Produsen Otomotif Harus Bangun SPKLU, Jangan Cuma Andalkan Pemerintah

Jakarta: Pembangunan infrastruktur Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) dinilai tidak bisa hanya dibebankan kepada pemerintah atau PLN. Pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Pasaribu, menegaskan produsen kendaraan listrik juga memiliki tanggung jawab besar dalam mempercepat pertumbuhan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia. “Tanggung jawab produsen EV seyogianya tak berhenti pada sekadar jualan mobil; percepatan adopsi di Indonesia menuntut keterlibatan aktif membangun infrastruktur SPKLU,” kata Yannes Martinus Pasaribu kepada Antara. Yannes menyebut keberadaan SPKLU yang tersebar luas sangat penting untuk menghilangkan kekhawatiran pengguna kendaraan listrik terhadap jarak tempuh atau range anxiety. Dengan SPKLU yang mudah diakses, kepercayaan masyarakat terhadap kendaraan listrik akan meningkat secara signifikan.   “Ketersediaan SPKLU adalah kunci mengatasi range anxiety dan meraih kepercayaan konsumen, sehingga produsen tidak bisa sekadar mengandalkan pemerintah atau PLN,” ujarnya. Lebih lanjut, Yannes juga menekankan pentingnya regulasi yang mendukung, termasuk perizinan yang mudah dan insentif yang menarik untuk investasi. Ia juga menyoroti kebutuhan akan standarisasi konektor antara mobil dan charger, sistem komunikasi back-end, serta sistem pembayaran yang praktis agar pengisian daya lebih efisien dan mudah diakses masyarakat. Untuk pengisian daya di rumah, Yannes menyatakan, prosedur pemasangan dari PLN sejauh ini tidak memberatkan. Bahkan hal ini berpotensi menjadi sumber pendapatan tetap bagi PLN, mengingat mayoritas pengisian daya dilakukan pada malam hingga pagi hari.   Saat ini, PLN telah mengoperasikan sekitar 3.588 unit SPKLU di seluruh Indonesia, dan menargetkan akan menambah jumlahnya hingga 5.800 unit pada akhir tahun 2025. Pada musim mudik Lebaran 2025 lalu, PLN telah menyiapkan sekitar 1.000 unit SPKLU untuk menunjang perjalanan para pemudik yang menggunakan kendaraan listrik.