Kekompakan ialah syarat mutlak, tak bisa ditawar. Sebagai anak buah kapal, para menteri harus seiring sejalan di garis yang telah digoreskan presiden sebagai nakhoda.Ketika mereka kompak, tugas dan tanggung jawab untuk menyejahterakan rakyat akan lebih mudah ditunaikan.
Syarat itu amatlah mendasar dan siapa pun, apalagi para menteri yang punya kapasitas intelektual tinggi, pasti memahami. Sayangnya, fakta yang terjadi tak sepenuhnya merefleksikan sesuatu yang ideal itu. Bagi sebagian anggota Kabinet Kerja di bawah nakhoda Presiden Joko Widodo, kekompakan masih sebatas pemahaman, tapi sulit diterapkan.
Satu tahun sudah usia pemerintahan Jokowi-JK, tetapi kekompakan kabinet masih saja jadi persoalan. Publik disuguhi drama memprihatinkan ketika ada menteri mengkritik kebijakan menteri lain. Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli, sang pengkritik itu, bahkan bersuara sumbang atas program listrik 35 ribu megawatt yang dicanangkan pemerintah.
Rizal juga menabuh kegaduhan dengan `mengepret' Dirut Pelindo II RJ Lino soal Pelabuhan Tanjung Priok. Pun Rizal beradu mulut di media dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said ihwal perpanjangan kontrak PT Freeport. Bahkan, Rizal bersuara sumbang terhadap Wakil Presiden Jusuf Kalla. Mungkin hanya di Republik ini ada menteri yang terang-terangan menentang wapres yang secara hierarki berada di atasnya. Belum cukup, kegaduhan baru terpampang ketika Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengkritik Peraturan Menteri Perdagangan No 87/2015 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu. Susi menilai permendag itu mengancam industri nasional dan menurunkan daya saing produk dalam negeri, termasuk komoditas perikanan.
Kita amat prihatin kega duhan yang tak perlu itu terus saja menyesaki ruang publik.Kegaduhan itu jelas dan tegas memperlihatkan buruknya koordinasi internal Kabinet Kerja. Ia menjadi antitesis dari syarat utama sebuah pemerintahan yang efektif demi mewujudkan harapan dan keinginan rakyat, yakni soliditas.
Wajar jika kemudian Presiden Jokowi kembali meminta semua menterinya tidak memantik perang kata di hadapan rakyat. Ia meminta para pembantunya mendukung surat edaran atau peraturan menteri yang dibuat semua kementerian atau lembaga. Ia juga mengharuskan semua surat edaran atau peraturan menteri dibahas lebih dulu dalam sidang atau rapat kabinet sebelum diputuskan.
Jokowi menegaskan pula, dirinya membuka ruang seluasluasnya bagi seluruh menteri untuk beda suara dalam pembahasan kebijakan di sidang atau rapat kabinet. Itulah arena untuk bersilang pendapat, dan ketika kebijakan sudah disepakati, seluruh menteri wajib satu suara. Tak boleh ada lagi bunyi tidak setuju yang diumbar di ruang publik.
Permintaan Presiden itu tidaklah berlebihan dan memang sudah sepatutnya dikemukakan. Kita mendukung karena dilihat dari sisi mana pun, tidak pantas seorang menteri mengkritik menteri lain secara terbuka di hadapan umum.
Kita mengingatkan kepada seluruh menteri bahwa tugas Anda ialah membantu Presiden untuk membawa bangsa ini menuju kehidupan yang lebih baik. Baju Anda seragam, yakni baju pengabdian, bukan baju kepentingan sehingga tak sepatutnya saling menyalahkan, apalagi saling menjatuhkan.
Kita juga mendesak kepada Presiden Jokowi untuk memastikan kabinetnya kompak sekaligus membuktikan kabinetnya bukan kabinet gaduh. Tanpa kekompakan, jangan harap pemerintah bisa bekerja optimal untuk menyejahterakan rakyat.