Tujuan utama mengelola ujaran kebencian tentu saja untuk menjaga dan mengawal kehidupan sosial yang harmonis dalam masyarakat yang majemuk. Pengaturan itu juga bertujuan mencegah sejak dini setiap potensi kerusuhan horizontal.
Dalam kaitan itulah patut diberi apresiasi, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti yang telah mengeluarkan surat edaran terkait dengan penanganan ujaran kebencian pada 8 Oktober 2015. Terdapat tujuh ujaran kebencian, yaitu penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, provokasi, penghasutan, dan penyebaran berita bohong yang bertujuan menyulut kebencian di kalangan individu atau kelompok masyarakat.
Harus jujur diakui, saat ini ujaran kebencian dengan mudah ditemui di ruang publik, terutama di jejaring media sosial. Akan tetapi, perlu diingatkan pula bahwa pengelolaan penyebaran kebencian mesti dilakukan dengan baik, terlebih pada era masyarakat yang belum sepenuhnya matang memahami demokrasi dan perbedaan. Kita berharap, sangat berharap, agar kepolisian tetap mengutamakan pencegahan sehingga tidak muncul konflik atau kerusuhan sosial. Penegakan hukum hendaknya menjadi pilihan terakhir, dan harus dilakukan dengan sangat hati-hati agar tidak salah sasaran.
Tindakan hukum dilakukan dengan hati-hati agar tidak muncul tafsiran bahwa hal itu dilakukan untuk membungkam rakyat yang kritis terhadap pemerintah.Jika itu terjadi, surat edaran Kapolri ihwal ujaran kebencian bertentangan dengan esensi demokrasi yang mengagungkan kebebasan berpendapat dan berekspresi.
Lagi pula, bukankah kebebasan menyatakan pendapat di muka umum dijamin Undang-Undang Dasar 1945?
Karena itulah, kepolisian diminta melakukan sosialisasi besar-besaran agar masyarakat tidak terjebak dalam tindakan menyebarkan kebencian. Masyarakat perlu diedukasi agar bijaksana berselancar di media sosial.
Masyarakat juga perlu diingatkan bahwa ujaran kebencian itu sudah masuk hukum positif. Ada atau tidak ada surat edaran Kapolri, penegakan hukum terkait dengan ujaran kebencian tetap dilakukan seperti yang diatur dalam KUHP ataupun Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE).
Sudah banyak kasus terkait dengan ujaran kebencian yang dijerat KUHP. Salah satu di antaranya kasus tabloid Obor Rakyat yang dituding melakukan fitnah kepada calon presiden Jokowi selama kampanye Pilpres 2014.
Begitu juga Undang-Undang ITE yang sudah memakan banyak korban. Sedikitnya 116 orang terjerat oleh undangundang yang penerapannya dinilai terlalu eksesif, khususnya menyangkut pencemaran nama baik.
Mestinya tidak perlu makan korban yang lebih banyak lagi setelah surat edaran Kapolri soal ujaran kebencian dikeluarkan. Salah satu tugas kepolisian yang disebut dalam surat edaran ialah bertindak sebagai penengah dan memberikan pemahaman mengenai dampak yang akan timbul dari ujaran kebencian di masyarakat.
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti harus memastikan seluruh anak buahnya menjalankan dengan saksama perintah yang tercantum dalam surat edaran tersebut sehingga Indonesia bebas dari kebencian. Jangan sampai surat edaran itu justru mencederai demokrasi.