medcom.id, Jakarta: Wakil Ketua Komisi II Ahmad Riza Patria yakin, revisi Undang-undang Pilkada akan rampung akhir bulan ini. Sehingga awal Juni diharapkan revisi Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 bisa diparipurnakan.
"Insya Allah akhir bulan ini kita sepakat akan kita selesaikan. Sehingga pada awal Juni, antara 1-4 Juni bisa diparipurnakan," kata Riza usai diskusi di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (22/5/2016).
Riza mengakui, revisi undang-undang Pilkada sampai saat ini masih dalam pembahasan. Riza mengakui ada beberapa hal krusial dalam perubahan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 itu, seperti soal pembiayaan. "Seperti soal pembiayaan, APBN dan APBD, semua fraksi ingin APBN, tapi pemerintah ingin APBD," ucapnya.
Selain soal biaya, kata Riza, mundur atau tidaknya anggota dewan, PNS, TNI dan Polri juga masih dibahas. Dalam konsinyering bersama pemerintah, legislatif mengusulkan bagi anggota dewan yang ingin maju dalam Pilkada bisa cuti selama enam bulan.
Sementara untuk anggota TNI dan Polri diwajibkan mundur. Alasan politikus Gerindra ini sederhana, TNI dan Polri merupakan aparat penegak hukum. Mereka dianggap bertugas untuk mengawasi jalannya proses Pemilu.
"Jadi tidak baik kalau sebagai pengawas dan peserta juga. Saya kira wajar TNI dan Polri mundur," ujar Riza.
Sedangkan untuk PNS, Riza mengakui ada perbedaan pendapat, lantaran PNS mempunyai undang-undang Aparatur Sipil Negara (ASN). Dalam aturan tersebut mewajibkan mundur bagi setiap anggota PNS. "Ini menarik, malah ada usulan Undang-undang ASN yang direvisi," jelas Riza.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy mengungkapkan, ada tujuh poin krusial dalam pembahasan perubahan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada. Pertama, soal penerapan e-KTP sebagai DPT, kami mendorong agar tidak terjadi lagi komplain dan persoalan soal DPT ini dengan cara 100 persen harus menggunakan e-KTP.
Namun demikian, lanjut mantan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal itu, realisasi penggunaan e-KTP untuk DPT bergantung pada kesiapan Kementerian Dalam Negeri, khususnya Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil.
Kedua, tambah politikus PKB ini, soal syarat minimal calon independen dan calon parpol. Poin ini adalah pilihan antara penyederhanaan pilkada sebagai instrumen konsolidasi demokrasi atau memakai instrumen membuka seluasnya partisipasi publik.
Ketiga, Soal kewenangan KPU daerah dan Badan Pengawas Pemilu sebagai penyelenggara pilkada. Kewenangan yang tidak substansial akan diupayakan untuk dihilangkan dua lembaga tersebut.
Keempat, soal peradilan pilkada. Poin ini adalah reevaluasi terhadap keberadaan Sentra Penegakan Hukum Terpadu Pemilihan Umum (Gakumdu).
Kelima, soal membuka partisipasi pasangan calon dari semua unsur. Menurut Lukman, Komisi II sudah berkonsultasi dengan Mahkamah Konstitusi. Dan konsultasi itu, DPR akan mendorong ruang selebar-lebarnya untuk publik tanpa diskriminatif agar terlibat dalam rekruitmen pemimpin daerah.
Keenam, soal syarat calon petahana. Menurut Lukman, seharusnya bangsa dan negara ini tidak lagi memberi tempat kepada kepala daerah yang gagal dalam membangun daerahnya. Kepala daerah gagal jangan diberik kesempatan untuk dipilih lagi. Dan negara harus intervensi menciptakan rambu.
Ketujuh, soal waktu tahapan pilkada. Lukman memaparkan, tahapan yang ada sebelumnya harus dipangkas, terutama soal masa kampanye yang relatif panjang dan waktu dalam proses peradilan pilkada.
"Supaya begitu ditetapkan sebagai calon terpilih tidak ada lagi persoalan dibelakang yang mengikutinya," tukas Wakil Sekretaris Jenderal PKB ini, beberapa waktu lalu.
medcom.id, Jakarta: Wakil Ketua Komisi II Ahmad Riza Patria yakin, revisi Undang-undang Pilkada akan rampung akhir bulan ini. Sehingga awal Juni diharapkan revisi Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 bisa diparipurnakan.
"Insya Allah akhir bulan ini kita sepakat akan kita selesaikan. Sehingga pada awal Juni, antara 1-4 Juni bisa diparipurnakan," kata Riza usai diskusi di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (22/5/2016).
Riza mengakui, revisi undang-undang Pilkada sampai saat ini masih dalam pembahasan. Riza mengakui ada beberapa hal krusial dalam perubahan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 itu, seperti soal pembiayaan. "Seperti soal pembiayaan, APBN dan APBD, semua fraksi ingin APBN, tapi pemerintah ingin APBD," ucapnya.
Selain soal biaya, kata Riza, mundur atau tidaknya anggota dewan, PNS, TNI dan Polri juga masih dibahas. Dalam konsinyering bersama pemerintah, legislatif mengusulkan bagi anggota dewan yang ingin maju dalam Pilkada bisa cuti selama enam bulan.
Sementara untuk anggota TNI dan Polri diwajibkan mundur. Alasan politikus Gerindra ini sederhana, TNI dan Polri merupakan aparat penegak hukum. Mereka dianggap bertugas untuk mengawasi jalannya proses Pemilu.
"Jadi tidak baik kalau sebagai pengawas dan peserta juga. Saya kira wajar TNI dan Polri mundur," ujar Riza.
Sedangkan untuk PNS, Riza mengakui ada perbedaan pendapat, lantaran PNS mempunyai undang-undang Aparatur Sipil Negara (ASN). Dalam aturan tersebut mewajibkan mundur bagi setiap anggota PNS. "Ini menarik, malah ada usulan Undang-undang ASN yang direvisi," jelas Riza.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy mengungkapkan, ada tujuh poin krusial dalam pembahasan perubahan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada. Pertama, soal penerapan e-KTP sebagai DPT, kami mendorong agar tidak terjadi lagi komplain dan persoalan soal DPT ini dengan cara 100 persen harus menggunakan e-KTP.
Namun demikian, lanjut mantan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal itu, realisasi penggunaan e-KTP untuk DPT bergantung pada kesiapan Kementerian Dalam Negeri, khususnya Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil.
Kedua, tambah politikus PKB ini, soal syarat minimal calon independen dan calon parpol. Poin ini adalah pilihan antara penyederhanaan pilkada sebagai instrumen konsolidasi demokrasi atau memakai instrumen membuka seluasnya partisipasi publik.
Ketiga, Soal kewenangan KPU daerah dan Badan Pengawas Pemilu sebagai penyelenggara pilkada. Kewenangan yang tidak substansial akan diupayakan untuk dihilangkan dua lembaga tersebut.
Keempat, soal peradilan pilkada. Poin ini adalah reevaluasi terhadap keberadaan Sentra Penegakan Hukum Terpadu Pemilihan Umum (Gakumdu).
Kelima, soal membuka partisipasi pasangan calon dari semua unsur. Menurut Lukman, Komisi II sudah berkonsultasi dengan Mahkamah Konstitusi. Dan konsultasi itu, DPR akan mendorong ruang selebar-lebarnya untuk publik tanpa diskriminatif agar terlibat dalam rekruitmen pemimpin daerah.
Keenam, soal syarat calon petahana. Menurut Lukman, seharusnya bangsa dan negara ini tidak lagi memberi tempat kepada kepala daerah yang gagal dalam membangun daerahnya. Kepala daerah gagal jangan diberik kesempatan untuk dipilih lagi. Dan negara harus intervensi menciptakan rambu.
Ketujuh, soal waktu tahapan pilkada. Lukman memaparkan, tahapan yang ada sebelumnya harus dipangkas, terutama soal masa kampanye yang relatif panjang dan waktu dalam proses peradilan pilkada.
"Supaya begitu ditetapkan sebagai calon terpilih tidak ada lagi persoalan dibelakang yang mengikutinya," tukas Wakil Sekretaris Jenderal PKB ini, beberapa waktu lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(YDH)