Presiden Joko Widodo berbicang dengan Ketua Komnas Perempuan Azriana, Menteri Sosial Khofifah, dan Menteri PPA Yohana Yembise di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu 8 Juni 2016. Antara Foto/Puspa Perwitasari
Presiden Joko Widodo berbicang dengan Ketua Komnas Perempuan Azriana, Menteri Sosial Khofifah, dan Menteri PPA Yohana Yembise di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu 8 Juni 2016. Antara Foto/Puspa Perwitasari

Temui Presiden, Komnas Perempuan Sampaikan Terobosan RUU PKS

Githa Farahdina • 08 Juni 2016 12:02
medcom.id, Jakarta: Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) akan menyerahkan draf Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) ke DPR awal Juli. RUU ini berisi banyak terobosan.
 
"Tidak hanya pemidanaan pelaku, tetapi juga mengatur pemulihan korban dan pencegahan yang melibatkan partisipasi masyarakat, juga corporate," kata Ketua Komnas Perempuan Azriana usai bertemu Presiden Joko Widodo di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, Rabu (8/6/2016).
 
RUU PKS, kata Azriana, menawarkan hukum acara baru untuk menangani kasus kekerasan seksual dalam perspektif korban. Hukum acara ini diharapkan memudahkan korban dalam proses peradilan.

Temui Presiden, Komnas Perempuan Sampaikan Terobosan RUU PKS
Menteri PPA Yohana Yembise, Menteri Sosial Khofifah, dan Ketua Komnas Perempuan Azriana di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu 8 Juni 2016. Antara Foto/Puspa Perwitasari
 
Azriana menjelaskan, saat ini, korban menemui kesulitan ketika harus membuktikan kekerasan seksual yang dialami. Pada kondisi ini, Komnas Perempuan menawarkan keterangan korban bisa dijadikan alat bukti.
 
Aturan itu mengadopsi UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT). Dalam UU PKDRT tegas disebutkan kesaksian korban merupakan alat bukti.
 
"Tinggal tambah satu saja, maka proses hukum sudah bisa dilanjutkan," tegas dia.
 
Berdasarkan temuan Forum Pengada Layanan per 2015, pengkajian 47 kasus menunjukkan penyelesaian 50 persen kasus diarahkan melalui mediasi, meski telah dilaporkan ke polisi. Mediasi adalah menikahkan pelaku dan korban. Cara ini dinilai tak bisa mencegah kasus kekerasan seksual.
 
"Ketika suatu kejahatan tidak diproses hukum, itu mengajarkan pelaku lain kalau melakukan hal yang sama, tidak akan diproses hukum," ujar dia.
 
Hukum Acara Khusus Korban
 
Komnas Perempuan juga memasukkan hukum acara sendiri untuk mengatasi hambatan yang dialami korban dan penyidik dalam penanganan kasus. Pengaturan hak korban dan keluarga pun menjadi perhatian khusus dalam draf RUU yang menjadi inisiatif DPR ini.
 
"Kami akomodasi seluruh dampak kekerasan seksual. Kita tahu bahkan kekerasan seksual bisa berdampak kepada korban sepanjang hidupnya," ujar dia.
 
Temui Presiden, Komnas Perempuan Sampaikan Terobosan RUU PKS
Antara Foto/Puspa Perwitasari
 
Korban, dalam draf RUU PKS, akan diberi kemudahan mengakses pemulihan baik secara medis, psikologis, maupun ekonomi.
 
Terobosan lain yang terdapat dalam draf adalah mengenal pemberian kesaksian melalui teleconference. Komnas Perempuan menyadari bukan perkara mudah bagi kroban dipertemukan dengan pelaku di depan pengadilan.
 
"Jadi, upaya-upaya melindungi korban untuk pastikan proses hukum berkontribusi pada proses pemulihan itu coba diadopsi oleh RUU PKS," ucap Azriana.
 
Komitmen Pemerintah
 
Azriana mengaku mendapat dukungan dari pemerintah. Ia meminta Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak Yohana Yambise ikut mensosialisasikan RUU PKS.
 
"Presiden beri dukungan terhadap pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ini," kata Azriana.
 
Komnas Perempuan lega karena Presiden beberapa waktu lalu menyatakan kejahatan seksual merupakan kejahatan luar biasa. Implementasi melalui UU dan Peraturan Pemerintah diharapkan efektif memerangi kejahatan seksual.
 
Dari 15 jenis kekerasan seksual yang dikaji sejak 1998 hingga 2015, Komnas Perempuan menyarikannya menjadi delapan jenis, yakni pelecehan seksual, eksploitasi seksual, perkosaan, pemaksaan perkawinan, sterilisasi paksa, perbudakan seksual, penyiksaan seksual, dan pelacuran paksa.
 
"Tidak seluruhnya dari 15 itu harus ditangani lewat proses hukum. Ada kekerasan seksual jenis tertentu yang dibutuhkan ialah mengedukasi masyarakat. Contohnya, sunat perempuan," ujar Azriana.
 
Draf RUU PKS hingga hari ini masih dalam tahap finalisasi.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TRK)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan