Maradona meninggal dunia setelah mengalami serangan jantung di rumahnya yang berada di pinggiran Buenos Aires pada Rabu 25 November 2020. Itu terjadi ketika ulang tahunnya yang ke-60 kurang dari satu bulan lagi.
34 tahun silam, Argentina sukses menyingkirkan Inggris dari perempat final Piala Dunia Meksiko karena Maradona mencetak dua gol paling ikonik dalam sejarah sepak bola. Menariknya lagi, sepasang gol tersebut tercipta dalam kurun waktu empat menit.
Gol pertamanya dijuluki sebagai gol tangan tuhan karena dilakukan Maradona yang bertubuh mungil sambil melompat dan meninju bola di depan kiper Inggris Peter Shilton. Alhasil, bola mampu masuk ke gawang yang sudah tidak terjaga.
Gol kedua Maradona berasal dari hasil pergerakan tak terduga dengan berlari seorang diri dan melewati separuh penggawa timnas Inggris. Gol aksi individu itu lantas dikenal sebagai Goal of the Century atau Gol Abad Ini.
"Dia mencetak gol paling terkenal dalam sejarah sepak bola dunia dan juga gol paling ikonik serta fantastis mengingat situasinya," kata Steven yang saat itu turun bertanding menghadapi Maradona di Stadion Azteca kepada Reuters.
"Perempat final Piala Dunia itu berlangsung di ketinggian 9.000 kaki di atas permukaan laut dan dalam suhu di atas 100 derajat Fahrenheit. Bermain dalam kondisi tersebut adalah tantangan tersendiri, namun pada saat Anda menyaksikan level yang dia mainkan adalah mendekati mustahil," tambahnya.
Seluruh bagian timnas Inggris tentu marah dengan cara Maradona mencetak gol pertamanya dan Shilton pun menyatakan tidak akan pernah memaafkan Maradona. Itu pun diamini oleh Steven.
"Dia curang dan lolos begitu saja. Dia tidak pernah terlihat mengakui apa yang telah dia lakukan. Itu membuat kami tersisih dari Piala Dunia dan merasa peluang paling potensial kami telah dirampok," tutur Steven yang merupakan mantan gelandang Everton, Burnley dan Rangers.
"Saya sudah pasti mengaguminya, tetapi tidak tahu apakah menyukai atau membencinya sebagai individu karena tindakannya berimbas kepada Inggris, para pemain dan diri saya sendiri," tambahnya.
Meski begitu, Steven yang kini berusia 57 tahun tidak mau selamanya terjebak dalam rasa kebencian. Dia mengaku perasaan tidak mengenakkan itu sudah makin berkurang seiring jalannya waktu, terlebih ketika Maradona mengembuskan nafas terakhir.
"Anda bisa menganggap Maradona sebagai apa adanya, yakni pesepak bola yang jenius tapi cacat dalam gaya hidup. Meski begitu dalam soal sepak bola, dia luar biasa," ujar Steven.
"Dari semua pemain hebat di seluruh dunia, tak ada yang bisa melakukan sepertinya. Itu (gol tangan tuhan) dilakukan hanya sepersekian detik tetapi dia melewatkan masa 15 tahun sepak bola profesional sambil memenangkan berbagai penghargaan tertinggi," tambahnya.
"Jadi, kita mesti mengingat dia karena prestasi-prestasinya, ketimbang menjadi sangat picik atau terlalu personal akibat kejadian pada Juni 1986 itu (kekalahan timnas Inggris dari Argentina," tutup Steven. (Reuters)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News