SIKLUS gerhana memang tidak langka. Ia terjadi tiap 18 bulan. Kelangkaannya justru terletak pada previledge untuk menyaksikannya. Itulah yang terjadi di langit kita pagi ini.
Indonesia menjadi satu-satunya negara dengan pemandangan gerhana matahari total (GMT) lebih dari 80%. Negara-negara tetangga seperti Vietnam dan Thailand hanya diberkahi pemandangan 60% GMT. Kecuali pergi ke tengah Lautan Pasifik, titik pengamatan paling mudah dan memukau ada di 12 provinsi di Bumi Pertiwi.
Namun, momen gerhana bukan semata tentang keindahan lukisan langit. Seperti yang terjadi hari ini, ketika pagi dan malam seperti menyatu, banyak sisi kehidupan dan fenomena alam terdampak. Bagi sebuah bangsa, dampak-dampak itulah yang penting untuk dipelajari, dikaji, dan dimanfaatkan.
Dalam gambaran sederhana, manusia dengan momen gerhana memang ibarat pemain yang menanti kesempatan untuk mendapatkan bola. Ketika bola sudah di tangan, ujiannya bisa atau tidak memasukkannya ke dalam ring.
Bicara Indonesia saat ini, poin pertama memang sudah kita cetak lewat pariwisata. Sejak akhir tahun lalu Kementerian Pariwisata telah melakukan promosi ke publik dunia. Dibarengi dengan promosi luas berbagai pihak, wisatawan pun mengalir ke kota-kota yang berada di jalur gerhana. Wisatawan tentu mengalir lebih banyak ke empat kota yang menjadi tempat pengamatan paling ideal, yakni di Palembang, Belitung, Palu dan Ternate.
Dari sektor pariwisata ini Menteri Pariwisata Arief Yahya optimis kita mampu meraup devisa hingga Rp1,5 triliun. Itu tentu angka yang cukup menjadi pemercik perekonomian daerah. Di sisi lain, ada nilai yang jauh lebih besar bahkan bagi dunia akibat momen gerhana matahari total itu. Nilai inilah yang bisa diwujudkan para ilmuwan.
Sejak awal abad 20, ilmuwan-ilmuwan dunia telah membuktikan betapa berartinya momen gerhana bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Einstein pun akhirnya dapat mengonfirmasi teori relativitasnya karena memanfaatkan momen gerhana.
Penelitian-penelitian serupa pula yang tidak henti dilakukan ilmuwan barat hinhga sekarang. Hingga akhir tahun lalu berbagai penelitian yang mengungkapkan dampak gerhana pada perlambatan dan pembalikan arah angin, sampai pengaruh gerhana pada energi terbarukan telah mereka buat.
Dari gerhana mereka membuat lompatan ilmu pengetahuan. Bagi kita, harus diakui poin inilah yang belum tergali. Padahal, penelitian dampak gerhana bukanlah sekadar soal prestise dunia tetapi memang penting bagi kehidupan bangsa.
Memang dengan sumber daya peneliti yang terbatas, sekarang ini Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) berupaya untuk ikut memanfaatkan momen gerhana lewat kerjasama dengan peneliti asing.
Namun bagaimana data-data yang didapat bisa lebih dikembangkan dan bermanfaat bagi Indonesia tentunya hanya dengan upaya sendiri. Di sinilah dibutuhkan dukungan dan keseriusan lebih besar dari pemerintah untuk menggarap bidang ilmu pengetahuan.
Sungguh sayang jika hanya peneliti asing yang menggali dalam makna gerhana, sementara kita masih sebatas menyaksikan keindahan. Sepatutnya pula kita dapat memanfaatkan sisi cerah pengembangan ilmu pengetahuan dari gerhana matahari total ini.
Kita semestinya bukan sekadar memanfaatkan gerhana matahari total untuk pengembangan pariwisata, melainkan juga untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Bila pengembangan pariwisata gerhana hanya bisa kita gunakan sesaat, pengembangan ilmu pengetahuan gerhana bisa kita manfaatkan selamanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
