Jakarta: Pemerintah terus berupaya memberantas korupsi di Tanah Air. Namun, mental kepala daerah yang korup membuat lembaga yang bertugas mengawasi aparatur sipil negara bekerja lebih ekstra.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan ada beberapa alasan yang membuat kepala daerah korupsi. Pertama, semakin tingginya anggaran pemerintah daerah. Pemerintah pusat menganggarkan dana pembangunan daerah sebesar Rp750 triliun. Angka ini lebih besar ketimbang anggaran kementerian.
"Berarti makin banyak dana proyek yang dilaksanakan daerah, maka potensi (korupsi) itu ada," kata Kalla saat wawancara khusus bersama Medcom.id dan Media Indonesia di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin, 15 Oktober 2018.
Kedua, tingginya biaya politik saat mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Seperti biaya untuk partai politik, kampanye, dan lainnya. "Akibat tingginya itu dan ada potensi maka terjadilah korupsi," tegas Kalla.
Kalla mengatakan Indonesia punya banyak lembaga yang bertugas mengawasi aparatur sipil negara dan kepala daerah. Di antaranya, Inspektorat Jenderal, BPKP, KPK, BPK, Polri, dan Kejaksaan Agung.
Baca: Representasi Korupsi Kepala Daerah
Tapi, pengawasan tak berjalan optimal karena luasnya wilayah Indonesia. Selain itu, jumlah aparatur sipil negara yang diawasi mencapai 4 juta orang. "Begitu luas jangkauan, biaya tinggi, sistem harus diperbaiki," jelas Kalla.
Kalla menilai perilaku korup berhubungan dengan mental dan kebutuhan seseorang. Individu yang menjalankan kehidupan sederhana tak akan korupsi.
"Kalau orangnya jujur dan banyak uang, tentu dia tidak mencuri. Tapi, karena mental ada hubungan dengan kebutuhan, kalau kebutuhan orang sederhana dia tidak butuh uang banyak, tapi kalau kebutuhannya tinggi rumahnya mewah," ujar Kalla.
Jakarta: Pemerintah terus berupaya memberantas korupsi di Tanah Air. Namun, mental kepala daerah yang korup membuat lembaga yang bertugas mengawasi aparatur sipil negara bekerja lebih ekstra.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan ada beberapa alasan yang membuat kepala daerah korupsi. Pertama, semakin tingginya anggaran pemerintah daerah. Pemerintah pusat menganggarkan dana pembangunan daerah sebesar Rp750 triliun. Angka ini lebih besar ketimbang anggaran kementerian.
"Berarti makin banyak dana proyek yang dilaksanakan daerah, maka potensi (korupsi) itu ada," kata Kalla saat wawancara khusus bersama
Medcom.id dan
Media Indonesia di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin, 15 Oktober 2018.
Kedua, tingginya biaya politik saat mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Seperti biaya untuk partai politik, kampanye, dan lainnya. "Akibat tingginya itu dan ada potensi maka terjadilah korupsi," tegas Kalla.
Kalla mengatakan Indonesia punya banyak lembaga yang bertugas mengawasi aparatur sipil negara dan kepala daerah. Di antaranya, Inspektorat Jenderal, BPKP, KPK, BPK, Polri, dan Kejaksaan Agung.
Baca: Representasi Korupsi Kepala Daerah
Tapi, pengawasan tak berjalan optimal karena luasnya wilayah Indonesia. Selain itu, jumlah aparatur sipil negara yang diawasi mencapai 4 juta orang. "Begitu luas jangkauan, biaya tinggi, sistem harus diperbaiki," jelas Kalla.
Kalla menilai perilaku korup berhubungan dengan mental dan kebutuhan seseorang. Individu yang menjalankan kehidupan sederhana tak akan korupsi.
"Kalau orangnya jujur dan banyak uang, tentu dia tidak mencuri. Tapi, karena mental ada hubungan dengan kebutuhan, kalau kebutuhan orang sederhana dia tidak butuh uang banyak, tapi kalau kebutuhannya tinggi rumahnya mewah," ujar Kalla.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(FZN)