Penanganan akibat bencana gempa Lombok, Nusa Tenggara Barat, menapaki tahapan baru setelah masa tanggap darurat dinyatakan berakhir pada Sabtu (25/8). Semangat untuk mempercepat pemulihan keadaan pun menguat agar para korban bisa secepatnya kembali ke kehidupan normal.
Sudah cukup lama rakyat Lombok dan sekitarnya didera nestapa. Gempa beruntun yang mulai melanda pada 29 Juli lalu amatlah destruktif. Lebih dari 500 orang tewas, puluhan ribu rumah rusak, dan ratusan ribu warga mengungsi akibat bencana tersebut. Para pengungsi yang begitu traumatis hidup seadanya di tenda-tenda karena rumah tak lagi aman ditinggali.
Duka Lombok ialah duka Indonesia. Karena itu, tak cuma pemerintah daerah, pemerintah pusat merasa bertanggung jawab untuk membantu rakyatnya yang tertimpa bencana. Langkah awal sudah dilakukan dengan mengucurkan bantuan bagi korban, langkah lanjutan pun siap dijalankan untuk memulihkan kehidupan.
Tanpa perlu menetapkan status bencana nasional seperti yang diinginkan sebagian kalangan dengan beragam alasan dan kepentingan, pemerintah pusat bertekad menangani bencana gempa Lombok dengan skala nasional.
Presiden Joko Widodo bahkan merasa perlu menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2018 tentang Percepatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Gempa Bumi di Kabupaten Lombok Barat, Lombok Utara, Lombok Tengah, Lombok Timur, Kota Mataram, dan Wilayah Terdampak di Provinsi NTB.
Tak tanggung-tanggung, 19 menteri Kabinet Kerja, mulai Menko Bidang Politik dan Keamanan hingga Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, masuk lingkup yang mendapatkan instruksi tersebut. Belum lagi 12 pemimpin lembaga dan kepala daerah, mulai Panglima TNI, Kapolri, Gubernur NTB, hingga Wali Kota Mataram.
Penerbitan inpres itu ialah wujud nyata dari keseriusan pemerintah dalam menangani bencana gempa Lombok. Sebagai landasan hukum, inpres itu dimaksudkan untuk mempercepat proses rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana. Ia bentuk konkret dari kehadiran negara di kala rakyatnya sedang dirundung duka.
Proses rehabilitasi dan rekonstruksi memang mendesak dilakukan. Kita tentu tak boleh membiarkan ratusan ribu anak bangsa terus hidup di pengungsian, tidur beratapkan tenda, dan makan dari belas kasihan. Mereka ialah orang-orang normal yang mesti segera kembali hidup normal sehingga kondisi harus secepatnya dibuat normal.
Kita menyadari, tidak mudah untuk memulihkan kondisi baik fisik maupun sosial ekonomi dari kerusakan yang begitu masif akibat gempa. Begitu banyak rumah warga dan fasilitas umum yang harus diperbaiki. Tidak sedikit sarana dan prasarana yang luluh lantak. Namun, dengan terbitnya Inpres 5/2018, segala kendala dan persoalan akan lebih mudah diatasi.
Semangat dari inpres itu ialah agar proses rehabilitasi dan rekonstruksi pascagempa Lombok lebih terencana, sistematis, juga all out. Ia mengatur secara jelas dan tegas perihal siapa harus mengerjakan apa dengan mengedepankan sinergi dan koordinasi. Dengan begitu, semestinya upaya pemulihan lebih cepat terealisasi sehingga kehidupan di kawasan terdampak gempa Lombok lebih cepat pula kembali seperti sedia kala.
Kita menyambut baik tekad pemerintah untuk nyata-nyata hadir di tengah rakyatnya yang dilanda musibah di Lombok. Namun, mereka masih harus membuktikan bahwa kebijakan yang teramat bagus lewat Inpres 5/2018 itu betul-betul diimplementasikan di lapangan. Jangan sampai ia hanya apik di atas kertas, tetapi buruk dalam realitas karena itu justru akan memperpanjang dan memperdalam duka warga.
Cek Berita dan Artikel yang lain di