Jakarta: Fenomena truk Over Dimension Overloading (ODOL) masih menjadi masalah besar di sektor transportasi Indonesia. Meski berbagai regulasi telah diterapkan, pelanggaran terhadap batas dimensi dan muatan kendaraan angkutan barang tetap merajalela, bahkan terus meningkat.
Pengusaha sering kali mengutamakan efisiensi dengan memodifikasi truk agar dapat mengangkut lebih banyak tanpa menambah sumbu roda. Alternatif lainnya, barang ditumpuk hingga melewati batas beban maksimal tiap sumbu kendaraan, menciptakan ancaman serius bagi keselamatan pengguna jalan dan infrastruktur.
Kecelakaan Akibat ODOL Terus Meningkat
Menurut data Korlantas Polri pada Oktober 2024, truk ODOL menjadi salah satu penyebab utama kecelakaan di jalan tol. Pada 2022, tercatat 1.464 kecelakaan dengan 688 korban meninggal, meningkat menjadi 1.656 kecelakaan pada 2023 dengan 704 korban meninggal.
“Truk yang membawa muatan berlebih atau berukuran lebih besar dari ketentuan cenderung sulit dikendalikan, meningkatkan risiko kecelakaan seperti terguling atau menabrak kendaraan lain,” ujar Pakar Otomotif ITB, Yannes Martinus Pasaribu.
Selain itu, ODOL merusak jalan, memperlambat arus lalu lintas, dan meningkatkan biaya pemeliharaan infrastruktur.
Regulasi Ada, Penegakan Lemah
Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan sebenarnya telah mengatur batas dimensi dan muatan kendaraan, seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 60 Tahun 2019 dan UU No. 22 Tahun 2009. Namun, kurangnya fasilitas pemeriksaan dan pengawasan berbasis teknologi menjadi hambatan utama dalam menindak pelanggaran ODOL.
Teknologi seperti Weigh-in-Motion (WIM) kini mulai diterapkan untuk mendeteksi kendaraan yang melanggar tanpa perlu berhenti. “Teknologi digital mampu memberikan solusi efisien dan akurat dalam memantau pelanggaran,” jelas Yannes.
Jakarta: Fenomena truk Over Dimension Overloading (
ODOL) masih menjadi masalah besar di sektor transportasi Indonesia. Meski berbagai regulasi telah diterapkan, pelanggaran terhadap batas dimensi dan muatan kendaraan angkutan barang tetap merajalela, bahkan terus meningkat.
Pengusaha sering kali mengutamakan efisiensi dengan memodifikasi truk agar dapat mengangkut lebih banyak tanpa menambah sumbu roda. Alternatif lainnya, barang ditumpuk hingga melewati batas beban maksimal tiap sumbu kendaraan, menciptakan ancaman serius bagi keselamatan pengguna jalan dan infrastruktur.
Kecelakaan Akibat ODOL Terus Meningkat
Menurut data Korlantas Polri pada Oktober 2024, truk ODOL menjadi salah satu penyebab utama kecelakaan di jalan tol. Pada 2022, tercatat 1.464 kecelakaan dengan 688 korban meninggal, meningkat menjadi 1.656 kecelakaan pada 2023 dengan 704 korban meninggal.
“Truk yang membawa muatan berlebih atau berukuran lebih besar dari ketentuan cenderung sulit dikendalikan, meningkatkan risiko kecelakaan seperti terguling atau menabrak kendaraan lain,” ujar Pakar Otomotif ITB, Yannes Martinus Pasaribu.
Selain itu, ODOL merusak jalan, memperlambat arus lalu lintas, dan meningkatkan biaya pemeliharaan infrastruktur.
Regulasi Ada, Penegakan Lemah
Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan sebenarnya telah mengatur batas dimensi dan muatan kendaraan, seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 60 Tahun 2019 dan UU No. 22 Tahun 2009. Namun, kurangnya fasilitas pemeriksaan dan pengawasan berbasis teknologi menjadi hambatan utama dalam menindak pelanggaran ODOL.
Teknologi seperti Weigh-in-Motion (WIM) kini mulai diterapkan untuk mendeteksi kendaraan yang melanggar tanpa perlu berhenti. “Teknologi digital mampu memberikan solusi efisien dan akurat dalam memantau pelanggaran,” jelas Yannes.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(UDA)