Jakarta: Pemerintah sudah membuat peta jalan perkembangan kendaraan listrik hingga beberapa tahun ke depan. Sayangnya jumlah kendaraan listrik, khususnya mobil, masih di bawah target meski insentif sudah diberikan.
Jika berkaca kepada Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 6 Tahun 2022, maka ditargetkan ada 400 ribu unit mobil listrik dan lebih yang mengaspal di jalan pada tahun 2025. Sayangnya angka itu masih menjadi angan-angan.
Data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukan penjualan mobil listrik dari sepanjang 2021 sampai April 2025 hanya ada 87.819 unit saja. Angka ini tidak termasuk mobil hybrid dan plug-in hybrid (PHEV).
Saat ini insentif untuk mobil listrik pada tahun 2025, yang diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 12 Tahun 2025. Insentif tersebut berupa Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) sebesar 10% untuk mobil listrik roda empat tertentu dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) minimal 40%.
Selain itu, bus listrik juga mendapat insentif PPN DTP, yaitu 10% untuk bus dengan TKDN 40% atau lebih, dan 5% untuk bus dengan TKDN antara 20-40%.
Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan (IMATAP) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Mahardi Tunggul Wicaksono, menyebutkan pemerintah akan mengevaluasi kebijakan ini di akhir tahun.
Komunikasi pun sudah dilakukan ke berbagai pihak terkait untuk menganalisa bagaimana dampak insentif kendaraan listrik yang sudah berjalan selama ini.
"Menjelang akhir tahun kami akan melakukan evaluasi dan kemungkinan akan dilakukan perbaikan dengan investasi insentif di tahun tahunan 2026 ini. Ini masih belum resmi tapi kami sudah mulai diskusi-diskusi," ungkap Tunggul pada Senin (19-5-2025) di Kantor Kementerian Perindustrian.
Di sisi lain, insentif mobil listrik CBU dan CKD akan berakhir 2025. Pada saat yang sama, pemerintah mengkaji pemberian insentif ke semua kendaraan bermotor yang memakai berbagai teknologi, seperti hybrid hingga hidrogen. Besarannya masih terus dikaji.
“Perlu diingat, kami tidak merumuskan sendiri pemberian insentif, melainkan berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian ESDM, dan Kementerian Keuangan,” ujar dia.
Jakarta: Pemerintah sudah membuat peta jalan perkembangan
kendaraan listrik hingga beberapa tahun ke depan. Sayangnya jumlah kendaraan listrik, khususnya
mobil, masih di bawah target meski
insentif sudah diberikan.
Jika berkaca kepada Peraturan Menteri Perindustrian (
Permenperin) Nomor 6 Tahun 2022, maka ditargetkan ada 400 ribu unit mobil listrik dan lebih yang mengaspal di jalan pada tahun 2025. Sayangnya angka itu masih menjadi angan-angan.
Data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukan penjualan mobil listrik dari sepanjang 2021 sampai April 2025 hanya ada 87.819 unit saja. Angka ini tidak termasuk mobil hybrid dan plug-in hybrid (PHEV).
Saat ini insentif untuk mobil listrik pada tahun 2025, yang diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 12 Tahun 2025. Insentif tersebut berupa Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) sebesar 10% untuk mobil listrik roda empat tertentu dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) minimal 40%.
Selain itu, bus listrik juga mendapat insentif PPN DTP, yaitu 10% untuk bus dengan TKDN 40% atau lebih, dan 5% untuk bus dengan TKDN antara 20-40%.
Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan (IMATAP) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Mahardi Tunggul Wicaksono, menyebutkan pemerintah akan mengevaluasi kebijakan ini di akhir tahun.
Komunikasi pun sudah dilakukan ke berbagai pihak terkait untuk menganalisa bagaimana dampak insentif kendaraan listrik yang sudah berjalan selama ini.
"Menjelang akhir tahun kami akan melakukan evaluasi dan kemungkinan akan dilakukan perbaikan dengan investasi insentif di tahun tahunan 2026 ini. Ini masih belum resmi tapi kami sudah mulai diskusi-diskusi," ungkap Tunggul pada Senin (19-5-2025) di Kantor Kementerian Perindustrian.
Di sisi lain, insentif mobil listrik CBU dan CKD akan berakhir 2025. Pada saat yang sama, pemerintah mengkaji pemberian insentif ke semua kendaraan bermotor yang memakai berbagai teknologi, seperti hybrid hingga hidrogen. Besarannya masih terus dikaji.
“Perlu diingat, kami tidak merumuskan sendiri pemberian insentif, melainkan berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian ESDM, dan Kementerian Keuangan,” ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UDA)