Personel The Lantis ternyata punya ragam hobi jika bicara soal kendaraan impian. AG-Alun
Personel The Lantis ternyata punya ragam hobi jika bicara soal kendaraan impian. AG-Alun

The Lantis: Antara Kendaraan Listrik, Mobil Klasik dan Motor Matik di Lampu Merah

Ahmad Garuda • 02 September 2024 11:22
Jakarta - Mengomentari perkembangan ekosistem kendaraan elektrifikasi di tanah air. Grup musik The Lantis yang popular dengan salah satu lagunya, yang berjudul Lampu Merah, mencoba menyikapinya dari sudut pandang mereka.
 
Ditemui di ruang Digital Hub “Musik Medcom”, Jumat (30/8/2024) sore. Band yang terdiri dari 4 personel, yaitu Giri Virandi (bass dan vocal), Ravi Rinaldy (gitar dan vocal), Rifki Dzaky Fauzan (gitar), serta Risyad Fabrian, (drum) yang kebetulan tidak hadir, berkenan diajak sedikit bincang santai sore hari. Mengobrol seputar dunia otomotif di Indonesia, salah satunya tentang kendaraan listrik.
 
Sebagai pembuka, Ravi mengatakan, berbekal ilmu yang diperolehnya dari bangku kuliah yang kebetulan di salah satu universitas milik BUMN, bicara elektrifikasi mungkin terkait energi terbarukan. Namun menurutnya, semasa kuliah dia banyak melakukan penelitian seputar energi terbarukan. Namun nyatanya tak sesuai apa yang ditargetkan.

“Kalau kita mau pindah ke ranah elektrifikasi, supaya lebih ramah lingkungan, harus benar-benar totalitas. Dilihat dulu misalnya sektor Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) nya, pabrik-pabriknya, apakah tetap menghasilkan CO2 atau tidak? Jangan-jangan malah lebih banyak. Tetapi secara kemasan, kendaraan listrik memang menarik, tinggal bagaimana menyiapkannya saja,” ungkap Ravi.
 
Baca Juga:
Engine Brake: Pengertian, Cara Kerja, dan Cara Melakukannya di Mobil

 
Sementara Dzaky Fauzan yang akrab disapa Ozan menambahkan, walaupun dia masih memakai mobil berbahan bakar minyak, tapi melihat konten-konten di media sosial yang banyak bercerita mobil listrik lebih irit, dan ramah lingkungan. Dia pun merasa tertarik. “Apalagi kalau naik mobil listrik, bebas ganjil-genap ya kan?” imbuhnya.
 
Kendati Ravi kembali melanjutkan, dia juga melihat dari beberapa video, apabila mobil listrik bermasalah, maka suku cadangnya masih mengambil dari luar, alias import. Karena ketersediaan suku cadangnya masih susah di sini. “Otomatis ya biayanya jadi lebih mahal lagi,” tukasnya.
 
Giri mencoba menyela di tengah perbincangan, dengan menanyakan apakah dari sisi lokasi pengecasan daya baterai mobil listrik, apakah sudah cukup memadai atau belum? “Sebenarnya mungkin sudah di arah yang benar, terkait ekosistem kendaraan elektrifikasi. Tinggal dibenahi saja apa yang seharusnya bisa dioptimalkan,” sergahnya.
 
Selain ranah elektrifikasi, Giri juga mengaku senang bila melihat kendaraan klasik dan retro. “Sebagai tampilan aja sih. Tapi kalau buat dipakai pribadi, tetap pilih mobil-mobil modern,” akunya. Sedangkan Ravi yang menggunakan motor Honda Verza, sebenarnya ingin mengendarai motor klasik dan retro. “Tapi setelah melihat Yamaha Nmax, kok enak kayaknya. Nyaman, tinggal gas langsung ngeeeng,” serunya sambil tertawa.
 
Baca Juga:
Rahmania Astrini: Suka Mobil Listrik, dan Tidak Suka Mobil Ceper!

 
Bagi Ozan, dia mengaku ingin punya mobil retro, seperti VW Kombi. “Cuma gw orangnya suka jorok, kuatir merawatnya gak bisa. Sama sebenarnya, mobil modern juga jorok, gw gak bisa merawatnya,” celotehnya sambil tertawa, yang kembali ditimpali dua rekannya. “Ya memang, biasanya kalau lu ngambil mobil lawas, lebih rewel, banyak jajannya,” kata Ravi menambahi. Oke deh The Lantis, apapun kendaraannya, yang penting tetap jalan, jangan hanya berhenti di Lampu Merah. (Autogear.id/Alun Segoro)
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UDA)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan