medcom.id, Jakarta: Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menuntut DPR untuk membatalkan dana rumah aspirasi. DPR telah menambahkan dana Rp1,6 triliun dari APBN untuk pembuatan rumah aspirasi dan staf khusus anggota dewan yang dinilai dapat membantu penyerapan aspirasi warga di wilayah daerah pemilihan anggota dewan.
"Kita dengan ini menolak dana aspirasi yang diajukan DPR karena tidak ada korelasinya dalam perencanaan anggaran," tegas Sekjen FITRA Yenny Sucipto di Sekretariat FITRA, Jalan Mampang, Jakarta Selatan Rabu (25/3/2015).
Menurutnya, dana rumah aspirasi hanya akan membuka ruang korupsi bagi anggota DPR. Terlebih, dana ini tidak didukung dengan dasar hukum yang kuat.
"Kekhawatiran kita dana aspirasi itu nantinya akan menjadi celah celah praktek korupsi.Apalagi tak sesuai dengan UU.17 tahun 2003 tentang keuangan negara," kata Yenny.
Menurut penelusuran FITRA, alokasi anggaran untuk mengelola rumah aspirasi sebesar Rp150 juta per tahun atau Rp12,5 juta per bulan untuk setiap anggota DPR. Dengan adanya dana tersebut, negara akan menggelontorkan dana dengan jumlah yang fantastis dari APBN.
"Kita mensinyalir hal ini merupakan bancakan. Sekarang anggota DPR ada 560 anggota. Dengan adanya wacana dana rumah aspirasi ada Rp5,6Triliun dana yang dikeluarkan dari APBN," jelasnya.
Mirisnya, lanjut Yenny, hal ini sangat dirasa tidak adil jika dibandingkan dengan kondisi ekonomi Indonesia yang saat ini sedang tidak stabil. Menurutnya, masih banyak pos anggaran lain yang memerlukan dana tersebut.
"Disaat harga pangan naik saya rasa Rp5,6 triliun itu bisalah dialokasikan untuk anggaran ketahanan pangan yang jumlah alokasi anggarannya masih Rp1 Triliun," papar Yenny.
FITRA tegas menyatakan ada sembilan alasan penolakan dana rumah aspirasi,yakni dana aspirasi tidak mempunyai payung hukum yang kuat, DPR tak memiliki hak menggunakan anggaran dan dana tersebut bertolak belakang dengan perencanaan anggaran.
Kemudian, terdapat juga penolakan karena dana ini tidak mempunyai tujuan yang jelas, memperparah sistem perimbangan, memunculkan potensi korupsi dan DPR belum memiliki lembaga akuntabilitas.
Terakhir FITRA menyatakan dana aspirasi dianggap memiskinkan masyarakat dan dana tersebut juga disinyalir sebagai upaya balas budi konstituen untuk mengembalikan dana kampanye Pemilu 2014.
medcom.id, Jakarta: Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menuntut DPR untuk membatalkan dana rumah aspirasi. DPR telah menambahkan dana Rp1,6 triliun dari APBN untuk pembuatan rumah aspirasi dan staf khusus anggota dewan yang dinilai dapat membantu penyerapan aspirasi warga di wilayah daerah pemilihan anggota dewan.
"Kita dengan ini menolak dana aspirasi yang diajukan DPR karena tidak ada korelasinya dalam perencanaan anggaran," tegas Sekjen FITRA Yenny Sucipto di Sekretariat FITRA, Jalan Mampang, Jakarta Selatan Rabu (25/3/2015).
Menurutnya, dana rumah aspirasi hanya akan membuka ruang korupsi bagi anggota DPR. Terlebih, dana ini tidak didukung dengan dasar hukum yang kuat.
"Kekhawatiran kita dana aspirasi itu nantinya akan menjadi celah celah praktek korupsi.Apalagi tak sesuai dengan UU.17 tahun 2003 tentang keuangan negara," kata Yenny.
Menurut penelusuran FITRA, alokasi anggaran untuk mengelola rumah aspirasi sebesar Rp150 juta per tahun atau Rp12,5 juta per bulan untuk setiap anggota DPR. Dengan adanya dana tersebut, negara akan menggelontorkan dana dengan jumlah yang fantastis dari APBN.
"Kita mensinyalir hal ini merupakan bancakan. Sekarang anggota DPR ada 560 anggota. Dengan adanya wacana dana rumah aspirasi ada Rp5,6Triliun dana yang dikeluarkan dari APBN," jelasnya.
Mirisnya, lanjut Yenny, hal ini sangat dirasa tidak adil jika dibandingkan dengan kondisi ekonomi Indonesia yang saat ini sedang tidak stabil. Menurutnya, masih banyak pos anggaran lain yang memerlukan dana tersebut.
"Disaat harga pangan naik saya rasa Rp5,6 triliun itu bisalah dialokasikan untuk anggaran ketahanan pangan yang jumlah alokasi anggarannya masih Rp1 Triliun," papar Yenny.
FITRA tegas menyatakan ada sembilan alasan penolakan dana rumah aspirasi,yakni dana aspirasi tidak mempunyai payung hukum yang kuat, DPR tak memiliki hak menggunakan anggaran dan dana tersebut bertolak belakang dengan perencanaan anggaran.
Kemudian, terdapat juga penolakan karena dana ini tidak mempunyai tujuan yang jelas, memperparah sistem perimbangan, memunculkan potensi korupsi dan DPR belum memiliki lembaga akuntabilitas.
Terakhir FITRA menyatakan dana aspirasi dianggap memiskinkan masyarakat dan dana tersebut juga disinyalir sebagai upaya balas budi konstituen untuk mengembalikan dana kampanye Pemilu 2014.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(LOV)