()

Terpilih, tapi Tersangka

13 Februari 2016 10:11

PEMILIHANkepala daerah secara langsung oleh rakyat mestinya menjadi ruang seleksi yang ketat, sangat ketat, bagi lahirnya pemimpin yang bersih, bermoral, dan berwibawa.

Pemimpin yang bersih, bermoral, dan berwibawa itu merupakan syarat mutlak untuk menciptakan pemerintahan daerah yang ideal. Pemerintah yang siaga melayani rakyat, bukan minta dilayani.

Sayangnya, harus jujur diakui, pilkada serentak yang digelar pada 9 Desember 2015 belum sepenuhnya menjadi filter untuk menyaring pemimpin yang bersih. Masih ada pemimpin berstatus tersangka terpilih sebagai kepala daerah.

Kita menyesalkan mereka yang berstatus tersangka itu dulu tetap mencalonkan diri sebagai kandidat kepala daerah. Kita menyesalkan pula partai politik yang mengusung atau mendukung mereka. Yang tak kalah kita sesalkan ialah rakyat masih pula mau memilih mereka.

Bupati berstatus tersangka akan dilantik gubernur wilayah masing-masing pada 17 Februari mendatang. Mereka ialah Bupati terpilih Sabu Raijua, NTT, Marthen Dira Tome; Bupati terpilih Ngada, NTT, Marianus Sae; dan Bupati terpilih Maros, Sulawesi Selatan, Hatta Rahman.

Tragisnya, mereka yang berstatus tersangka itu tetap dilantik. Tegas dikatakan bahwa pelantikan para tersangka menjadi pejabat publik benar secara prosedural, tapi cacat etika. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 memang tidak melarang tersangka untuk dilantik. Apalagi, negara ini menganut asas praduga tak bersalah.

Dari sisi etika, sungguh tidaklah elok tersangka memimpin sebuah pemerintahan daerah. Apalagi jika tersangka yang dilantik menjadi kepala daerah kelak meningkat statusnya menjadi terdakwa dan terpidana, tentu roda pemerintahan daerah bakal terganggu.

Kita juga sangat khawatir bahwa pemerintahan yang dipimpin tersangka korupsi kelak melahirkan kepemimpinan dan pemerintahan yang koruptif pula. Apalagi, keuangan daerah menjadi sektor paling rawan dikorupsi.

Sudah saatnya pula diciptakan mekanisme yang bisa mencegah para tersangka menjadi kepala daerah, misalnya dengan merevisi undang-undang sehingga tersangka haram hukumnya melamar menjadi calon kepala daerah.

Menuntut para kepala daerah punya sejumput rasa malu dan rasa bersalah sehingga mereka mengundurkan diri dari pelantikan rasanya ibarat jauh panggang dari api. Bila punya sedikit saja rasa malu dan rasa bersalah, mereka semestinya tidak mencalonkan diri.

Oleh karena itu, kelanjutan proses hukum menjadi mekanisme terbaik untuk memastikan apakah mereka sah menduduki posisi kepala daerah atau tidak.

Kita mendorong penegak hukum segera memproses para kepala daerah tersangka itu agar perkara mereka berkekuatan hukum tetap. Bila divonis bersalah, mereka harus menanggalkan posisi kepala daerah. Bila divonis tidak bersalah, mereka boleh menduduki posisi kepala daerah.

- See more at: https://www.mediaindonesia.com/editorial/read/662/terpilih-tapi-tersangka/2016-02-13#sthash.qcMnt85r.dpuf
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Oase

TERKAIT
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif