Jakarta: Isu poligami yang digulirkan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dinilai efektif untuk menarik simpati suara perempuan di Pemilu 2019. Apalagi perempuan menjadi suara mayoritas di pemilu serentak tersebut.
Pengamat politik dari Universitas Presiden Muhammad A S Hikam mengatakan, larangan poligami bagi aparatur sipil negara dan pejabat negara adalah salah satu platform politik yang bersinggungan dengan hak asasi kaum perempuan.
"Bagi saya platform politik seperti itu suatu kemajuan besar dalam wacana demokrasi pasca-reformasi. Terlepas ada yang pro dan kontra terhadap platform tersebut, dalam sistem demokrasi adalah sah-sah saja untuk dikemukakan dan diperjuangkan oleh PSI atau partai politik lainnya," kata Hikam, Rabu, 19 Desember 2018.
Hikam tidak memungkiri larangan poligami sulit mendapat dukungan dari masyarakat. Dia menyarankan PSI memberikan penjelasan terkait larangan poligami bagi ASN dan pejabat negara.
"Walaupun mayoritas masyarakat Indonesia muslim, belum tentu semuanya pro poligami untuk ASN dan pejabat negara. Toh PSI tidak mengatakan poligami dilarang total bagi seluruh masyarakat," ujarnya.
Baca: PSI: Poligami Memperdaya Perempuan
Dia meyakini, langkah politik yang diambil PSI mendapat perhatian pemilih perempuan. “Pemilih perempuan, khususnya kelompok milenial akan cenderung mendukung platform tersebut, sehingga target PSI juga harus terarah sehingga bisa lebih efisien dan efektif dalam komunikasi publik,” tutup Hikam.
Seperti diktahui, pembahasan poligami kembali muncul ke publik setelah Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie menyerukan revisi Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan terutama terkait dengan poligami. Grace menyatakan partainya tidak akan pernah mendukung praktik poligami.
Dia menegaskan, UU tersebut harus direvisi agar tidak ada lagi perempuan dan anak-anak yang menjadi korban ketidakadilan.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/8komn0lN" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Isu poligami yang digulirkan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dinilai efektif untuk menarik simpati suara perempuan di Pemilu 2019. Apalagi perempuan menjadi suara mayoritas di pemilu serentak tersebut.
Pengamat politik dari Universitas Presiden Muhammad A S Hikam mengatakan, larangan poligami bagi aparatur sipil negara dan pejabat negara adalah salah satu platform politik yang bersinggungan dengan hak asasi kaum perempuan.
"Bagi saya platform politik seperti itu suatu kemajuan besar dalam wacana demokrasi pasca-reformasi. Terlepas ada yang pro dan kontra terhadap platform tersebut, dalam sistem demokrasi adalah sah-sah saja untuk dikemukakan dan diperjuangkan oleh PSI atau partai politik lainnya," kata Hikam, Rabu, 19 Desember 2018.
Hikam tidak memungkiri larangan poligami sulit mendapat dukungan dari masyarakat. Dia menyarankan PSI memberikan penjelasan terkait larangan poligami bagi ASN dan pejabat negara.
"Walaupun mayoritas masyarakat Indonesia muslim, belum tentu semuanya pro poligami untuk ASN dan pejabat negara. Toh PSI tidak mengatakan poligami dilarang total bagi seluruh masyarakat," ujarnya.
Baca: PSI: Poligami Memperdaya Perempuan
Dia meyakini, langkah politik yang diambil PSI mendapat perhatian pemilih perempuan. “Pemilih perempuan, khususnya kelompok milenial akan cenderung mendukung platform tersebut, sehingga target PSI juga harus terarah sehingga bisa lebih efisien dan efektif dalam komunikasi publik,” tutup Hikam.
Seperti diktahui, pembahasan poligami kembali muncul ke publik setelah Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie menyerukan revisi Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan terutama terkait dengan poligami. Grace menyatakan partainya tidak akan pernah mendukung praktik poligami.
Dia menegaskan, UU tersebut harus direvisi agar tidak ada lagi perempuan dan anak-anak yang menjadi korban ketidakadilan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)