PENJARA semestinya bukan cuma tempat pemenjaraan, melainkan lebih penting lagi tempat penjeraan. Akan tetapi, aneh dan ajaib pula, penjara justru menjadi tempat persemaian kejahatan berlipat-lipat.
Itulah yang terjadi di Rumah Tahanan Malabero, Kota Bengkulu, akhir pekan lalu. Para tahanan di sana melakukan kejahatan berlipat, yakni mengedarkan narkoba dan melawan petugas Badan Narkotika Nasional (BNN) yang hendak menggeladah mereka hingga memantik kerusuhan yang menyebabkan rutan terbakar.
Persoalan narkoba di penjara terus terjadi seperti tak bisa diberantas tuntas. Padahal, pengungkapan narkoba di penjara telah dilakukan sejak 2012. Kepolisian dan BNN telah mengungkap jaringan peredaran narkoba yang beroperasi di balik jeruji besi, mulai di LP Nusakambangan, Cilacap, Jateng, hingga LP Kerobokan, Badung, Bali, dan teranyar di Rutan Malabero.
Freddy Budiman, bandar narkoba yang telah divonis mati pengadilan, ternyata masih bisa mendapatkan sejumlah fasilitas istimewa di dalam penjara. Ia masih dapat berpesta sabu, berkencan dengan sejumlah perempuan, bahkan mengendalikan bisnis narkobanya dari dalam penjara. Di LP Narkoba Nusakambangan, Cilacap, napi Hartoni Jaya bisa leluasa mengendalikan bisnis barang haram itu.
Penjara bukan tempat liar tanpa pengawasan. Semestinya tidak sulit mendeteksi peredaran narkoba dan kejahatan lainnya. Semua terkontrol, dipagari tembok serupa benteng. Kegiatan penghuninya terbatas, tidak bisa sembarangan keluar-masuk dan mesti melewati berlapis pemeriksaan.
Bahkan, kamera pengawas dipasang di tiap sudut penjara. Tidak sekadar terkoneksi ke server di LP, kamera pengawas itu bisa diakses realtime lewat telepon seluler Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Menteri Yasonna yang bisa mengakses seluruh CCTV yang terpasang di LP hanya lewat sentuhan jarinya pun masih kecolongan.
Oleh karena itu, sulit mengabaikan begitu saja peran para petugas LP dalam menyuburkan bisnis narkoba dan kejahatan lainnya di balik penjara. Jangan salahkan bila orang menyebut betapa bobroknya pengelolaan penjara kita.
Kita meragukan peredaran narkoba dan bisnis gelap lainnya dapat diberantas tuntas bila pengelolaan penjara bobrok begitu. Alih-alih bisa dibersihkan, dengan pengelolaan yang begitu bobrok, penjara justru bisa menjadi tempat paling aman untuk berbisnis narkoba.
Terpenting bukanlah memasang CCTV dan segala perangkat canggih lainnya, melainkan membentuk integritas petugas LP dan rutan yang tangguh, yang memiliki integritas tinggi, tidak mudah kompromi, dan menolak segala bentuk transaksi.
Jajaran Dirjen Pemasyarakatan Kemenkum dan HAM harus menjadi yang terdepan memberantas peredaran narkoba di penjara. Tidak boleh lagi ada upaya menghalangi aparat BNN dan kepolisian saat mereka akan melakukan razia.
Berkedok urusan tetek bengek administrasi, petugas LP diduga mempersulit upaya represif yang dilakukan BNN dan Polri. Cara-cara seperti itu jelas memberi waktu bagi jaringan narkoba menyembunyikan barang bukti.
Pembelaan Kemenkum dan HAM terus disampaikan dan nadanya pun masih sama, sama-sama basi. Mulai dari LP yang melebihi kapasitas, gaji sipir yang kecil, serta rasio antara jumlah sipir dan terpidana.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly perlu mengambil kebijakan tangan besi. Hukuman tegas dan lebih berat harus dijatuhkan kepada sipir atau petugas LP yang terlibat dalam jaringan peredaran narkotika, demi memastikan sistem lembaga pemasyarakatan berjalan baik sebagai elemen vital dari sistem penegakan hukum itu sendiri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
