Jakarta: Kebijakan tarif impor sebesar 25 persen yang diberlakukan oleh pemerintahan Donald Trump terhadap sektor otomotif mulai menunjukkan dampak nyata bagi pasar otomotif Paman Sam.
Harga mobil melonjak, dan para calon pembeli pun mulai mempertimbangkan ulang keputusan mereka untuk mengganti kendaraan lama.
Menurut laporan terbaru dari Reuters, dan ditulis Car and Driver, yang mengutip firma konsultan otomotif Telemetry menjelaskan penurunan minat ini bisa membuat penjualan mobil di Amerika Serikat dan Kanada turun hingga 1,8 juta unit tahun ini.
Laporan tersebut menyebutkan jika tarif ini terus berlaku hingga tahun 2035, maka total penjualan kendaraan penumpang di dua negara itu akan berkurang sebanyak tujuh juta unit per tahun. Dibandingkan skenario tanpa konflik dagang.
Sebagai perbandingan, proyeksi penjualan tanpa hambatan perdagangan berada di angka 24,6 juta unit.
Sejumlah produsen mobil telah mengambil langkah cepat dalam menghadapi dampak kebijakan ini. Beberapa menghentikan pengiriman kendaraan di pelabuhan, sementara yang lain menunda produksi mobil di luar negeri dan fokus pada lini produksi domestik.
Ford, misalnya, menawarkan diskon harga karyawan kepada semua pembeli hingga 2 Juni sebagai bentuk insentif menghadapi lonjakan harga. Sementara Hyundai memilih tidak menaikkan harga mobilnya untuk sementara waktu, namun menghapus program perawatan gratis sebagai kompensasi.
Situasi ini juga diperkirakan akan mendorong peralihan minat konsumen ke pasar mobil bekas yang masih segar. Jika permintaan meningkat, harga mobil bekas pun bisa meroket, menciptakan kondisi serupa dengan kelangkaan unit kendaraan yang terjadi saat pandemi COVID-19.
Jakarta: Kebijakan
tarif impor sebesar 25 persen yang diberlakukan oleh pemerintahan Donald Trump terhadap sektor
otomotif mulai menunjukkan dampak nyata bagi pasar
otomotif Paman Sam.
Harga mobil melonjak, dan para calon pembeli pun mulai mempertimbangkan ulang keputusan mereka untuk mengganti kendaraan lama.
Menurut laporan terbaru dari Reuters, dan ditulis Car and Driver, yang mengutip firma konsultan otomotif Telemetry menjelaskan penurunan minat ini bisa membuat penjualan mobil di Amerika Serikat dan Kanada turun hingga 1,8 juta unit tahun ini.
Laporan tersebut menyebutkan jika tarif ini terus berlaku hingga tahun 2035, maka total penjualan kendaraan penumpang di dua negara itu akan berkurang sebanyak tujuh juta unit per tahun. Dibandingkan skenario tanpa konflik dagang.
Sebagai perbandingan, proyeksi penjualan tanpa hambatan perdagangan berada di angka 24,6 juta unit.
Sejumlah produsen mobil telah mengambil langkah cepat dalam menghadapi dampak kebijakan ini. Beberapa menghentikan pengiriman kendaraan di pelabuhan, sementara yang lain menunda produksi mobil di luar negeri dan fokus pada lini produksi domestik.
Ford, misalnya, menawarkan diskon harga karyawan kepada semua pembeli hingga 2 Juni sebagai bentuk insentif menghadapi lonjakan harga. Sementara Hyundai memilih tidak menaikkan harga mobilnya untuk sementara waktu, namun menghapus program perawatan gratis sebagai kompensasi.
Situasi ini juga diperkirakan akan mendorong peralihan minat konsumen ke pasar mobil bekas yang masih segar. Jika permintaan meningkat, harga mobil bekas pun bisa meroket, menciptakan kondisi serupa dengan kelangkaan unit kendaraan yang terjadi saat pandemi COVID-19.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UDA)
