medcom.id, Jakarta: Kebijakan kantong plastik berbayar yang mulai diberlakukan kemarin, kebanjiran dukungan dari banyak pihak. Mereka bahkan menilai harga minimal Rp200 per kantong plastik terlalu rendah.
Penerapan program sesuai Surat Edaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan No S.1230/PSLB3-PS/2016 itu dicanangkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dalam peringatan Hari Peduli Sampah Nasional di Jakarta.
Selain di Jakarta dan sekitarnya, kantong plastik berbayar juga diberlakukan di sejumlah kota seperti Bandung, Surabaya, serta Balikpapan.
"Membuang sampah dan mengurangi penggunaan plastik juga merupakan revolusi mental, artinya kita memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga negara ini tetap bersih. Untuk itu, pemerintah melakukan uji coba minimal harga pembelian atas kantong plastik, dengan harga dasar Rp200 dan akan dilakukan selama enam bulan mendatang," ujar Siti.
Kebijakan itu, imbuhnya, akan mendorong masyarakat untuk membawa kantong belanja sendiri sehingga akan mengurangi sampah plastik. Pemerintah berharap Indonesia bisa mengurangi 20 persen sampah plastik pada 2018.
Para pembeli umumnya tak keberatan harus membayar Rp200 per kantong plastik, bahkan menganggap harga itu terlalu murah.
Dengan harga begitu murah, dikhawatirkan, membuat warga masih royal menggunakan kantong plastik sehingga upaya menekan sampah plastik tak optimal.
"Beda jika harganya Rp500 atau Rp1.000, mungkin orang akan mikir untuk bayar (kantong plastik). Enggak usah tanggung-tanggunglah," ujar Junianto, pembeli di Alfamart di Pejagalan, Jakarta Utara.
"Murah banget, jadi bayar saja daripada nenteng-nenteng belanjaan tanpa plastik," tutur Yudanto, warga Pondok Timur, yang berbelanja di Indomaret di Jl Juanda, Bekasi.
Wagub DKI Jakarta Djarot Syaiful Hidayat pun mengakui harga minimal kantong plastik terlampau rendah.
"Bagi orang Jakarta, Rp200 itu kecil sekali. Kalau saran saya Rp5.000 atau Rp10 ribu sekalian."
Dia menambahkan, pihaknya akan mematok harga lebih tinggi untuk kantong plastik di pasar swalayan. Dia menegaskan, Jakarta sudah darurat sampah plastik yang mencapai 11 persen dari total sampah sebesar 7.000 ton per hari.
Diapresiasi
Dukungan terhadap kebijakan kantong plastik berbayar juga diutarakan warga Balikpapan, Kalimantan Timur. Padahal, warga yang berbelanja di pasar swalayan harus membayar Rp1.500/kantong plastik.
Ketentuan itu resmi diberlakukan oleh Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi, kemarin.
Dengan harga yang cukup mahal itu, beberapa pembeli lebih memilih membawa tas belanja dari rumah.
"Kebijakan ini patut diapresiasi. Kalau bisa, penerapannya juga di pasar," kata Ryan, warga Balikpapan.
Marta, warga Balikpapan Baru, bahkan menantang pemerintah untuk melarang total penggunaan kantong plastik.
Wali Kota Surakarta FX Hadi Rudyatmo juga menganggap kantong plastik berbayar tak efektif karena pembeli yang mampu masih tetap membelinya.
Ia menyarankan perusahaan ritel menyediakan tas kain atau anyaman bambu.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pedagang Ritel Indonesia Tutum Rahanta mendukung kebijakan pemerintah tersebut, tapi sosialisasinya harus lebih efektif dijalankan.
medcom.id, Jakarta: Kebijakan kantong plastik berbayar yang mulai diberlakukan kemarin, kebanjiran dukungan dari banyak pihak. Mereka bahkan menilai harga minimal Rp200 per kantong plastik terlalu rendah.
Penerapan program sesuai Surat Edaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan No S.1230/PSLB3-PS/2016 itu dicanangkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dalam peringatan Hari Peduli Sampah Nasional di Jakarta.
Selain di Jakarta dan sekitarnya, kantong plastik berbayar juga diberlakukan di sejumlah kota seperti Bandung, Surabaya, serta Balikpapan.
"Membuang sampah dan mengurangi penggunaan plastik juga merupakan revolusi mental, artinya kita memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga negara ini tetap bersih. Untuk itu, pemerintah melakukan uji coba minimal harga pembelian atas kantong plastik, dengan harga dasar Rp200 dan akan dilakukan selama enam bulan mendatang," ujar Siti.
Kebijakan itu, imbuhnya, akan mendorong masyarakat untuk membawa kantong belanja sendiri sehingga akan mengurangi sampah plastik. Pemerintah berharap Indonesia bisa mengurangi 20 persen sampah plastik pada 2018.
Para pembeli umumnya tak keberatan harus membayar Rp200 per kantong plastik, bahkan menganggap harga itu terlalu murah.
Dengan harga begitu murah, dikhawatirkan, membuat warga masih royal menggunakan kantong plastik sehingga upaya menekan sampah plastik tak optimal.
"Beda jika harganya Rp500 atau Rp1.000, mungkin orang akan mikir untuk bayar (kantong plastik). Enggak usah tanggung-tanggunglah," ujar Junianto, pembeli di Alfamart di Pejagalan, Jakarta Utara.
"Murah banget, jadi bayar saja daripada nenteng-nenteng belanjaan tanpa plastik," tutur Yudanto, warga Pondok Timur, yang berbelanja di Indomaret di Jl Juanda, Bekasi.
Wagub DKI Jakarta Djarot Syaiful Hidayat pun mengakui harga minimal kantong plastik terlampau rendah.
"Bagi orang Jakarta, Rp200 itu kecil sekali. Kalau saran saya Rp5.000 atau Rp10 ribu sekalian."
Dia menambahkan, pihaknya akan mematok harga lebih tinggi untuk kantong plastik di pasar swalayan. Dia menegaskan, Jakarta sudah darurat sampah plastik yang mencapai 11 persen dari total sampah sebesar 7.000 ton per hari.
Diapresiasi
Dukungan terhadap kebijakan kantong plastik berbayar juga diutarakan warga Balikpapan, Kalimantan Timur. Padahal, warga yang berbelanja di pasar swalayan harus membayar Rp1.500/kantong plastik.
Ketentuan itu resmi diberlakukan oleh Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi, kemarin.
Dengan harga yang cukup mahal itu, beberapa pembeli lebih memilih membawa tas belanja dari rumah.
"Kebijakan ini patut diapresiasi. Kalau bisa, penerapannya juga di pasar," kata Ryan, warga Balikpapan.
Marta, warga Balikpapan Baru, bahkan menantang pemerintah untuk melarang total penggunaan kantong plastik.
Wali Kota Surakarta FX Hadi Rudyatmo juga menganggap kantong plastik berbayar tak efektif karena pembeli yang mampu masih tetap membelinya.
Ia menyarankan perusahaan ritel menyediakan tas kain atau anyaman bambu.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pedagang Ritel Indonesia Tutum Rahanta mendukung kebijakan pemerintah tersebut, tapi sosialisasinya harus lebih efektif dijalankan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TII)