medcom.id, Jakarta: Penangkapan dan penggeledahan terkait beredarnya lambang palu arit, lambang yang lekat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), marak terjadi di beberapa daerah. Banyak pihak menilai tindakan aparat berlebihan.
Di Indonesia larangan menyebar paham komunisme lewat atribut atau lambang diatur dalam TAP MPR. Disebutkan, pelaku yang terbukti sengaja menggunakan atribut PKI untuk menyebarkan paham terancam pidana dengan mengacu pada Undang-undang Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang berkaitan dengan kejahatan terhadap keamanan negara.
Seorang pemuda di Jawa Timur, misalnya, ditangkap polisi saat mengenakan kaos bergambarkan palu arit. Padahal, gambar itu adalah bagian kecil dari sebuah sampul album terbaru grup musik asal luar negeri.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menanggapi santai kemunculan lambang palu arit ini. Komunisme, kata Kalla, merupakan sebuah paham yang terbukti gagal. Artinya, aparat tak usah reaktif.
Komandan Kodim 0712/Tegal Letkol Inf Hari Santoso menunjukkan lima judul buku Partai Komunis Indonesia (PKI) yang disita dari sebuah mal, di Kodim 0712 Tegal, Jawa Tengah, Rabu (11/5/2016). Foto: Antara/Oky Lukmansyah
"Itu terbukti gagal, karena itu, di sumber negara yang dulu komunis hampir semua berubah," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Jumat (12/5/2016).
Uni Soviet, kata Kalla, negara yang merupakan poros komunisme pun kini sudah tak ada, terpecah-pecah jadi banyak negara. Hampir seluruh negara yang menganut paham ini menyesuaikan diri dengan perkembangan politik dunia.
Kalla mencontohkan, Rusia, Tiongkok, dan beberapa negara di Eropa Timur. Meski, dalam negara itu masih ada partai yang menganut paham komunisme, tapi mereka tak menjalankan paham itu sepenuhnya.
"Komunisme sudah tidak ada lagi, ada partainya (di beberapa negara) tapi mereka sudah demokratis dalam tingkat tertentu," kata Kalla.
Kalla tak khawatir dengan fenomena yang muncul belakangan. Orang nomor dua di republik ini bahkan yakin, paham ini tak lagi ada di Indonesia.
Munculnya lambang palu arit di beberapa daerah dinilai sebagai upaya untuk mencari perhatian dari beberapa pihak. Paham ini, tambah dia, tak mungin bisa bertahan dan tumbuh di negara mana pun.
"Satu-satunya negara komunis yang tersisa adalah Korea Utara, dulu Kuba juga tapi berubah juga. Jadi saya pikir isu atau gerakan itu hanya untuk cari perhatian saja," pungkas Kalla.
Presiden Joko Widodo sebelumnya menginstruksikan aparat keamanan untuk mengusut penyebaran paham komunis secara hukum. Namun, Istana Kepresidenan mengecam tindakan yang diambil aparat keamanan.
Juru Bicara Presiden Johan Budi SP mengatakan, Presiden Jokowi menilai oknum aparat keamanan kebablasan dalam memahami instruksi presiden.
Massa dari Front Pancasila beradu mulut dengan petugas kepolisian saat melakukan aksi di depan Tugu Tani, Jakarta, Senin (18/4/2016). Foto: MI/Galih Pradipta
Presiden pun langsung menghubungi Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti untuk melihat kondisi itu. Presiden meminta, penertiban terhadap paham ini juga memperhatikan asas hak asasi manusia dan kebebasan berpendapat.
"Ada sebagian aparat itu yang dianggap kebablasan dalam menerjemahkan perintah Presiden untuk menertibkan upaya kebangkitan PKI," kata Johan di Kompleks Istana Kepresidenan, kemarin, 12 Mei.
Polres Grobogan pada Rabu 11 Mei mengamankan sejumlah buku yang diduga berisi ajaran paham komunis. Buku tersebut disita dari sebuah swalayan di Grobogan.
Belakangan isu penyebaran paham komunisme menjadi perhatian publik. Pada 8 Mei lalu, polisi memeriksa pemilik toko yang berinisial IM, di Polsek Metro Kebayoran Baru Jakarta Selatan. IM diperiksa lantaran menjual baju berlambang palu arit di bilangan Blok M Square.
Sebelumnya pada 24 Februari, ditemukan empat baju bergambar palu arit di Desa Rejoagung, Kecamatan Ploso, Jombang, Jawa Timur. Baju tersebut disita tim gabungan Kodim 0814 dan Polres.
medcom.id, Jakarta: Penangkapan dan penggeledahan terkait beredarnya lambang palu arit, lambang yang lekat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), marak terjadi di beberapa daerah. Banyak pihak menilai tindakan aparat berlebihan.
Di Indonesia larangan menyebar paham komunisme lewat atribut atau lambang diatur dalam TAP MPR. Disebutkan, pelaku yang terbukti sengaja menggunakan atribut PKI untuk menyebarkan paham terancam pidana dengan mengacu pada Undang-undang Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang berkaitan dengan kejahatan terhadap keamanan negara.
Seorang pemuda di Jawa Timur, misalnya, ditangkap polisi saat mengenakan kaos bergambarkan palu arit. Padahal, gambar itu adalah bagian kecil dari sebuah sampul album terbaru grup musik asal luar negeri.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menanggapi santai kemunculan lambang palu arit ini. Komunisme, kata Kalla, merupakan sebuah paham yang terbukti gagal. Artinya, aparat tak usah reaktif.
Komandan Kodim 0712/Tegal Letkol Inf Hari Santoso menunjukkan lima judul buku Partai Komunis Indonesia (PKI) yang disita dari sebuah mal, di Kodim 0712 Tegal, Jawa Tengah, Rabu (11/5/2016). Foto: Antara/Oky Lukmansyah
"Itu terbukti gagal, karena itu, di sumber negara yang dulu komunis hampir semua berubah," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Jumat (12/5/2016).
Uni Soviet, kata Kalla, negara yang merupakan poros komunisme pun kini sudah tak ada, terpecah-pecah jadi banyak negara. Hampir seluruh negara yang menganut paham ini menyesuaikan diri dengan perkembangan politik dunia.
Kalla mencontohkan, Rusia, Tiongkok, dan beberapa negara di Eropa Timur. Meski, dalam negara itu masih ada partai yang menganut paham komunisme, tapi mereka tak menjalankan paham itu sepenuhnya.
"Komunisme sudah tidak ada lagi, ada partainya (di beberapa negara) tapi mereka sudah demokratis dalam tingkat tertentu," kata Kalla.
Kalla tak khawatir dengan fenomena yang muncul belakangan. Orang nomor dua di republik ini bahkan yakin, paham ini tak lagi ada di Indonesia.
Munculnya lambang palu arit di beberapa daerah dinilai sebagai upaya untuk mencari perhatian dari beberapa pihak. Paham ini, tambah dia, tak mungin bisa bertahan dan tumbuh di negara mana pun.
"Satu-satunya negara komunis yang tersisa adalah Korea Utara, dulu Kuba juga tapi berubah juga. Jadi saya pikir isu atau gerakan itu hanya untuk cari perhatian saja," pungkas Kalla.
Presiden Joko Widodo sebelumnya menginstruksikan aparat keamanan untuk mengusut penyebaran paham komunis secara hukum. Namun, Istana Kepresidenan mengecam tindakan yang diambil aparat keamanan.
Juru Bicara Presiden Johan Budi SP mengatakan, Presiden Jokowi menilai oknum aparat keamanan kebablasan dalam memahami instruksi presiden.
Massa dari Front Pancasila beradu mulut dengan petugas kepolisian saat melakukan aksi di depan Tugu Tani, Jakarta, Senin (18/4/2016). Foto: MI/Galih Pradipta
Presiden pun langsung menghubungi Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti untuk melihat kondisi itu. Presiden meminta, penertiban terhadap paham ini juga memperhatikan asas hak asasi manusia dan kebebasan berpendapat.
"Ada sebagian aparat itu yang dianggap kebablasan dalam menerjemahkan perintah Presiden untuk menertibkan upaya kebangkitan PKI," kata Johan di Kompleks Istana Kepresidenan, kemarin, 12 Mei.
Polres Grobogan pada Rabu 11 Mei mengamankan sejumlah buku yang diduga berisi ajaran paham komunis. Buku tersebut disita dari sebuah swalayan di Grobogan.
Belakangan isu penyebaran paham komunisme menjadi perhatian publik. Pada 8 Mei lalu, polisi memeriksa pemilik toko yang berinisial IM, di Polsek Metro Kebayoran Baru Jakarta Selatan. IM diperiksa lantaran menjual baju berlambang palu arit di bilangan Blok M Square.
Sebelumnya pada 24 Februari, ditemukan empat baju bergambar palu arit di Desa Rejoagung, Kecamatan Ploso, Jombang, Jawa Timur. Baju tersebut disita tim gabungan Kodim 0814 dan Polres.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(KRI)