Patuh Rambu Menumpas Terorisme
Patuh Rambu Menumpas Terorisme ()

Patuh Rambu Menumpas Terorisme

13 April 2016 08:34
ANCAMAN terorisme termasuk ancaman yang luar biasa. Dari sudut mana pun, jelas, terorisme pantang dipandang ringan. Karena itu, seperti juga kejahatan korupsi dan narkoba, terorisme mesti ditangani pula dengan cara-cara yang luar biasa.
 
Namun, penanganan luar biasa tentu bukan dalam arti boleh serampangan. Semua yang terlibat dalam upaya pemberantasan terorisme mesti sadar bahwa di balik sikap tanpa kompromi kepada pelaku teror yang mesti dipegang teguh, mereka tak boleh berlaku overdosis, apalagi overacting.
 
Penanganan terorisme harus betul-betul dilakukan sesuai dengan standar dan prosedur sehingga tidak berujung pada pengebirian hak asasi manusia. Tak ada tempat bagi kelalaian, keteledoran, terlebih lagi kesengajaan yang justru akan membuat proses penanggulangan teror itu terdistorsi.
 
Inilah pelajaran yang hendaknya dapat diambil dari kasus penangkapan Siyono oleh Detasemen Khusus 88 Antiteror yang berakhir dengan kematian terduga teroris tersebut. Dalam peristiwa itu ada dugaan kuat bahwa polisi telah melakukan tindakan yang berlebihan, tidak taat prosedur, dan lebih mengedepankan kekerasan. Setidaknya itu tergambar dari hasil autopsi terhadap jenazah Siyono yang dilakukan tim forensik Fakultas Kedokteran UMY dan Polri atas inisiatif Muhammadiyah. Hasil autopsi itu mengungkap bahwa kematian Siyono diakibatkan benda tumpul yang dibenturkan ke rongga dada. Bahkan, ada lima tulang iga dan satu tulang dada Siyono patah akibat benturan benda tumpul tersebut.
 
Fakta-fakta temuan autopsi itulah yang sebelumnya tak diungkap kepolisian, yang belakangan terkuak karena mereka memang tidak melakukan autopsi. Semakin aneh lagi ketika polisi justru terkesan ingin menyembunyikan kejanggalan-kejanggalan di balik kematian Siyono dengan memberikan uang Rp100 juta kepada istri Siyono, Suratmi.
 
Dengan segala kelebihan dan kekurangan mereka, selama ini Densus 88 sejatinya cukup dipercaya publik dalam jejak dan langkah penanganan terorisme. Tak sedikit pula pujian dan apresiasi yang dialirkan kepada detasemen tersebut karena berhasil menumpas sejumlah jaringan kuat teroris di Tanah Air.
 
Karena itu, publik amat menyayangkan bila kini si ujung tombak tersebut malah terjebak dalam tindakan yang kontraproduktif terhadap semangat pemberantasan terorisme. Polisi mestinya patuh dengan rambu, tak boleh mereka menanggulangi teror dengan menebar teror.
 
Kini, yang dibutuhkan publik ialah kesediaan Polri mengakhiri spekulasi dengan membuka seterang-terangnya kasus kematian Siyono. Itu harus dilakukan supaya rakyat tak lagi memperlebar dugaan dan memperpanjang spekulasi.
 
Yang tak kalah penting, keterbukaan juga amat diperlukan demi menjaga kredibilitas polisi, khususnya Densus 88, demi masa depan upaya pemberantasan terorisme hingga ke akar-akarnya. Publik tidak ingin isu ini malah dibelokkan atau menjadi pembenaran bagi pihak-pihak yang menginginkan Densus 88 dibubarkan yang akan berakibat makin suburnya terorisme di negeri ini.
 
Karena itu, polisi mesti segera memulihkan nama. Keterangan Propam Mabes Polri yang sudah memeriksa tujuh anggota Densus 88 terkait dengan kematian Siyono kita apresiasi sebagai respons cepat Polri menjawab tekanan publik. Namun, itu saja tentu belum cukup.
 
Kita berharap ada hukuman setimpal bagi yang terbukti bersalah. Inilah salah satu cara yang mesti dilakukan polisi untuk melokalisasi kasus tersebut agar jangan dimanfaatkan mereka yang menargetkan terorisme terus tumbuh di negeri ini.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Oase

TERKAIT
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif