Menurut GAIKINDO, pasar otomotif nasional sejatinya bisa menembus hingga 3 juta unit per tahun, asalkan regulasi mendukung dan pasar mobil bekas bisa dikonversi ke mobil baru.
Potensi tersebut mengacu pada tingginya volume transaksi di pasar mobil bekas yang mencapai sekitar 2 juta unit kendaraan roda empat dalam satu tahun terakhir. Angka ini mencerminkan tingginya kebutuhan dan minat masyarakat terhadap kepemilikan kendaraan namun belum sepenuhnya terserap oleh pasar kendaraan baru.
"Sebenarnya pasar kita 3 juta unit, tetapi dua juta unit berada di pasar mobil bekas. Kalau ini bisa dialihkan ke pasar mobil baru, maka industri akan jauh lebih bergerak. Kita bisa setara dengan pasar otomotif Meksiko," ungkap Sekretaris Umum GAIKINDO, Kukuh Kumara, di kantor Kementerian Perindustrian.
Baca Juga: Mengenal NRKB di STNK dan Apa Fungsinya? |
Menurut Kukuh jika target tersebut bisa dicapai, maka dampaknya akan sangat signifikan terhadap industri otomotif nasional. Perluasan kapasitas produksi akan menjadi keniscayaan, baik melalui ekspansi pabrik yang sudah ada maupun pembangunan fasilitas baru.
“Setiap tambahan satu tenaga kerja di sektor otomotif bisa menciptakan efek berganda untuk dua orang lainnya. Industri ini punya daya ungkit besar terhadap sektor manufaktur secara keseluruhan,” kata Kukuh.
Gaikindo Usulkan Pajak Kendaraan Ditinjau Ulang
Namun, untuk mencapai potensi pasar tersebut, Gaikindo menilai diperlukan evaluasi terhadap sistem perpajakan kendaraan bermotor di Indonesia. Kukuh menyoroti tingginya beban pajak yang membuat daya beli masyarakat terhadap mobil baru melemah.“Di Indonesia, pajak dapat mencapai hingga 50 persen dari harga mobil, sementara Malaysia hanya sekitar 30 persen meski pendapatan per kapita mereka lebih tinggi. Ini jelas menjadi penghalang dalam mendorong pertumbuhan pasar,” kata dia.
Baca Juga: Mobil Berisik saat Berbelok Pelan? Cek Tensioner dan V-Belt |
Kukuh pun mengusulkan pemerintah agar meninjau kembali kebijakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), terutama untuk mobil dengan harga menengah yang kini telah menjadi kebutuhan masyarakat dalam menunjang aktivitas ekonomi.
"Karena mobil ini bukan lagi barang mewah. Misalnya, jenis-jenis mobil yang (harganya) Rp 300 juta atau di bawah Rp 400 juta itu sudah menjadi bagian dari hidupnya, karena dipakai untuk mencari nafkah," ujar Kukuh.
"Jadi, saatnya kami mengevaluasi masih layakkah menimpakan pajak pertambahan nilai barang mewah untuk mobil tertentu," tambahnya.
Di sisi lain, Gaikindo juga mengingatkan pentingnya kebijakan otomotif jangka panjang yang fleksibel dan tidak mengunci diri pada satu teknologi kendaraan saja. Menurut Kukuh, semua jenis kendaraan, dari ICE, hybrid, BEV, hingga LCGC, memiliki peran penting dalam transisi menuju kendaraan rendah emisi.
Baca Juga: Hindari Tersesat, Begini Cara Pakai Sistem Navigasi Peugeot |
“Teknologi mobil terus berkembang. Saat ini, mobil hybrid tengah naik daun di China. Karena itu, kebijakan harus adaptif dan mampu mengakomodasi berbagai jenis teknologi,” jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News