Jakarta: Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) mendorong pemerintah memberikan insentif dan melakukan restrukturisasi pajak guna memperkuat industri otomotif nasional yang tengah melambat. Sekretaris GAIKINDO, Kukuh Kumara, mengatakan perlambatan penjualan kendaraan hingga Juli 2025 perlu dijawab dengan strategi berlapis, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
"Kami melihatnya ada dua tahapan yang harus dilakukan untuk memperkuat, sebagai penyemangat di industri otomotif, yaitu insentif dan restrukturisasi pajak," kata Kukuh ketika dihubungi ANTARA.
Data GAIKINDO mencatat total penjualan mobil wholesales sepanjang Januari–Juli 2025 mencapai 435.390 unit. Meski demikian, asosiasi tetap optimistis target penjualan 900 ribu unit pada akhir tahun dapat tercapai.
Kukuh menjelaskan penjualan pada Juli menunjukkan perbaikan dibanding bulan sebelumnya, ditambah momentum pameran otomotif GAIKINDO Indonesia International Auto Show (GIIAS) yang memberi dampak positif.
Menurutnya, solusi jangka pendek yang bisa dilakukan adalah pemberian insentif untuk mendorong daya beli masyarakat. Ia mencontohkan Malaysia yang tetap memberikan insentif otomotif pascapandemi sehingga penjualan mobil pada 2024 menembus 816.747 unit dan menyalip Thailand sebagai pasar terbesar kedua di ASEAN.
“Itu yang harus dijaga. Indonesia masih nomor satu, tapi jangan dianggap remeh. Kita harus menyikapi dengan langkah yang pas agar industri tetap lebih baik,” ujarnya.
Untuk jangka panjang, GAIKINDO menekankan pentingnya restrukturisasi pajak kendaraan bermotor yang dinilai terlalu tinggi. Menurut Kukuh, banyaknya pungutan membuat harga mobil baru sulit bersaing dengan mobil bekas.
Padahal, dari sekitar 3 juta transaksi kendaraan per tahun, dua juta di antaranya berasal dari mobil bekas yang minim kontribusi terhadap industri otomotif nasional.
“Kalau sebagian pasar mobil bekas bisa dialihkan ke mobil baru, pasar mobil baru bisa tumbuh menjadi 2 hingga 3 juta unit per tahun. Dampaknya industri komponen, investasi, dan lapangan kerja akan berkembang pesat,” jelasnya.
Lebih lanjut, Kukuh menekankan konsistensi kebijakan otomotif nasional hingga 20–30 tahun ke depan. Dengan arah yang jelas, baik untuk kendaraan konvensional, hybrid, maupun listrik, Indonesia diyakini tetap menjadi pasar yang menarik bagi investor global.
"Jadi seluruh jenis kendaraan bisa tumbuh di Indonesia, asalkan ada kebijakan yang konsisten, nggak diganggu. Yang perlu ditekankan juga Indonesia itu sudah swasembada, mobil apa saja bisa dibuat di sini," katanya.
Jakarta: Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (
GAIKINDO) mendorong pemerintah memberikan insentif dan melakukan restrukturisasi pajak guna memperkuat
industri otomotif nasional yang tengah melambat. Sekretaris GAIKINDO, Kukuh Kumara, mengatakan perlambatan penjualan kendaraan hingga Juli 2025 perlu dijawab dengan strategi berlapis, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
"Kami melihatnya ada dua tahapan yang harus dilakukan untuk memperkuat, sebagai penyemangat di industri otomotif, yaitu insentif dan restrukturisasi pajak," kata Kukuh ketika dihubungi ANTARA.
Data GAIKINDO mencatat total penjualan mobil wholesales sepanjang Januari–Juli 2025 mencapai 435.390 unit. Meski demikian, asosiasi tetap optimistis target penjualan 900 ribu unit pada akhir tahun dapat tercapai.
Kukuh menjelaskan penjualan pada Juli menunjukkan perbaikan dibanding bulan sebelumnya, ditambah momentum pameran otomotif GAIKINDO Indonesia International Auto Show (GIIAS) yang memberi dampak positif.
Menurutnya, solusi jangka pendek yang bisa dilakukan adalah pemberian insentif untuk mendorong daya beli masyarakat. Ia mencontohkan Malaysia yang tetap memberikan insentif otomotif pascapandemi sehingga penjualan mobil pada 2024 menembus 816.747 unit dan menyalip Thailand sebagai pasar terbesar kedua di ASEAN.
“Itu yang harus dijaga. Indonesia masih nomor satu, tapi jangan dianggap remeh. Kita harus menyikapi dengan langkah yang pas agar industri tetap lebih baik,” ujarnya.
Untuk jangka panjang, GAIKINDO menekankan pentingnya restrukturisasi pajak kendaraan bermotor yang dinilai terlalu tinggi. Menurut Kukuh, banyaknya pungutan membuat harga mobil baru sulit bersaing dengan mobil bekas.
Padahal, dari sekitar 3 juta transaksi kendaraan per tahun, dua juta di antaranya berasal dari mobil bekas yang minim kontribusi terhadap industri otomotif nasional.
“Kalau sebagian pasar mobil bekas bisa dialihkan ke mobil baru, pasar mobil baru bisa tumbuh menjadi 2 hingga 3 juta unit per tahun. Dampaknya industri komponen, investasi, dan lapangan kerja akan berkembang pesat,” jelasnya.
Lebih lanjut, Kukuh menekankan konsistensi kebijakan otomotif nasional hingga 20–30 tahun ke depan. Dengan arah yang jelas, baik untuk kendaraan konvensional, hybrid, maupun listrik, Indonesia diyakini tetap menjadi pasar yang menarik bagi investor global.
"Jadi seluruh jenis kendaraan bisa tumbuh di Indonesia, asalkan ada kebijakan yang konsisten, nggak diganggu. Yang perlu ditekankan juga Indonesia itu sudah swasembada, mobil apa saja bisa dibuat di sini," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(UDA)