ilustrasi.
ilustrasi. ()

Pengadilan tanpa Keadilan

08 Januari 2016 15:02
Muhnur Satyahaprabu, Manager Kebijakan dan Pembelaan Hukum Eksekutif Nasional Walhi
 

PENGADILAN yang seharusnya memberikan rasa keadilan sekarang tidak mampu lagi memenuhinya.
 
Akhir 2015 para pencari keadilan dikagetkan dengan putusan pengadilan yang hampir memutuskan harapan para pejuang keadilan lingkungan hidup.
 
Tiga putusan Hakim itu ialah putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi yang mengizinkan pembangunan pasar modern (mal) tanpa amdal dan izin lingkungan, putusan Pengadilan Negeri Palembang yang meloloskan pembakar hutan, dan terakhir ialah putusan Mahkamah Agung kasus sumber air gemulo Kota Batu yang membungkam perjuangan para pejuang lingkungan hidup. Penulis akan mengulas singkat bagaimana ketiga putusan tersebut berdampak besar terhadap perjuangan menuntut keadilan, khususnya bagi kasus-kasus lingkungan hidup.
 
Kasus pertama di Kota Jambi.
 
Perusahaan drup besar di sektor pasar modern membangun plaza di Kota Jambi.
 
Diketahui, pembangunan itu terjadi sebelum 2014.
 
Organisasi nonpemerintah di Jambi menemukan bukti bahwa pembangunan mal tersebut tanpa dokumen lingkungan maupun izin lingkungan.
 
Setelah melalui desakan yang kuat, akhirnya pemerintah kota menghentikan pembangunan mal tersebut.
 
Putusan Pemkot Jambi digugat di Pengadilan Tata usaha Negara Jambi.
 
Singkatnya gugatan oleh perusahaan dimenangi dan surat keputusan penghentian pembangunan tidak lagi berlaku.
 
Kasus kedua yang santer dibahas di media nasional ialah tentang lolosnya PT BMH dari jeratan hukum gugatan perdata dengan ganti kerugian lingkungan terbesar sepanjang sejarah, yaitu Rp7,8 triliun.
 
Pertimbangannya kurang lebih menyatakan kebakaran hutan tidak berakibat pada kerusakan lingkungan karena lahan bekas kebakaran bisa ditanam kayu kembali.
 
Kasus ketiga ialah yang sudah berjalan sejak 2013 di Pengadilan Malang.
 
Warga kota batu menolak pembangunan hotel yang lokasinya di atas sumber mata air yang menghidupi ribuan orang dan ratusan persawahan kota tersebut.
 
Upaya penolakan warga digugat ke pengadilan Negeri Malang dan putusan gugatan ditolak.
 
Upaya penolakan warga bukanlah perbuatan melawan hukum.
 
Kasus tersebut berlanjut ke Pengadilan Tinggi Surabaya.
 
Dalam putusannya, Pengadilan Tinggi Surabaya menolak permohonan banding dan menguatkan putusan Pengadilan Negeri Malang.
 
Keputusan kedua tingkat pengadilan tersebut ternyata ditolak oleh Mahkamah Agung yang dalam putusannya mengabulkan gugatan perusahaan dan warga yang menolak pembangunan hotel di atas mata air merupakan perbuatan melawan hukum.
 
Ketiga putusan tersebut datang hampir bersamaan pada Desember saat masyarakat disibukkan dengan persiapan liburan panjang, perayaan Natal, dan tahun baru.
 
Ada apa dengan Desember?
 
Apakah benar gosip yang mengatakan bahwa ingin memutus perkara besar dan kontra produktif harus pada Desember saat masyarakat dalam kondisi sibuk?
 
Perlu perjuangan panjang meraih keadilan.
 
Jalan terjal seakan silih berganti datang bagi para pejuang lingkungan hidup.
 
Mulai regulasi yang tidak berpihak pada lingkungan, putusan pengadilan yang meloloskan penjahat lingkungan, sampai pada ancaman dan proses pemidanaan yang dipaksakan.
 
Belum lagi dominasi kekuatan korporasi yang hadir hampir di seluruh urat nadi birokrasi merupakan tantangan besar bagi korban dan para pejuang lingkungan hidup.
 
Langkah hukum
 
Gerakan sosial lingkungan hidup gugatan hukum merupakan upaya terakhir ketika langkah yang lain tidak efektif lagi digunakan.
 
Langkah hukum ketika masuk ke pengadilan ialah ada optimisme yang besar pada masyarakat korban bahwa pengadilan mampu memberikan keadilan esensial atau keadilan substantif atas derita yang mereka rasakan.
 
Saat ini fakta menunjukkan sebaliknya.
 
Pengadilan sebagai rumah pencari keadilan tidak ramah lagi pada korban dan para pejuang lingkungan.
 
Penegakan hukum lingkungan kembali ke jalan sunyi dan cenderung dimatisurikan, sedangkan pemerintah masih saja setengah hati dan menyembunyikan para penjahat lingkungan.
 
Keadilan akan terus dicari dengan berbagai cara oleh korban dan para pejuang lingkungan.
 
Jika keadilan tidak mungkin lagi didapat di ruang-ruang pengadilan, mungkin rakyat akan memperoleh dengan caranya sendiri.
 
Ini peringatan bagi lembaga peradilan yang seharusnya sensitif terhadap rasa adil itu sendiri.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Oase kabut asap

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif