Sorong: Pemerintah meluncurkan Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua (RIPPP) Tahun 2022-2041 dan Sistem Informasi Percepatan Pembangunan Papua (SIPPP). Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin mengatakan peluncuran RIPPP dan SIPPP menjadi momentum penting yang dapat menjadi bagian dalam sejarah perjalanan pembangunan dan penentu bagi kemajuan Papua di masa mendatang.
Menurut Ma’ruf, sebagai platform terpadu percepatan pembangunan Papua, RIPPP 2022-2041 dan SIPPP menjadi kompas pembangunan jangka panjang Wilayah Papua.
“Ini adalah momentum penting yang dapat menjadi bagian dalam sejarah perjalanan pembangunan Papua dan juga menjadi penentu bagi kemajuan Papua di masa yang akan datang. Pembangunan Papua telah menjadi prioritas utama, sejalan dengan komitmen pemerintah dalam mewujudkan pembangunan yang bersifat Indonesia sentris guna mengurangi ketimpangan antarwilayah,” ungkap Wapres dalam peluncuran RIPPP dan SIPPP di Kota Sorong, Papua Barat Daya, Jumat, 7 Juni 2024).
Acara ini diselenggarakan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas bersama Sekretariat Wakil Presiden RI, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan. Peluncuran ini juga didukung oleh Program SKALA, program Keemitraan Australia-Indoneesia untuk akselerasi layanan dasar.
Maruf Amin menambahkan kebijakan dan strategi pembangunan Papua terus didorong demi menguatkan peran pemerintah daerah otonom baru dalam meningkatkan kesejahteraan orang asli Papua (OAP). Salah satunya melalui penguatan regulasi.
Sementara itu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan pemerintah telah menyusun RIPPP 2022-2041. Hal ini penting sebagai payung hukum dan pedoman dalam proses perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, sampai dengan evaluasi dan pengendalian percepatan pembangunan di Papua.
“Peluncuran RIPPP 2022–2041 dan SIPPP merupakan tahapan penting pembangunan Papua. Dengan diluncurkannya dokumen tersebut, kami memperkenalkan arah pembangunan jangka panjang wilayah Papua," ujar Suharso.
Dia berharap ini menjadi momen penting dalam mendorong sinkronisasi dan harmonisasi perencanaan dan penganggaran, serta kolaborasi pemerintah pusat, daerah, dan pelaku pembangunan lainnya dalam percepatan pembangunan wilayah Papua.
Suharso mengatakan RIPPP hadir membawa semangat dan terobosan baru dalam mewujudkan akselerasi pembangunan selama 20 tahun ke depan. Secara filosofis, RIPPP menjabarkan tujuan dan cita-cita pembangunan di dalam UUD 1945 yang disinergikan dengan Visi Indonesia Emas 2045 dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030 (Sustainable Development Goals/SDGs).
“Dokumen ini menetapkan arah besar untuk mempercepat pembangunan di Papua dengan pendekatan inovatif, yang menitikberatkan pada peningkatan kapasitas dan daya saing Orang Asli Papua (OAP). Hal ini bertujuan agar OAP dapat bersaing dan berhasil mengembangkan ekonomi mereka, yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan mereka,” jelas Suharso.
Anggota Badan Pengarah Percepatan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) Provinsi Papua Barat Daya, Otto Ihalauw mengatakan RIPPP perlu ditindaklanjuti sekaligus dikawal implementasinya. Hal ini bukan perkara mudah mengingat tak sedikit masyarakat yang bersikap skeptis.
“Tugas kami selaraskan RIPPP ke tingkat daerah melalui musrembang. Meskipun, bicara tentang musrembang, orang di kampung merasa sedih karena sering mendapati pelaksanaan dan penganggaran tidaklah tepat,” kata dia.
Salah satu tantangan laten yang ada ialah soal ketimpangan antarwilayah. Bappenas memastikan isu ini menjadi perhatian utama dalam pembuatan kebijakan, dan strategi pembangunan yang selaras dengan komitmen meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua.
Dalam kesempatan yang sama, pengusaha kopi asal Papua, Yafeth Wetipo, mengaku kerap menemukan masalah terkait kesenjangan. Contohnya, soal ketidakseragaman standar operasional petani kopi antarlokasi mengingat belum ada standar yang sama.
“Jadi hasil produksi (kualitas kopi) masih berbeda-beda. Ada juga tantangan, beberapa kebun kopi sudah terbuka aksesnya. Tapi ada juga perkebunan potensial yang aksesnya masih susah. Ini terakit infrastruktur transportasi,” ucap Yafeth.
RIPPP disusun dengan mempertimbangkan aspirasi dan dinamika pembentukan empat Daerah Otonom Baru (DOB) sebagai upaya pemerataan dan percepatan pembangunan, yaitu Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, Provinsi Papua Pegunungan, dan Provinsi Papua Barat Daya.
Pembentukan DOB dilakukan dengan tujuan mengoptimalkan pelayanan publik untuk memperpendek rentang kendali (span of control) pemerintahan yang lebih efisien dan efektif, guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dan pemerataan pembangunan, memperkuat daya saing daerah, dan memperkokoh keutuhan NKRI.
Dalam konteks perencanaan pembangunan, RIPPP bukan sekadar dokumen kebijakan, melainkan membawa semangat, paradigma baru, dan terobosan yang dibutuhkan untuk mencapai kesejahteraan Papua dalam dua dekade ke depan.
Secara detail, RIPPP mengandung visi, yakni Terwujudnya Papua mandiri, adil, dan sejahtera. Sementara itu, RIPPP juga membawa misi tematik berupa Papua Sehat, Papua Cerdas, dan Papua Produktif.
Namun, agar bisa mewujudkan ketiga misi itu, pembangunan di Papua harus diperkuat dengan peningkatan akses ke infrastruktur dasar dan konektivitas, peningkatan kualitas lingkungan, penerapan tata kelola pembangunan yang baik, dan memberikan perhatian khusus pada tanah adat/ulayat, kebudayaan, serta harmoni sosial sebagai prasyarat utama untuk mencapai tujuan pembangunan. Hal ini yang disebut dalam RIPPP sebagai kondisi perlu.
Sorong: Pemerintah meluncurkan Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua (RIPPP) Tahun 2022-2041 dan Sistem Informasi Percepatan Pembangunan
Papua (SIPPP). Wakil Presiden (
Wapres) Ma’ruf Amin mengatakan peluncuran RIPPP dan SIPPP menjadi momentum penting yang dapat menjadi bagian dalam sejarah perjalanan
pembangunan dan penentu bagi kemajuan Papua di masa mendatang.
Menurut Ma’ruf, sebagai platform terpadu percepatan pembangunan Papua, RIPPP 2022-2041 dan SIPPP menjadi kompas pembangunan jangka panjang Wilayah Papua.
“Ini adalah momentum penting yang dapat menjadi bagian dalam sejarah perjalanan pembangunan Papua dan juga menjadi penentu bagi kemajuan Papua di masa yang akan datang. Pembangunan Papua telah menjadi prioritas utama, sejalan dengan komitmen pemerintah dalam mewujudkan pembangunan yang bersifat Indonesia sentris guna mengurangi ketimpangan antarwilayah,” ungkap Wapres dalam peluncuran RIPPP dan SIPPP di Kota Sorong, Papua Barat Daya, Jumat, 7 Juni 2024).
Acara ini diselenggarakan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas bersama Sekretariat Wakil Presiden RI, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan. Peluncuran ini juga didukung oleh Program SKALA, program Keemitraan Australia-Indoneesia untuk akselerasi layanan dasar.
Maruf Amin menambahkan kebijakan dan strategi pembangunan Papua terus didorong demi menguatkan peran pemerintah daerah otonom baru dalam meningkatkan kesejahteraan orang asli Papua (OAP). Salah satunya melalui penguatan regulasi.
Sementara itu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan pemerintah telah menyusun RIPPP 2022-2041. Hal ini penting sebagai payung hukum dan pedoman dalam proses perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, sampai dengan evaluasi dan pengendalian percepatan pembangunan di Papua.
“Peluncuran RIPPP 2022–2041 dan SIPPP merupakan tahapan penting pembangunan Papua. Dengan diluncurkannya dokumen tersebut, kami memperkenalkan arah pembangunan jangka panjang wilayah Papua," ujar Suharso.
Dia berharap ini menjadi momen penting dalam mendorong sinkronisasi dan harmonisasi perencanaan dan penganggaran, serta kolaborasi pemerintah pusat, daerah, dan pelaku pembangunan lainnya dalam percepatan pembangunan wilayah Papua.
Suharso mengatakan RIPPP hadir membawa semangat dan terobosan baru dalam mewujudkan akselerasi pembangunan selama 20 tahun ke depan. Secara filosofis, RIPPP menjabarkan tujuan dan cita-cita pembangunan di dalam UUD 1945 yang disinergikan dengan Visi Indonesia Emas 2045 dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030 (Sustainable Development Goals/SDGs).
“Dokumen ini menetapkan arah besar untuk mempercepat pembangunan di Papua dengan pendekatan inovatif, yang menitikberatkan pada peningkatan kapasitas dan daya saing Orang Asli Papua (OAP). Hal ini bertujuan agar OAP dapat bersaing dan berhasil mengembangkan ekonomi mereka, yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan mereka,” jelas Suharso.
Anggota Badan Pengarah Percepatan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) Provinsi Papua Barat Daya, Otto Ihalauw mengatakan RIPPP perlu ditindaklanjuti sekaligus dikawal implementasinya. Hal ini bukan perkara mudah mengingat tak sedikit masyarakat yang bersikap skeptis.
“Tugas kami selaraskan RIPPP ke tingkat daerah melalui musrembang. Meskipun, bicara tentang musrembang, orang di kampung merasa sedih karena sering mendapati pelaksanaan dan penganggaran tidaklah tepat,” kata dia.
Salah satu tantangan laten yang ada ialah soal ketimpangan antarwilayah. Bappenas memastikan isu ini menjadi perhatian utama dalam pembuatan kebijakan, dan strategi pembangunan yang selaras dengan komitmen meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua.
Dalam kesempatan yang sama, pengusaha kopi asal Papua, Yafeth Wetipo, mengaku kerap menemukan masalah terkait kesenjangan. Contohnya, soal ketidakseragaman standar operasional petani kopi antarlokasi mengingat belum ada standar yang sama.
“Jadi hasil produksi (kualitas kopi) masih berbeda-beda. Ada juga tantangan, beberapa kebun kopi sudah terbuka aksesnya. Tapi ada juga perkebunan potensial yang aksesnya masih susah. Ini terakit infrastruktur transportasi,” ucap Yafeth.
RIPPP disusun dengan mempertimbangkan aspirasi dan dinamika pembentukan empat Daerah Otonom Baru (DOB) sebagai upaya pemerataan dan percepatan pembangunan, yaitu Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, Provinsi Papua Pegunungan, dan Provinsi Papua Barat Daya.
Pembentukan DOB dilakukan dengan tujuan mengoptimalkan pelayanan publik untuk memperpendek rentang kendali (span of control) pemerintahan yang lebih efisien dan efektif, guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dan pemerataan pembangunan, memperkuat daya saing daerah, dan memperkokoh keutuhan NKRI.
Dalam konteks perencanaan pembangunan, RIPPP bukan sekadar dokumen kebijakan, melainkan membawa semangat, paradigma baru, dan terobosan yang dibutuhkan untuk mencapai kesejahteraan Papua dalam dua dekade ke depan.
Secara detail, RIPPP mengandung visi, yakni Terwujudnya Papua mandiri, adil, dan sejahtera. Sementara itu, RIPPP juga membawa misi tematik berupa Papua Sehat, Papua Cerdas, dan Papua Produktif.
Namun, agar bisa mewujudkan ketiga misi itu, pembangunan di Papua harus diperkuat dengan peningkatan akses ke infrastruktur dasar dan konektivitas, peningkatan kualitas lingkungan, penerapan tata kelola pembangunan yang baik, dan memberikan perhatian khusus pada tanah adat/ulayat, kebudayaan, serta harmoni sosial sebagai prasyarat utama untuk mencapai tujuan pembangunan. Hal ini yang disebut dalam RIPPP sebagai kondisi perlu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)