Metrotvnews.co, Jakarta: Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sudah kehilangan rohnya untuk memperjuangkan kepentingan daerah tempat mereka terpilih. Kepentingan politis lebih didahulukan ketimbang rakyat.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus melihat hal ini setelah munculnya kisruh perebutan kursi pimpinan di gedung Senat selama dua pekan belakangan.
"Kepentingan politik yang membuat DPD berkembang nampak seperti paripurna lalu (kericuhan)," kata Lucius saat diskusi bertema "DPD, Kok Gitu?" di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu 8 April 2017.
Kisruh ini, kata Lucius, membuat orang bertanya-tanya, "apa yang terjadi dengan DPD?" Sebab selama ini DPD merupakan tempat masyarakat berharap wakil rakyat pilihan mereka dapat mengusung menjadi pejuang di Senayan.
"Karena belakangan ini, rakyat mulai tidak percaya dengan DPR. Tapi, setelah sekian lama tidak bermasalah, tiba-tiba yang muncul DPD kisruh," kata Lucius.
Belum lagi, DPD sudah semakin terkontaminasi oleh kepentingan partai politik. Lucius menyebut lebih dari setengah anggota DPD berafiliasi dengan partai.
"Sekitar 70 orang anggota DPD itu kader partai politik," kata Lucius.
Hanta Yudha. Foto: Metrotvnews.com/Surya
Pengamat politik Hanta Yudha juga merasa DPD sudah lari dari khitah sebagai perwakilan kepentingan daerah. Dia melihat sudah muncul kubu-kubu yang berusaha mengegolkan kepentingan golongan afiliasi politiknya.
Sebenarnya, kata dia, afiliasi politik tak bermasalah jika kader partai yang duduk di DPD lebih mendahulukan kepentingan daerah ketimbang partai. Tapi, hal ini tak mungkin terjadi dengan karakter partai di Indonesia.
"Sejak reformasi, kita melakukan berbagai desentralisasi. Tapi, kita tidak kunjung melakukan desentralisasi politik. Semua keputusan itu asalnya dari DPP Partai," ujar Hanta.
Metrotvnews.co, Jakarta: Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sudah kehilangan rohnya untuk memperjuangkan kepentingan daerah tempat mereka terpilih. Kepentingan politis lebih didahulukan ketimbang rakyat.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus melihat hal ini setelah munculnya kisruh perebutan kursi pimpinan di gedung Senat selama dua pekan belakangan.
"Kepentingan politik yang membuat DPD berkembang nampak seperti paripurna lalu (kericuhan)," kata Lucius saat diskusi bertema "DPD, Kok Gitu?" di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu 8 April 2017.
Kisruh ini, kata Lucius, membuat orang bertanya-tanya, "apa yang terjadi dengan DPD?" Sebab selama ini DPD merupakan tempat masyarakat berharap wakil rakyat pilihan mereka dapat mengusung menjadi pejuang di Senayan.
"Karena belakangan ini, rakyat mulai tidak percaya dengan DPR. Tapi, setelah sekian lama tidak bermasalah, tiba-tiba yang muncul DPD kisruh," kata Lucius.
Belum lagi, DPD sudah semakin terkontaminasi oleh kepentingan partai politik. Lucius menyebut lebih dari setengah anggota DPD berafiliasi dengan partai.
"Sekitar 70 orang anggota DPD itu kader partai politik," kata Lucius.
Hanta Yudha. Foto: Metrotvnews.com/Surya
Pengamat politik Hanta Yudha juga merasa DPD sudah lari dari khitah sebagai perwakilan kepentingan daerah. Dia melihat sudah muncul kubu-kubu yang berusaha mengegolkan kepentingan golongan afiliasi politiknya.
Sebenarnya, kata dia, afiliasi politik tak bermasalah jika kader partai yang duduk di DPD lebih mendahulukan kepentingan daerah ketimbang partai. Tapi, hal ini tak mungkin terjadi dengan karakter partai di Indonesia.
"Sejak reformasi, kita melakukan berbagai desentralisasi. Tapi, kita tidak kunjung melakukan desentralisasi politik. Semua keputusan itu asalnya dari DPP Partai," ujar Hanta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)