Jakarta: Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Arif Satria mengemukakan sistem politik Indonesia perlu dievaluasi secara total. Sehingga, cita-cita membangun peradaban bangsa dapat tercapai.
"Menurut saya, setelah melihat secara menyeluruh berjalannya sistem politik kita, terlihat makin tidak inklusif dan harus ada evaluasi total untuk memperbaikinya," kata Arif dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu, 6 Juli 2024.
Rektor IPB itu menilai pelaksanaan demokrasi Indonesia semakin mahal. Kondisi ini berujung pada praktik politik yang semakin kurang inklusif.
Menurut dia, sistem politik Indonesia semakin bias hanya untuk mereka yang berduit, karena demokrasi semakin mahal. Selain itu, pendekatan transaksional dalam praktik politik semakin menjauh dari high politics.
"Bahkan pemilihan legislatif menjadi ajang jor-joran politik uang," ujar Arif.
Melihat kondisi tersebut, Arif khawatir terjadi pergeseran budaya politik yang cenderung materialistis dan hanya berpihak kepada politikus dengan dukungan modal finansial besar.
"Saya khawatir, lama-kelamaan sistem seperti ini akan terbentuk budaya politik yang cenderung materialistis. Hanya mereka dengan modal besar atau didukung investor bermodal besar yang dapat eksis dalam perpolitikan," kata dia.
Arif mengatakan keadaan demikian jelas kontraproduktif dengan cita-cita membangun peradaban bangsa yang seharusnya politik adalah alat untuk membangun peradaban, bukan sekadar perebutan kekuasaan tanpa gagasan.
Solusi atas keadaan itu adalah melakukan evaluasi total sistem politik agar Indonesia kembali kepada cita-cita para pendiri bangsa.
"Politik adalah institusi untuk memperjuangkan terwujudnya cita-cita bangsa Indonesia," kata dia.
Jakarta: Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Arif Satria mengemukakan sistem
politik Indonesia perlu dievaluasi secara total. Sehingga, cita-cita membangun peradaban bangsa dapat tercapai.
"Menurut saya, setelah melihat secara menyeluruh berjalannya sistem politik kita, terlihat makin tidak inklusif dan harus ada evaluasi total untuk memperbaikinya," kata Arif dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu, 6 Juli 2024.
Rektor IPB itu menilai pelaksanaan
demokrasi Indonesia semakin mahal. Kondisi ini berujung pada praktik politik yang semakin kurang inklusif.
Menurut dia, sistem politik Indonesia semakin bias hanya untuk mereka yang berduit, karena demokrasi semakin mahal. Selain itu, pendekatan transaksional dalam praktik politik semakin menjauh dari
high politics.
"Bahkan pemilihan legislatif menjadi ajang jor-joran politik uang," ujar Arif.
Melihat kondisi tersebut, Arif khawatir terjadi pergeseran budaya politik yang cenderung materialistis dan hanya berpihak kepada politikus dengan dukungan modal finansial besar.
"Saya khawatir, lama-kelamaan sistem seperti ini akan terbentuk budaya politik yang cenderung materialistis. Hanya mereka dengan modal besar atau didukung investor bermodal besar yang dapat eksis dalam perpolitikan," kata dia.
Arif mengatakan keadaan demikian jelas kontraproduktif dengan cita-cita membangun peradaban bangsa yang seharusnya politik adalah alat untuk membangun peradaban, bukan sekadar perebutan kekuasaan tanpa gagasan.
Solusi atas keadaan itu adalah melakukan evaluasi total sistem politik agar Indonesia kembali kepada cita-cita para pendiri bangsa.
"Politik adalah institusi untuk memperjuangkan terwujudnya cita-cita bangsa Indonesia," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)