medcom.id, Jakarta: Penanganan perkara dualisme Dewan Pimpinan Daerah (DPD) di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mendapat sorotan berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Mereka ingin PTUN independen memutus kasus tersebut.
"Aksi karangan bunga memiliki pesan agar Hakim PTUN bersikap bebas dan merdeka dalam memutus perkara fiktif positif pelantikan Osman Sapta Odang," kata Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz, melalui keterangan tertulis yang diterima Metrotvnews.com, Selasa 6 Juni 2017.
Bunga menurutnya melambangkan independensi agar hakim bebas dari pengaruh dan intervensi. Seperti diketahui, saat putusan sidang gugatan Mahkamah Agung (MA) terkait kepemimpinan DPD, MA selaku termohon mendapat perintah memfasilitasi Oesman Sapta Odang dalam persidangan.
Donal melihat perintah itu sulit diakomodasi lantaran PTUN sebagai lembaga peradilan harus bisa menjamin independensi kepada publik. Meskipun tingkatan lembaga peradilan itu berada di bawah naungan MA.
Dampak hal itu tak hanya berpengaruh pada kualitas PTUN saja. Sebab, ada nama besar MA yang dipertaruhkan dalam perkara dualisme DPD ini.
"Kita tidak ingin Mahkamah Agung Jatuh dua kali ke dalam lubang yang sama. Kita berharap MA tidak ceroboh untuk kedua kalinya, karena telah melakukan kesalahan melantik OSO melalui wakil Ketua MA Suwardi," kata Donal.
Direktur Indonesia Parliament Cendtre (IPC), Ahmad Hanafi menggarisbawahi bagaimana PTUN harus memutus perkara yang bersinggungan langsung dengan MA, lembaga di atasnya.
"Oleh karena itu, kami mengirimkan karangan bunga untuk memberikan semangat, dukungan, dan pesan moral agra hakim PTUN tetap berpijak pada kebenaran dan keadilan serta independen dan objektif dalam memutus perkara ini," katanya.
Sekedar mengingatkan, sidang gugatan pada DPD telah melewati agenda kesimpulan dari kubu GKR Hemas dan MA. Kedua pihak optimistis memenangkan perkara ini. Ketua Majelis Hakim, Udjang Abdullah, menjadwalkan putusan pada Kamis 8 Juni 2017.
medcom.id, Jakarta: Penanganan perkara dualisme Dewan Pimpinan Daerah (DPD) di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mendapat sorotan berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Mereka ingin PTUN independen memutus kasus tersebut.
"Aksi karangan bunga memiliki pesan agar Hakim PTUN bersikap bebas dan merdeka dalam memutus perkara fiktif positif pelantikan Osman Sapta Odang," kata Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz, melalui keterangan tertulis yang diterima
Metrotvnews.com, Selasa 6 Juni 2017.
Bunga menurutnya melambangkan independensi agar hakim bebas dari pengaruh dan intervensi. Seperti diketahui, saat putusan sidang gugatan Mahkamah Agung (MA) terkait kepemimpinan DPD, MA selaku termohon mendapat perintah memfasilitasi Oesman Sapta Odang dalam persidangan.
Donal melihat perintah itu sulit diakomodasi lantaran PTUN sebagai lembaga peradilan harus bisa menjamin independensi kepada publik. Meskipun tingkatan lembaga peradilan itu berada di bawah naungan MA.
Dampak hal itu tak hanya berpengaruh pada kualitas PTUN saja. Sebab, ada nama besar MA yang dipertaruhkan dalam perkara dualisme DPD ini.
"Kita tidak ingin Mahkamah Agung Jatuh dua kali ke dalam lubang yang sama. Kita berharap MA tidak ceroboh untuk kedua kalinya, karena telah melakukan kesalahan melantik OSO melalui wakil Ketua MA Suwardi," kata Donal.
Direktur Indonesia Parliament Cendtre (IPC), Ahmad Hanafi menggarisbawahi bagaimana PTUN harus memutus perkara yang bersinggungan langsung dengan MA, lembaga di atasnya.
"Oleh karena itu, kami mengirimkan karangan bunga untuk memberikan semangat, dukungan, dan pesan moral agra hakim PTUN tetap berpijak pada kebenaran dan keadilan serta independen dan objektif dalam memutus perkara ini," katanya.
Sekedar mengingatkan, sidang gugatan pada DPD telah melewati agenda kesimpulan dari kubu GKR Hemas dan MA. Kedua pihak optimistis memenangkan perkara ini. Ketua Majelis Hakim, Udjang Abdullah, menjadwalkan putusan pada Kamis 8 Juni 2017.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)