medcom.id, Jakarta: Ketua DPP Partai Golkar bidang Komunikasi Informasi dan Penggalangan Opini versi Munas Jakarta Leo Nababan mengatakan, peluang islah di dua kubu Partai Golkar yang kini tengah berkonflik hampir tertutup. Bahkan, Leo berani menyatakan, proses yang mengarah kepada rekonsiliasi sesuatu yang tidak mungkin terjadi.
"Islah tidak mungkin terjadi karena sangat diametral perbedaannya," kata Leo di ruang kerjanya, Kantor DPP Partai Golkar, Jalan Anggrek Neli Murni, Slipi, Jakarta Barat, kamis, (11/12/2014).
Dia menjelaskan, perbedaan kubunya dengan kepengurusan hasil Munas IX Bali di bawah kepemimpinan Aburizal Bakrie (Ical) terletak pada doktrin Golkar yang harus selalu setia dengan pemerintah. Menurut dia, setia bersama pemerintah, merupakan ajaran yang dibangun para pendiri Golkar, di antaranya Tri Karya yang terdiri dari Kosgoro, Soksi, dan MKGR.
"Pada itu, semua kader, awal masuk ruhnya Golkar pendukung pemerintah yang sah. Maka kami keputusannya mendukung Jokowi-JK. Apalagi pak JK mantan ketua umum kami. Itu sangat prinsipal," tegas Leo.
Kemudian, Leo juga menyinggung soal slogan Partai Golkar yang kini berganti. Dari 'Suara Golkar, Suara Rakyat' menjadi 'Suara Rakyat, Suara Golkar'. Slogan itu sengaja diganti kubunya agar Golkar mengikuti suara rakyat. Artinya, kata dia, Golkar mendukung penuh pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pilkada.
"Suara rakyat menginginkan pilkada langsung. Kami memutuskan mendukung Perppu," tukas dia.
Leo juga mengaku kaget dengan sikap Ical yang membatalkan rekomendasi Munas Bali. Seharusnya, kata dia, pembatalan keputusan Munas harus melalui Munas Luar Biasa.
"Sebagai aktivis, kaget juga. Baru kali ini, keputusan munas dibatalkan seorang ketua umum. Seharusnya, keputusan Munas, rekomendasi, atau catatan kecil apapun harus dibatalkan lewat Munaslub," ujar dia.
medcom.id, Jakarta: Ketua DPP Partai Golkar bidang Komunikasi Informasi dan Penggalangan Opini versi Munas Jakarta Leo Nababan mengatakan, peluang islah di dua kubu Partai Golkar yang kini tengah berkonflik hampir tertutup. Bahkan, Leo berani menyatakan, proses yang mengarah kepada rekonsiliasi sesuatu yang tidak mungkin terjadi.
"Islah tidak mungkin terjadi karena sangat diametral perbedaannya," kata Leo di ruang kerjanya, Kantor DPP Partai Golkar, Jalan Anggrek Neli Murni, Slipi, Jakarta Barat, kamis, (11/12/2014).
Dia menjelaskan, perbedaan kubunya dengan kepengurusan hasil Munas IX Bali di bawah kepemimpinan Aburizal Bakrie (Ical) terletak pada doktrin Golkar yang harus selalu setia dengan pemerintah. Menurut dia, setia bersama pemerintah, merupakan ajaran yang dibangun para pendiri Golkar, di antaranya Tri Karya yang terdiri dari Kosgoro, Soksi, dan MKGR.
"Pada itu, semua kader, awal masuk ruhnya Golkar pendukung pemerintah yang sah. Maka kami keputusannya mendukung Jokowi-JK. Apalagi pak JK mantan ketua umum kami. Itu sangat prinsipal," tegas Leo.
Kemudian, Leo juga menyinggung soal slogan Partai Golkar yang kini berganti. Dari 'Suara Golkar, Suara Rakyat' menjadi 'Suara Rakyat, Suara Golkar'. Slogan itu sengaja diganti kubunya agar Golkar mengikuti suara rakyat. Artinya, kata dia, Golkar mendukung penuh pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pilkada.
"Suara rakyat menginginkan pilkada langsung. Kami memutuskan mendukung Perppu," tukas dia.
Leo juga mengaku kaget dengan sikap Ical yang membatalkan rekomendasi Munas Bali. Seharusnya, kata dia, pembatalan keputusan Munas harus melalui Munas Luar Biasa.
"Sebagai aktivis, kaget juga. Baru kali ini, keputusan munas dibatalkan seorang ketua umum. Seharusnya, keputusan Munas, rekomendasi, atau catatan kecil apapun harus dibatalkan lewat Munaslub," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(KRI)