Rara Jonggrang merupakan cerita rakyat tentang pembangunan seribu candi hanya dalam semalam oleh Bandung Bondowoso untuk mempersunting pujaan hatinya. Cerita yang jika ditarik benang merah hampir mirip dengan persiapan atlet Indonesia di beberapa nomor cabor atletik Asian Games 2018.
Pada pertandingan di Stadion Utama Gelora Bung Karno Jakarta, nomor estafet 4x400 putra hanya menempati posisi 10 dari 11 negara peserta. Itu pun karena peserta ke-11 yakni Tiongkok didiskualifikasi juri.
Tim estafet putra yang terdiri dari empat pelari hanya mampu mencatatkan waktu 3 menit 14,01 detik. Membuat mereka tak lolos kualifikasi dan terpaut jauh dari Qatar yang meraih catatan waktu 3 menit 06,08 detik di urutan pertama.
Hasil melempem tim estafet putra seolah tercermin dari persiapan yang mereka jalani. Pasalnya, keempat pelari tim estafet Indonesia itu hanya menjalani persiapan kurang dari dua bulan untuk tampil di Asian Games.
"Kita latihan dipanggil hanya 40 hari sebelum Asian Games. Estafet kan persiapannya panjang, minimal enam bulan paling enggak," ujar Heru Astriyanto, salah satu pelari estafet putra Indonesia.
Parahnya lagi, ia mengakui saat persiapan tak pernah berlatih bersama tiga pelari lainnya. Serta tak pernah menjalani try out apalagi mengikuti test event Asian Games di Jakarta Februari lalu.Baca juga: Nihil Medali, Pasangan Diver Putri Tetap Tersenyum
"Sama sekali enggak ada try out, kayaknya hasil ini lebih jelek dari sebelumnya. Kita latihan enggak pernah jadi satu, berkumpul ya menjelang lomba ini," sambung Heru yang menjadi pelari kedua di nomor estafet 4x400 meter putra.
Selain nomor estafet 4x400 meter putra, kisah Rara Jonggrang juga dialami atlet lompat jangkit Agung Wahyudi di Asian Games 2018. Persiapan yang mepet, ditambah debut di level internasional membuatnya hanya menyudahi lomba di posisi buncit dengan lompatan 14,63 meter, terpaut jauh dari atlet India peraih medali emas, Arpinder Singh, dengan lompatan 16,77 meter.
"Ini baru pertama kali ajang internasional bagi saya pribadi. Saya ditunjuk PB PASI (Federasi Atetik Indonesia) mewakili senior-senior, sedangkan saya masih junior sendiri. Asian Games 2018 ini baru pertama kali turun di ajang senior," kata atlet 19 tahun itu.Baca juga: Hanifan Mengaku Spontan 'Menyatukan' Jokowi dan Prabowo
"Saya persiapan sejak Juli akhir, sebulan lah. Mepet, soalnya kan habis kuliah saya langsung dipanggil PB PASI pemusatan latihan di Stadion Madya GBK. Terus berjalan sebulan langsung Asian Games ini. Sebelumnya saya tidak tahu kalau mau ditunjuk, saya kan baru di dunia atletik," sambung mahasiswa semester tiga Universitas Muhammadiyah Surakarta itu.
Beruntung, Wahyu tak langsung menerima beban moril menjadi atlet yang finis di posisi buncit pada debut internasionalnya itu. Menurutnya, para atlet dari negara lain memberikan motivasi baginya untuk bisa berkembang lagi dan mencari jam terbang lebih.
Video: Aksi Menteri Basuki Jadi Fotografer di Asian Games 2018
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News