unik. Bayangkan, kami bisa memproduksi material baterai menggunakan energi hijau dengan tetap memperhatikan emisi karbon,” ujar Anin dikutip dari Antara.
Potensi Indonesia di Industri Baterai Kendaraan Listrik
Anin menjelaskan langkah ini bukan sekadar wacana. Indonesia telah membuktikan kemampuannya dengan banyak perusahaan dalam negeri yang sudah memasok material baterai ke berbagai negara.
“Banyak perusahaan Indonesia yang sudah memasok tidak hanya ke China dengan teknologi canggihnya, tapi juga ke Eropa melalui Eramet dan Volkswagen, serta ke Amerika Serikat melalui Ford. Kami optimis pada September nanti Indonesia secara keseluruhan bisa memenuhi standar besar seperti EMA (Exponential Moving Average) 50,” ungkapnya.
Komitmen untuk Kerja Sama Global
Indonesia, menurut Anin, sangat terbuka untuk bekerja sama dengan semua pihak. “Kami memposisikan diri sebagai mitra yang memberikan kesempatan setara bagi semua,” ujarnya.
Namun, ketika ditanya apakah kerja sama lebih condong ke China, Anin menegaskan Indonesia sedang berupaya menciptakan keseimbangan dalam hubungan kerja sama dengan negara-negara Barat.
Sebagai contoh, Anin menyebutkan perusahaan miliknya, PT VKTR Teknologi Mobilitas Tbk, yang memiliki Indo-Pacific Net-Zero Battery-Materials Consortium (INBC) untuk mendorong kolaborasi dengan negara-negara Barat. “Kami memahami Eropa (termasuk Inggris) dan Amerika Serikat (AS) membutuhkan material baterai berbasis nikel,” jelasnya.
Peluang Kerja Sama dengan Amerika Serikat
Anin menyoroti investasi besar-besaran AS dalam industri EV sebagai peluang bagi Indonesia. Menurutnya, Indonesia bisa menjadi pemasok perangkat keras untuk industri EV di AS yang tentu memerlukan rantai pasokan yang berkelanjutan, tangguh, dan juga terjangkau serta efisien.
Meski belum memiliki perjanjian perdagangan bebas (FTA) dengan AS, Anin optimis bahwa potensi ini dapat membawa keuntungan bilateral.
“Kita belum tahu bagaimana bentuknya nanti, apakah akan lebih mengarah ke kesepakatan bilateral, tetapi bagi Indonesia yang memulai dari posisi yang lebih rendah dan mengingat kita belum memiliki perjanjian perdagangan bebas (FTA) dengan AS, saya rasa ini bisa menjadi suatu potensi keuntungan dan kerja sama yang saling menguntungkan,” tambahnya.
Sumber Daya Melimpah dan Target Energi Terbarukan
Indonesia memiliki tekad kuat untuk berperan dalam ekosistem rantai pasokan kendaraan listrik dunia. Dengan cadangan mineral strategis, seperti nikel (22% cadangan dunia), timah, tembaga, dan bauksit, Indonesia berada dalam posisi yang sangat menguntungkan. Selain itu, potensi energi terbarukan seperti panas bumi, hidro, tenaga surya, dan angin juga mendukung ambisi ini. Pemerintah bahkan menargetkan pembangunan pembangkit listrik sebesar 100 gigawatt dalam 15 tahun ke depan, di mana 75 persen berasal dari energi terbarukan.
“Dengan populasi 285 juta jiwa, dan jika melihat Asia Tenggara secara keseluruhan yang mencapai 800 juta jiwa, kami memiliki pasar yang sangat menjanjikan,” kata Anin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UDA)