medcom.id, Jakarta: Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi Harjono menilai dasar hukum Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly dalam mengembalikan kewarganegaraan mantan Menteri ESDM Arcandra Tahar, tepat. Pasalnya, dia tak membiarkan seorang menjadi stateless.
"Itu sudah tepat. Hal ini juga mendasar sebagaimana dengan falsafah bernegara," kata Harjono saat dihubungi wartawan, Minggu (11/9/2016).
Menurut dia, falsafah ini bisa dilihat dari Proklamasi dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Di sana, kata Pakar Hukum Tata Negara ini, menegaskan melindungi setiap bangsa Indonesia.
"Dalam Pasal 26 UUD 1945, juga jelas terkait warga negara. Di mana, disebutkan orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara," jelas Harjono.
Selain itu, lanjut dia, hal ini bisa dilihat dari sisi ius sanguinis atau asas keturunan seperti diatur dalam Pasal 58 UU Perkawinan. Di sana, jelas bagaimana diatur siapa yang bisa menjadi warga negara Indonesia.
Dia menjelaskan, Indonesia tak akan membiarkan seseorang menjadi stateless. Apalagi, bila ada darah Indonesianya.
"Bagaimana caranya diberi kesempatan. Jika seseorang warga negara, memilih untuk melepas dipersilakan. Tapi, jika itu menjadikannya stateless, hal tersebut tidak boleh," pungkas dia.
Pada dalam rapat dengar pendapat di DPR RI bersama Menkumham, Rabu 7 September lalu, Arcandra dinyatakan kembali menjadi warga negara Indonesia. Yasonna menggunakan azaz perlindungan maksimum dan tidak boleh stateless.
Hal ini sebagaimana diatur Pasal 23 dan 32-35 UU 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, serta azaz konvensi internasional. Status WNI Arcandra pun dipulihkan kembali.
"Kalau dia pegang paspor AS dan masih, kita cabut. Tapi, ini kan sudah hilang sejak 15 Agustus 2016," jelas Yasonna.
medcom.id, Jakarta: Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi Harjono menilai dasar hukum Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly dalam mengembalikan kewarganegaraan mantan Menteri ESDM Arcandra Tahar, tepat. Pasalnya, dia tak membiarkan seorang menjadi
stateless.
"Itu sudah tepat. Hal ini juga mendasar sebagaimana dengan falsafah bernegara," kata Harjono saat dihubungi wartawan, Minggu (11/9/2016).
Menurut dia, falsafah ini bisa dilihat dari Proklamasi dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Di sana, kata Pakar Hukum Tata Negara ini, menegaskan melindungi setiap bangsa Indonesia.
"Dalam Pasal 26 UUD 1945, juga jelas terkait warga negara. Di mana, disebutkan orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara," jelas Harjono.
Selain itu, lanjut dia, hal ini bisa dilihat dari sisi
ius sanguinis atau asas keturunan seperti diatur dalam Pasal 58 UU Perkawinan. Di sana, jelas bagaimana diatur siapa yang bisa menjadi warga negara Indonesia.
Dia menjelaskan, Indonesia tak akan membiarkan seseorang menjadi
stateless. Apalagi, bila ada darah Indonesianya.
"Bagaimana caranya diberi kesempatan. Jika seseorang warga negara, memilih untuk melepas dipersilakan. Tapi, jika itu menjadikannya
stateless, hal tersebut tidak boleh," pungkas dia.
Pada dalam rapat dengar pendapat di DPR RI bersama Menkumham, Rabu 7 September lalu, Arcandra dinyatakan kembali menjadi warga negara Indonesia. Yasonna menggunakan azaz perlindungan maksimum dan tidak boleh stateless.
Hal ini sebagaimana diatur Pasal 23 dan 32-35 UU 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, serta azaz konvensi internasional. Status WNI Arcandra pun dipulihkan kembali.
"Kalau dia pegang paspor AS dan masih, kita cabut. Tapi, ini kan sudah hilang sejak 15 Agustus 2016," jelas Yasonna.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(OGI)