Jakarta: Anggota DPR RI Irwan mengkritisi langkah Badan Kepegawaian Nasional (BKN) memantau aktivitas Aparatur Sipil Negara (ASN) di media sosial (medsos). Dia minta pemerintah jangan berlebihan menyikapi tingkah beberapa ASN yang nyinyir di medsos.
"Terlalu berlebihan, jangan sampai yang sudah kita raih dari reformasi, kembali mundur. Bagaimana pun ASN tidak hilang hak politiknya. Memang harus netral, tetapi punya hak politik untuk memilih," kata Irwan saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jalan Gatot Soebroto, Jakarta, Rabu, 16 Oktober 2019.
Politikus Demokrat itu mengimbau pemerintah bijak dalam menyikapi perbedaan pendapat di medsos, termasuk yang dilakukan oleh ASN.
"Harus bisa dibedakan antara dia (ASN) menyampaikan kemerdekaan berpikirnya dengan melakukan pelanggaran undang-undang," ucapnya.
Untuk diketahui, BKN kembali mengingatkan ASN mengenai regulasi yang mengatur sikap ASN dalam menyampaikan pendapat di medsos. Aturan tersebut tertuang dalam Surat Edaran BKN kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) tentang Pencegahan Potensi Gangguan Ketertiban dalam Pelaksanaan Tugas dan Fungsi PNS. Aturan tersebut diterbitkan pada Mei 2018.
Irwan menilai, langkah tersebut tidak tepat. Alasannya, mengekang kebebasan berpikir dan berpendapat ASN.
"Kalau menyampaikan ketidaksetujuan terhadap sesuatu hal itu bebas-bebas saja, like, comment. Kalau dilarang, itu membuat bangsa ini agak berkurang kecerdasannya. Orang lebih tertutup, tidak bisa menyampaikan pendapat," kata Irwan.
Kebijakan pemerintah ini mulai menjadi sorotan usai dicopotnya Kolonel Hendi Suhendi dari jabatan Dandim Kendari. Penyebabnya,sang istri Irma Nasution menulis komentar nyinyir di medsos menanggapi penyerangan terhadap Menko Polhukam Wiranto.
"Masak karena peristiwa satu itu, malah membungkam kebebasan berpendapat dan berekspresi masyarakat Indonesia. Dengan melarang di medsos, itu mengurangi kecerdasan bangsa ini karena kecerdasan dimulai dari kemerdekaan berpikir," kata Irwan.
Jakarta: Anggota DPR RI Irwan mengkritisi langkah Badan Kepegawaian Nasional (BKN) memantau aktivitas Aparatur Sipil Negara (ASN) di media sosial (medsos). Dia minta pemerintah jangan berlebihan menyikapi tingkah beberapa ASN yang nyinyir di medsos.
"Terlalu berlebihan, jangan sampai yang sudah kita raih dari reformasi, kembali mundur. Bagaimana pun ASN tidak hilang hak politiknya. Memang harus netral, tetapi punya hak politik untuk memilih," kata Irwan saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jalan Gatot Soebroto, Jakarta, Rabu, 16 Oktober 2019.
Politikus Demokrat itu mengimbau pemerintah bijak dalam menyikapi perbedaan pendapat di medsos, termasuk yang dilakukan oleh ASN.
"Harus bisa dibedakan antara dia (ASN) menyampaikan kemerdekaan berpikirnya dengan melakukan pelanggaran undang-undang," ucapnya.
Untuk diketahui, BKN kembali mengingatkan ASN mengenai regulasi yang mengatur sikap ASN dalam menyampaikan pendapat di medsos. Aturan tersebut tertuang dalam Surat Edaran BKN kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) tentang Pencegahan Potensi Gangguan Ketertiban dalam Pelaksanaan Tugas dan Fungsi PNS. Aturan tersebut diterbitkan pada Mei 2018.
Irwan menilai, langkah tersebut tidak tepat. Alasannya, mengekang kebebasan berpikir dan berpendapat ASN.
"Kalau menyampaikan ketidaksetujuan terhadap sesuatu hal itu bebas-bebas saja,
like, comment. Kalau dilarang, itu membuat bangsa ini agak berkurang kecerdasannya. Orang lebih tertutup, tidak bisa menyampaikan pendapat," kata Irwan.
Kebijakan pemerintah ini mulai menjadi sorotan usai dicopotnya Kolonel Hendi Suhendi dari jabatan Dandim Kendari. Penyebabnya,sang istri Irma Nasution menulis komentar nyinyir di medsos menanggapi penyerangan terhadap Menko Polhukam Wiranto.
"Masak karena peristiwa satu itu, malah membungkam kebebasan berpendapat dan berekspresi masyarakat Indonesia. Dengan melarang di medsos, itu mengurangi kecerdasan bangsa ini karena kecerdasan dimulai dari kemerdekaan berpikir," kata Irwan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ROS)