Gelar F1 di Mandalika, Cita-Cita atau Petaka?
MetroTV • 24 Maret 2022 07:04
Wacana Indonesia akan menggelar F1 di Sirkuit Mandalika kembali muncul ke permukaan menyusul kesuksesan menghelat balap motor paling bergensi di dunia, MotoGP, 18-20 Maret lalu. Momentum keberhasilan ini sepertinya tidak ingin dilewatkan untuk bisa menghelat ajang balap mobil paling bergengsi di dunia.
Terlebih tajuk tersebut pernah disampaikan oleh Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia (IMI) Pusat, Bambang Soesatyo, pada Oktober tahun lalu. Apabila penyelenggaraan MotoGP berjalan dengan sukses, kemungkinan besar Sirkuit Mandalika nantinya akan diproyeksikan untuk menggelar balapan 'jet darat' Formula 1.
Hal ini pun selaras dengan keinginan Presiden Joko Widodo. Bamsoet mengaku kalau Presiden pernah menyampaikan langsung keinginannya agar Sirkuit Mandalika juga bisa ikut menjadi tuan rumah balap F1.
Baca Juga:
Selain MotoGP, Motor Listrik Mahasiswa Nongol Di Sirkuit Mandalika
"Presiden Jokowi menyampaikan ke saya kalau MotoGP nanti berlangsung dengan baik maka tidak menutup kemungkinan Mandalika akan dijadikan sirkuit Formula 1," kata pria yang akrab disapa Bamsoet itu.
Penyelenggaraan F1 di Mandalika, tentunya tetap bergantung pada banyak aspek. Seperti kesiapan Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika untuk menyesuaikan kriteria dari penyelenggara F1, hingga biaya yang harus dikeluarkan untuk bisa menjadi tuan rumah. Adapun peluang untuk bisa menyelenggarakan balapan F1 diperkirakan bisa terwujud pada tahun 2024 mendatang.
Royalti F1 Lebih Mahal Dari MotoGP, Realistiskah?
Jika nantinya Indonesia dan Federation Internationale de l'Automobile (FIA) menyetujui gelaran F1 dilangsungkan di Sirkuit Mandalika pada 2024, penyelenggara harus siap merogoh kocek hingga Rp1 triliun dalam sekali menggelar ajang balap Formula 1. Bagaimana rincian perhitungan angka yang sangat fantastis ini?
Meski nilai kontrak alias commitment fee F1 bersifat rahasia dan berbeda-beda, dikutip dari Forbes, dalam sekali menggelar balapan F1 rata-rata promotor balapan harus menggelontorkan dana sebesar US$ 40 juta atau sekitar Rp575 miliar untuk menggelar satu kali balap. Biaya ini belum termasuk anggaran untuk penyelenggaraan tiga hari balapan ditambah persiapan lainnya, totalnya bisa mencapai Rp 1 trilliun.
Sebagai salah satu gambaran di wilayah Asia Tenggara adalah Vietnam. Negara dengan ibukota Hanoi ini tercatat sempat ingin menggelar balapan F1 pada 2020 dengan kontrak sebesar US$ 42,9 juta atau setara Rp. 587 miliar. Meski pada akhirnya Grand Prix Vietnam batal dihelat akibat pandemi Covid-19 dan isu korupsi disana.
Adapun negara-negara lainnya seperti, Rusia, Azerbaijan, Bahrain dan Uni Emirat Arab diketahui harus membayar commitment fee lebih besar, yakni Rp821 miliar sekali balapan dan tiap tahunnya mengalami kenaikan.
Baca Juga:
All New Honda HR-V, Ada Varian RS Bermesin Turbo
Fakta ini diakui oleh Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Zulkieflimansyah, yang menyebut untuk menjadi tuan rumah balapan F1, dibutuhkan biaya yang sangat besar. Zulkiefli tidak bisa menyebutkan berapa besaran yang harus digelontorkan, karena yang mengeluarkanya adalah pemerintah pusat sendiri sama seperti MotoGP.
Diluar itu, Gubernur mengaku bahwa Sirkuit Mandalika sudah mendapatkan dukungan dari pemerintah pusat sebagai tuan rumah F1. Tinggal nanti bagaimana pembahasan kontrak dengan pihak FIA. “Commitment fee-nya yang besar, lebih mahal dari MotoGP. Kita tidak tahu pasti berapa besarannya, karena itu negera yang akan mengeluarkan. Ya kalau dihitung dari penyelengaraan nggak mungkin dengan uang tiket bisa menutupi,” tandas gubernur, saat diwawancarai (15/2) lalu.
Dalam penyelenggaraan MotoGP Mandalika, uang yang dibayarkan ke Dorna selaku promotor berjumlah 9 juta Euro (Rp 146 miliar), sementara untuk gelaran WSBK bahkan hanya sekitar Rp 49 miliar. Apabila ditambah biaya penyelenggaraan, jumlahnya tentu tak akan sebesar F1.
Bikin Gelaran F1, Kerugian Besar Menanti?
Melihat besarnya biaya yang dikeluarkan untuk mendatangkan pembalap-pembalap nomor satu di dunia, merupakan hal yang lumrah jika beberapa negara Asia mengundurkan diri dari ajang balap bergengsi ini.
Tercatat, ada negara Korea Selatan yang hanya berhasil menyelenggarakan tiga kali gelaran F1 pada tahun 2010 - 2013, padahal mereka sudah menandatangani kontrak dengan FIA untuk menggelar balapan hingga 2021. Usai gelaran F1 pada 2013, Korsel akhirnya mundur, dengan alasan tidak mendapatkan keuntungan.
Kemudian, di balik keberhasilan India yang sanggup menggelar F1 pada rentang 2011 hingga 2013, ternyata negara tersebut sempat terlilit hutang sebesar US$ 51,4 juta atau setara Rp. 740 miliar akibat memaksakan menggelar Grand Prix di tahun 2013. Sekedar informasi, dari beberapa negara yang menghadirkan balapan F1 tersebut, rata-rata menggunakan dana negara.
Baca Juga:
PLN Punya Paket Khusus untuk Pemilik Mobil Listrik, Diskon 30%
Terkini, pada 2017 negara tetangga kita, Malaysia memutuskan untuk berhenti menyelenggarakan balap F1, setelah pemerintah mengakhiri kontrak sebagai tuan rumah. Keputusan itu dibuat karena penurunan pendapatan yang signifikan sejak Malaysia menggelar balap F1 pada tahun 1999. Tidak hanya soal biaya pengeluaran, diakui balap mobil paling bergengsi didunia tersebut sudah tidak lagi memiliki pamor yang cukup kuat di negeri jiran.
Namun, di kawasan Asia Tenggara, Singapura bisa menjadi contoh sukses negara yang berhasil mendongrak pariwisata lewat F1. Diwartakan The Straits Times, biaya penyelenggaraan F1 di Singapura setiap tahunnya mencapai 135 juta dolar AS atau Rp 1,9 triliun. Semenjak digelar sejak 2008, Singapura berhasil meraup pendapatan Rp 1,5 miliar dolar AS (Rp 21,5 triliun) yang dijadikan penerimaan di sektor pariwisata.
Memang, dalam pelaksanaannya penyelenggaraan Formula 1 bertujuan sebagai promosi di Indonesia, terutama branding bagi pariwisata Lombok. Namun apakah nanti cukup mampu mendatangkan keuntungan. Melihat kegagalan dan kerugian negara-negara berkembang di Asia sebelumnya dalam menggelar balapan termahal sejagad ini.
Dengan pamor balap Formula 1 yang masih kalah dari MotoGP, masih perlukah meneruskan keinginan untuk mendatangkan Lewis Hamilton dan pembalap F1 lainya untuk uji kecepatan di Mandalika? (StoryBuilder: Narendra WK)
Bikin Gelaran F1, Kerugian Besar Menanti?
Melihat besarnya biaya yang dikeluarkan untuk mendatangkan pembalap-pembalap nomor satu di dunia, merupakan hal yang lumrah jika beberapa negara Asia mengundurkan diri dari ajang balap bergengsi ini.
Tercatat, ada negara Korea Selatan yang hanya berhasil menyelenggarakan tiga kali gelaran F1 pada tahun 2010 - 2013, padahal mereka sudah menandatangani kontrak dengan FIA untuk menggelar balapan hingga 2021. Usai gelaran F1 pada 2013, Korsel akhirnya mundur, dengan alasan tidak mendapatkan keuntungan.
Kemudian, di balik keberhasilan India yang sanggup menggelar F1 pada rentang 2011 hingga 2013, ternyata negara tersebut sempat terlilit hutang sebesar US$ 51,4 juta atau setara Rp. 740 miliar akibat memaksakan menggelar Grand Prix di tahun 2013. Sekedar informasi, dari beberapa negara yang menghadirkan balapan F1 tersebut, rata-rata menggunakan dana negara.
Baca Juga:
PLN Punya Paket Khusus untuk Pemilik Mobil Listrik, Diskon 30%
Terkini, pada 2017 negara tetangga kita, Malaysia memutuskan untuk berhenti menyelenggarakan balap F1, setelah pemerintah mengakhiri kontrak sebagai tuan rumah. Keputusan itu dibuat karena penurunan pendapatan yang signifikan sejak Malaysia menggelar balap F1 pada tahun 1999. Tidak hanya soal biaya pengeluaran, diakui balap mobil paling bergengsi didunia tersebut sudah tidak lagi memiliki pamor yang cukup kuat di negeri jiran.
Namun, di kawasan Asia Tenggara, Singapura bisa menjadi contoh sukses negara yang berhasil mendongrak pariwisata lewat F1. Diwartakan The Straits Times, biaya penyelenggaraan F1 di Singapura setiap tahunnya mencapai 135 juta dolar AS atau Rp 1,9 triliun. Semenjak digelar sejak 2008, Singapura berhasil meraup pendapatan Rp 1,5 miliar dolar AS (Rp 21,5 triliun) yang dijadikan penerimaan di sektor pariwisata.
Memang, dalam pelaksanaannya penyelenggaraan Formula 1 bertujuan sebagai promosi di Indonesia, terutama branding bagi pariwisata Lombok. Namun apakah nanti cukup mampu mendatangkan keuntungan. Melihat kegagalan dan kerugian negara-negara berkembang di Asia sebelumnya dalam menggelar balapan termahal sejagad ini.
Dengan pamor balap Formula 1 yang masih kalah dari MotoGP, masih perlukah meneruskan keinginan untuk mendatangkan Lewis Hamilton dan pembalap F1 lainya untuk uji kecepatan di Mandalika?
(StoryBuilder: Narendra WK) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UDA)