Jakarta: MPR mengusulkan Pokok Pokok Haluan Negara (PPHN) masuk dalam amandemen terbatas UUD 1945 dimana berpotensi membuka kotak pandora. Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar mengatakan, belum ada ketentuan detail terkait hal tersebut yang dikhawatirkan memengaruhi pasal lain.
“Sepanjang tidak ada kesepakatan soal itu akan menyasar pasal-pasal lain, ya berarti sangat mungkin menyasar pasal-pasal lain,” kata Zainal Arifin dalam tayangan Metro Pagi Primetime di Metro TV, Rabu, 18 Agustus 2021.
Jika mengacu pada Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 37, dibutuhkan sekurang-kurangnya sepertiga anggota MPR untuk melakukan usulan perubahan. Namun, Zainal menyebut, usulan itu sudah masuk MPR dan tidak lagi mempertimbangkan usulan sepertiga anggota MPR.
“Kalau ini sudah rapat paripurna MPR, pertanyaannya buat apa lagi usulan sepertiga, kan ada begitu bahayanya,” jelas Zainal.
Dia juga berpendapat perubahan PPHN sebenarnya tidak terlalu diperlukan. Hal ini disebut akan berpotensi merusak sistem presidensial.
Parlemen membentuk haluan negara akan berpotensi merusak sistem presidensial karena segala program yang harus dijalankan presiden sudah ada dalam PPHN. Ini dikhawatirkan membuat proses pemilihan umum presiden menjadi tidak efektif.
“Bayangkan parlemen yang membentuk haluan negara, presiden hanya disuruh tinggal jalankan kalau anda bayangkan berarti apa yang mau dilakukan presiden dalam kampanye,” ujar Zainal.
Terkait perubahan PPHN menurut Zainal harus ada pengayaan dan perdebatan terlebih dahulu khususnya di tingkat publik. Selain itu perubahan PPHN membuat segala kemungkinan dapat terjadi misalnya seperti masa jabatan presiden Indonesia selama tiga periode. (Widya Finola Ifani Putri)
Jakarta: MPR mengusulkan Pokok Pokok Haluan Negara (PPHN) masuk dalam amandemen terbatas UUD 1945 dimana berpotensi membuka kotak pandora. Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar mengatakan, belum ada ketentuan detail terkait hal tersebut yang dikhawatirkan memengaruhi pasal lain.
“Sepanjang tidak ada kesepakatan soal itu akan menyasar pasal-pasal lain, ya berarti sangat mungkin menyasar pasal-pasal lain,” kata Zainal Arifin dalam tayangan Metro Pagi Primetime di Metro TV, Rabu, 18 Agustus 2021.
Jika mengacu pada Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 37, dibutuhkan sekurang-kurangnya sepertiga anggota MPR untuk melakukan usulan perubahan. Namun, Zainal menyebut, usulan itu sudah masuk MPR dan tidak lagi mempertimbangkan usulan sepertiga anggota MPR.
“Kalau ini sudah rapat paripurna MPR, pertanyaannya buat apa lagi usulan sepertiga, kan ada begitu bahayanya,” jelas Zainal.
Dia juga berpendapat perubahan PPHN sebenarnya tidak terlalu diperlukan. Hal ini disebut akan berpotensi merusak sistem presidensial.
Parlemen membentuk haluan negara akan berpotensi merusak sistem presidensial karena segala program yang harus dijalankan presiden sudah ada dalam PPHN. Ini dikhawatirkan membuat proses pemilihan umum presiden menjadi tidak efektif.
“Bayangkan parlemen yang membentuk haluan negara, presiden hanya disuruh tinggal jalankan kalau anda bayangkan berarti apa yang mau dilakukan presiden dalam kampanye,” ujar Zainal.
Terkait perubahan PPHN menurut Zainal harus ada pengayaan dan perdebatan terlebih dahulu khususnya di tingkat publik. Selain itu perubahan PPHN membuat segala kemungkinan dapat terjadi misalnya seperti masa jabatan presiden Indonesia selama tiga periode. (
Widya Finola Ifani Putri)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)