Berdasarkan data wholesales Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), penjualan mobil di tahun 2022 mencapai 1.048.040 unit. Sayangnya penjualan turun di tahun 2023 yang hanya mencapai 1.005.802 unit, dan kemudian turun lagi di tahun 2024 yakni 867.723 unit.
Kemudian untuk target penjualan di tahun 2025 diperkirakan di 850.000 unit saja.
Riyanto menyebutkan industri mobil mengalami resesi lantaran penjualan turun dalam dua tahun beruntun. Ironisnya, tahun ini berlaku opsen pajak di beberapa daerah.
Baca Juga: Pro-Kontra Pakai Sealant Anti Bocor, Benarkah Bikin Pelek Keropos? |
“Jadi, ibaratnya industri mobil sudah jatuh tertimpa tangga. Oleh sebab itu, industri mobil, terutama ICE (internal combustion engine) yang stagnan membutuhkan insentif,” kata Riyanto pada Senin (19-5-2025) di Kantor Kementerian Perindustrian Jakarta.
Insentif Bisa Menjadi Solusi Jangka Pendek
Riyanto menyatakan pemberian insentif berkorelasi kuat dengan penjualan. Contohnya, dengan model regresi, penjualan BEV yang mendapatkan insentif 57 persen lebih tinggi dibandingkan yang tidak.Oleh sebab itu, dia mengatakan, waktunya pemerintah memperluas insentif pajak seperti Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) ke mobil ICE, LCGC (low cost green car), hingga hybrid dengan patokan emisi. Sebab, faktanya, emisi BEV berdasarkan metode well to wheel (dari hulu ke hilir) tidak lebih rendah dari hybrid.
Dia yakin, efek insentif LCGC, hybrid electric vehicle (HEV), dan ICE lebih besar ke ekonomi dibandingkan BEV. Saat ini, BEV menghadapi tantangan berupa kecemasan jarak tempuh dan keterbatasan infrastruktur SPKLU.
Baca Juga: GAIKINDO Tekankan, Indonesia Wajib Punya Pabrik Chip Semikonduktor |
Hal ini, kata dia, membuat BEV lebih diburu pemilik mobil kedua dan ketiga, bukan mobil pertama. Sebaliknya, mobil ICE, LCGC, dan HEV berpeluang menjadi mobil pertama, karena tak menghadapi tantangan tersebut.
“Dalam jangka pendek, perlu kebijakan fiskal seperti saat pandemi, entah itu diskon PPN atau PPnBM untuk menyelamatkan industri dari krisis. Hal yang penting adalah harga kendaraan turun,” ungkap dia.
Dalam jangka panjang, dia menyatakan, pemerintah perlu membuat kajian untuk menemukan tarif pajak ideal dari sisi industri dan negara. Intinya, jangan sampai industri dan masyarakat terbebani pajak yang kini 40% lebih. Tarif ini perlu dikurangi.
Dia menilai, mestinya pemerintah tak perlu takut rugi ketika memberikan pajak ke industri mobil. Sebab, dampak ekonomi insentif ini sangat besar.
Baca Juga: Program Pre-Book Mobil Listrik Polytron via E-Commerce |
Hitungan Riyanto, pemberian insentif PPnBM 0% dapat menyumbangkan PDB 0,8% dan tambahan tenega kerja di otomotif 23 ribu dan dalam perekonomian (multiplier) 47 ribu orang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id