medcom.id, Jakarta: Kepolisian Republik Indonesia didesak ikut terlibat dalam pemberantasan korupsi. Selama berdirinya KPK, Kepolisian dinilai tak punya taring lagi untuk pemberantasan korupsi.
Hal ini muncul dalam Rapat Kerja antara Kapolri dengan Komisi III DPR RI. Anggota Komisi III Wenny Warouw yang pertama menggulirkan hal itu.
"Kapan Polri bisa mengambil alih seluruh penyidikan? Bukan kita anti korupsi, bukan kita anti KPK, tapi cukup pertimbangan di UU KPK itu," kata Wenny Selasa 23 Mei 2017.
Wenny yakin, Polri bisa melakukan penyidikan tindak pidana korupsi dengan baik. Sebab, kata Wenny, selama ini pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK dampaknya tak terbendung.
"Tunjukkan pak. Bukan kita anti masalah korupsi, bukan anti KPK tetapi saya hanya memberi gambaran situasi ke depan akan lebih baik tidak ada istilah-istilah yang lain," tutur Wenny.
Anggota DPR Komisi III Masinton Pasaribu menyebut, pemberantasan korupsi tidak hanya urusan KPK. Kepolisian dan Kejaksaan juga harus bergerak.
Apalagi, kata Masinton, selama 15 tahun berdiri, KPK belum juga membuat indeks korupsi Indonesia naik. Politikus PDI Perjuangan itu yakin polisi mampu melakukan pemberantasan korupsi, tinggal mau atau tidak.
"Sehingga pemberantasan tidak hanya bertumpu pada KPK ini nggak akan buat kita maju kalau hanya KPK saja," tandas dia.
Baca: Pemberantasan Korupsi Efektif, tak Perlu Revisi UU KPK
Terkait keinginan itu, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengaku siap jika harus melakukan pemberantasan korupsi lebih baik lagi. Apalagi, polisi memiliki banyak anggota yang tersebar di seluruh Indonesia.
"Kalau ditanya apakah Polri siap, dari anggota Polri yang tersebar di seluruh Indonesia saya kira sangat siap. Namun perlu dukungan penganggaran di kepolisian. Kesejahteraan mereka perlu ditingkatkan dan gaji khusus," tutur Tito.
Sebab, kata Tito, sistem penganggaran dalam melakukan penyelidikan kasus di Polri dan KPK berbeda. Di KPK, penyelidikan setiap kasus dibiayai negara.
Jika kepolisian nantinya menguatkan ke pemberantasan korupsi, Tito bilang perlu dibentuk lembaga khusus.
Sejumlah anggota DPR Komisi III sepakat soal pembentukan lembaga khusus itu. Bahkan, dalam simpulan rapat, Komisi III mendesak supaya Polri segera membentuk lembaga itu.
"Poin enam, Komisi III mendesak polri membentuk densus tipikor (tindak korupsi) dengan anggaran khusus," kata Ketua Rapat Desmond J Mahesa dalam rapat.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/VNnzBlaN" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
medcom.id, Jakarta: Kepolisian Republik Indonesia didesak ikut terlibat dalam pemberantasan korupsi. Selama berdirinya KPK, Kepolisian dinilai tak punya taring lagi untuk pemberantasan korupsi.
Hal ini muncul dalam Rapat Kerja antara Kapolri dengan Komisi III DPR RI. Anggota Komisi III Wenny Warouw yang pertama menggulirkan hal itu.
"Kapan Polri bisa mengambil alih seluruh penyidikan? Bukan kita anti korupsi, bukan kita anti KPK, tapi cukup pertimbangan di UU KPK itu," kata Wenny Selasa 23 Mei 2017.
Wenny yakin, Polri bisa melakukan penyidikan tindak pidana korupsi dengan baik. Sebab, kata Wenny, selama ini pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK dampaknya tak terbendung.
"Tunjukkan pak. Bukan kita anti masalah korupsi, bukan anti KPK tetapi saya hanya memberi gambaran situasi ke depan akan lebih baik tidak ada istilah-istilah yang lain," tutur Wenny.
Anggota DPR Komisi III Masinton Pasaribu menyebut, pemberantasan korupsi tidak hanya urusan KPK. Kepolisian dan Kejaksaan juga harus bergerak.
Apalagi, kata Masinton, selama 15 tahun berdiri, KPK belum juga membuat indeks korupsi Indonesia naik. Politikus PDI Perjuangan itu yakin polisi mampu melakukan pemberantasan korupsi, tinggal mau atau tidak.
"Sehingga pemberantasan tidak hanya bertumpu pada KPK ini nggak akan buat kita maju kalau hanya KPK saja," tandas dia.
Baca: Pemberantasan Korupsi Efektif, tak Perlu Revisi UU KPK
Terkait keinginan itu, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengaku siap jika harus melakukan pemberantasan korupsi lebih baik lagi. Apalagi, polisi memiliki banyak anggota yang tersebar di seluruh Indonesia.
"Kalau ditanya apakah Polri siap, dari anggota Polri yang tersebar di seluruh Indonesia saya kira sangat siap. Namun perlu dukungan penganggaran di kepolisian. Kesejahteraan mereka perlu ditingkatkan dan gaji khusus," tutur Tito.
Sebab, kata Tito, sistem penganggaran dalam melakukan penyelidikan kasus di Polri dan KPK berbeda. Di KPK, penyelidikan setiap kasus dibiayai negara.
Jika kepolisian nantinya menguatkan ke pemberantasan korupsi, Tito bilang perlu dibentuk lembaga khusus.
Sejumlah anggota DPR Komisi III sepakat soal pembentukan lembaga khusus itu. Bahkan, dalam simpulan rapat, Komisi III mendesak supaya Polri segera membentuk lembaga itu.
"Poin enam, Komisi III mendesak polri membentuk densus tipikor (tindak korupsi) dengan anggaran khusus," kata Ketua Rapat Desmond J Mahesa dalam rapat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)