Jakarta: Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) meminta penyempurnaan substansif Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) atau RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). RUU itu mesti menjawab tantangan dan masalah yang dihadapi korban.
"Penyempurnaan yang dimaksud adalah mengintegrasikan tindak pidana pemaksaan aborsi, pemaksaan pelacuran, pemaksaan perkawinan, dan perbudakan seksual dalam RUU TPKS," kata Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi melalui keterangan tertulis, Minggu, 12 September 2021.
Komnas Perempuan juga meminta penyempurnaan dalam merumuskan kekerasan seksual berbasis gender siber (KSBGS). Lalu, menguatkan aturan tentang pencegahan dengan memetakan para pihak dan peran yang dimandatkan.
Berikutnya, kata Siti, menegaskan kembali perlindungan hak korban dalam bagian tersendiri. Perumusan ketentuan delegatif UU ke dalam peraturan pelaksanaannya juga harus diperhatikan.
"Penyempurnaan terakhir adalah penegasan peran lembaga nasional hak asasi manusia (HAM) dan lembaga independen lainnya terkait pelaksanaan RUU ini," ujar Siti.
Komnas Perempuan turut menyoroti tarik-menarik pengaturan perkosaan di dalam RUU tersebut. Lapisan hambatan yang dialami perempuan korban perkosaan dalam mengakses keadilan dan pemulihan dinilai bagian dari titik tolok gagasan RUU TPKS.
Siti menjelaskan pengaturan tentang perkosaan sempit dan parsial dalam KUHP. Sejumlah kelemahan dalam tata cara pelaksanaan formal hukum pidana sebagaimana diatur di dalam KUHAP juga mencederai hak korban kekerasan seksual. Khususnya perempuan korban perkosaan.
Korban perkosaan, kata Siti, kerap mengalami kerugian dan trauma berulang dalam proses memperjuangkan keadilan. Bahkan, korban perkosaan kerap berjuang sendiri untuk pemulihan diri.
"Dengan memperhatikan kebutuhan inilah maka pengaturan tentang perkosaan adalah integral di dalam ruh gagasan RUU TPKS ini," ucap Siti.
Baca: Komnas Perempuan Nilai Perubahan Judul RUU PKS Jadi TPKS Selaras
Komnas Perempuan merekomendasikan RUU TPKS dengan mempertimbangkan daya kemanfaatan dan efektivitas rumusan norma berdasarkan pengalaman korban. Selain itu, Badan Legislatif (Baleg) DPR selaku penyusun RUU itu membuka ruang aspirasi dari kelompok masyarakat lebih luas.
"Khususnya komunitas korban atau penyintas dan lembaga pendamping korban dan lembaga bantuan hukum," kata Siti.
Jakarta: Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) meminta penyempurnaan substansif Rancangan Undang-Undang Penghapusan
Kekerasan Seksual (RUU PKS) atau RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (
TPKS). RUU itu mesti menjawab tantangan dan masalah yang dihadapi korban.
"Penyempurnaan yang dimaksud adalah mengintegrasikan tindak pidana pemaksaan aborsi, pemaksaan pelacuran, pemaksaan perkawinan, dan perbudakan seksual dalam RUU TPKS," kata Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi melalui keterangan tertulis, Minggu, 12 September 2021.
Komnas Perempuan juga meminta penyempurnaan dalam merumuskan kekerasan seksual berbasis gender siber (KSBGS). Lalu, menguatkan aturan tentang pencegahan dengan memetakan para pihak dan peran yang dimandatkan.
Berikutnya, kata Siti, menegaskan kembali perlindungan hak korban dalam bagian tersendiri. Perumusan ketentuan delegatif
UU ke dalam peraturan pelaksanaannya juga harus diperhatikan.
"Penyempurnaan terakhir adalah penegasan peran lembaga nasional hak asasi manusia (HAM) dan lembaga independen lainnya terkait pelaksanaan RUU ini," ujar Siti.
Komnas Perempuan turut menyoroti tarik-menarik pengaturan perkosaan di dalam RUU tersebut. Lapisan hambatan yang dialami perempuan korban perkosaan dalam mengakses keadilan dan pemulihan dinilai bagian dari titik tolok gagasan RUU TPKS.
Siti menjelaskan pengaturan tentang perkosaan sempit dan parsial dalam KUHP. Sejumlah kelemahan dalam tata cara pelaksanaan formal hukum pidana sebagaimana diatur di dalam KUHAP juga mencederai hak korban kekerasan seksual. Khususnya perempuan korban perkosaan.
Korban perkosaan, kata Siti, kerap mengalami kerugian dan trauma berulang dalam proses memperjuangkan keadilan. Bahkan, korban perkosaan kerap berjuang sendiri untuk pemulihan diri.
"Dengan memperhatikan kebutuhan inilah maka pengaturan tentang perkosaan adalah integral di dalam ruh gagasan RUU TPKS ini," ucap Siti.
Baca:
Komnas Perempuan Nilai Perubahan Judul RUU PKS Jadi TPKS Selaras
Komnas Perempuan merekomendasikan RUU TPKS dengan mempertimbangkan daya kemanfaatan dan efektivitas rumusan norma berdasarkan pengalaman korban. Selain itu, Badan Legislatif (Baleg) DPR selaku penyusun RUU itu membuka ruang aspirasi dari kelompok masyarakat lebih luas.
"Khususnya komunitas korban atau penyintas dan lembaga pendamping korban dan lembaga bantuan hukum," kata Siti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)