medcom.id, Jakarta: PAN sukses memilih ketua umum baru. Zulkifli Hasan, politikus senior partai itu, terpilih jadi suksesor Hatta Rajasa melalui pemilihan yang demokratis.
Di pemilihan, Zulkifli meraih 292 suara unggul enam suara dari Hatta yang jadi rivalnya di pemilihan. Meski sempat rusuh, pendukung ke dua kandidat akhirnya bisa menerima hasil.
Setelah terpilih, tugas berat menanti Zulkifli. Di Pemilu 2014, PAN ada di posisi 6 dari 12 peserta. Partai matahari terbit itu memperoleh 9.481.621 suara atau 7,59%. PAN berada di bawah PKB (9,04%) dan di atas PKS (6,79%).
Sementara pada Pemilu 2009, PAN berada di posisi 5 dari 38 partai politik dengan perolehan suara 6.254.580 (6,01%). Saat itu PAN di atas PPP (5.32%) dan di bawah PKS (7,88%).
Perolehan suara PAN relatif stabil dalam lima tahun, dari 2009 ke 2014. Suaranya ada di kisaran 6-7%.
"Banyak sekali hal yang mesti dilakukan Zulkifli," kata pengamat politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung Idil Akbar saat dihubungi, Senin (2/3/2015).
Beruntung, kata Idil, PAN tak mengalami konflik kubu-kubuan, seperti halnya Golkar atau PPP. Namun demikian, Zulkifli wajib mengonsolidasikan internal partainya. "Karena bagaimanapun sudah ada kompetisi di partai ini," ujarnya.
Menurut Idil, PAN yang solid saja sulit menembus papan atas apalagi jika konflik. Untuk itu riak-riak konflik yang muncul dalam kongres jangan sampai melebar. Apalagi ada serangan dari Amien Rais untuk Hatta Rajasa.
"Jadi konsolidasi itu memang sangat perlu," ucapnya. Zulkifli harus punya sentuhan konstruktif agar PAN terus eksis dalam percaturan politik.
Untuk bisa menembus papan atas, PAN perlu eksistensi sebagai partai politik.
Zulkifli menargetkan 10% suara pada Pemilu 2019. Apa realistis?
"Sulit," jawab Idil.
"Yang mesti dipikirkan PAN, hemat saya adalah lolos parliementary threshold saja dulu," tambahnya.
PAN, kata dia, harus bisa jadi partai yang mampu menyerap aspirasi semua masyarakat Indonesia. Jangan jadi partai yang tersegmentasi. Apalagi jadi partai kolot. "Yang paling penting solidkan partai agar tak terpecah," tukasnya.
Pada pemilu lalu, kata Idil, PAN cukup berhasil. Meraih 7% suara adalah prestasi bagi partai ini. Apalagi, kadernya bisa jadi calon wakil presiden, meski gagal terpilih. Ini bisa juga jadi beban Zulkifli Hasan. "Harus ada terobosan, setidaknya, agar PAN tak terjerembab di pemilu nanti," ujar Idil.
Hatta Rajasa, yang dinilai punya jasa untuk PAN, bisa ditempatkan di Ketua Majelis pertimbangan Partai (MPP) menggantikan Amien Rais. Itu juga jadi bagian untuk menyolidkan barisan kader. Terlepas dari akan seperti apa PAN ke depan, Idil memuji proses pemilihan ketua umum yang berlangsung di Nusa Dua, Bali.
Menurutnya, PAN memperlihatkan betapa demokratisnya partai tersebut. Bukan hanya itu, PAN juga berhasil meregenerasi kepengurusan.
"Saya kira prosesnya sangat bagus. Ada regenerasi apalagi prosesnya demokratis dan yang kalah legowo. Ya walaupun ada riak-riak, tapi itu dinamika dari proses demokrasi itu sendiri. Ini satu nilai yang bagus dan seharusnya memang begitu. Ada nilai kompetisi yang demokratis," pungkasnya.
medcom.id, Jakarta: PAN sukses memilih ketua umum baru. Zulkifli Hasan, politikus senior partai itu, terpilih jadi suksesor Hatta Rajasa melalui pemilihan yang demokratis.
Di pemilihan, Zulkifli meraih 292 suara unggul enam suara dari Hatta yang jadi rivalnya di pemilihan. Meski sempat rusuh, pendukung ke dua kandidat akhirnya bisa menerima hasil.
Setelah terpilih, tugas berat menanti Zulkifli. Di Pemilu 2014, PAN ada di posisi 6 dari 12 peserta. Partai matahari terbit itu memperoleh 9.481.621 suara atau 7,59%. PAN berada di bawah PKB (9,04%) dan di atas PKS (6,79%).
Sementara pada Pemilu 2009, PAN berada di posisi 5 dari 38 partai politik dengan perolehan suara 6.254.580 (6,01%). Saat itu PAN di atas PPP (5.32%) dan di bawah PKS (7,88%).
Perolehan suara PAN relatif stabil dalam lima tahun, dari 2009 ke 2014. Suaranya ada di kisaran 6-7%.
"Banyak sekali hal yang mesti dilakukan Zulkifli," kata pengamat politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung Idil Akbar saat dihubungi, Senin (2/3/2015).
Beruntung, kata Idil, PAN tak mengalami konflik kubu-kubuan, seperti halnya Golkar atau PPP. Namun demikian, Zulkifli wajib mengonsolidasikan internal partainya. "Karena bagaimanapun sudah ada kompetisi di partai ini," ujarnya.
Menurut Idil, PAN yang solid saja sulit menembus papan atas apalagi jika konflik. Untuk itu riak-riak konflik yang muncul dalam kongres jangan sampai melebar. Apalagi ada serangan dari Amien Rais untuk Hatta Rajasa.
"Jadi konsolidasi itu memang sangat perlu," ucapnya. Zulkifli harus punya sentuhan konstruktif agar PAN terus eksis dalam percaturan politik.
Untuk bisa menembus papan atas, PAN perlu eksistensi sebagai partai politik.
Zulkifli menargetkan 10% suara pada Pemilu 2019. Apa realistis?
"Sulit," jawab Idil.
"Yang mesti dipikirkan PAN, hemat saya adalah lolos parliementary threshold saja dulu," tambahnya.
PAN, kata dia, harus bisa jadi partai yang mampu menyerap aspirasi semua masyarakat Indonesia. Jangan jadi partai yang tersegmentasi. Apalagi jadi partai kolot. "Yang paling penting solidkan partai agar tak terpecah," tukasnya.
Pada pemilu lalu, kata Idil, PAN cukup berhasil. Meraih 7% suara adalah prestasi bagi partai ini. Apalagi, kadernya bisa jadi calon wakil presiden, meski gagal terpilih. Ini bisa juga jadi beban Zulkifli Hasan. "Harus ada terobosan, setidaknya, agar PAN tak terjerembab di pemilu nanti," ujar Idil.
Hatta Rajasa, yang dinilai punya jasa untuk PAN, bisa ditempatkan di Ketua Majelis pertimbangan Partai (MPP) menggantikan Amien Rais. Itu juga jadi bagian untuk menyolidkan barisan kader. Terlepas dari akan seperti apa PAN ke depan, Idil memuji proses pemilihan ketua umum yang berlangsung di Nusa Dua, Bali.
Menurutnya, PAN memperlihatkan betapa demokratisnya partai tersebut. Bukan hanya itu, PAN juga berhasil meregenerasi kepengurusan.
"Saya kira prosesnya sangat bagus. Ada regenerasi apalagi prosesnya demokratis dan yang kalah legowo. Ya walaupun ada riak-riak, tapi itu dinamika dari proses demokrasi itu sendiri. Ini satu nilai yang bagus dan seharusnya memang begitu. Ada nilai kompetisi yang demokratis," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(KRI)