Jakarta: Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset menjadi sorotan karena pembahasan belum dimulai. DPR dipastikan tidak menghalang-halangi pembahasan dan pengesahan bakal beleid yang diinginkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tersebut.
“Kalau soal itu (pengesahan RUU Perampasan Aset) kan kita gak ada perbedaan pendapat dengan Presiden. Kalau yang disampaikan Presiden itu memang sebuah keharusan,” kata anggota Komisi III DPR Arsul Sani di Jakarta, Rabu, 5 April 2023.
Wakil Ketua MPR itu menegaskan perdebatan yang terjadi selama ini bukan berarti DPR tidak mendukung pembahasan dan pengesahan RUU Perampasan Aset. Namun, yang menjadi persoalan adalah naskah akademik dan draf bakal beleid tersebut belum diterima lembaga legislatif.
Dia menjelaskan RUU Perampasan Aset berstatus inisiatif pemerintah. Sehingga, naskah akademik dan draf RUU Perampasan Aset dibuat oleh pemerintah.
“Yang kita berbeda pendapat itu kan seolah-olah DPR mau menghalangi tidak mau membahas, padahal naskahnya belum sampai di sini kan itu persoalannya,” ungkap dia.
Selain itu, Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu menegaskan pihaknya memiliki sikap yang sama dengan Jokowi terkait RUU Perampasan Aset. Bakal beleid itu harus menjadi prioritas untuk disahkan.
“Saya kira paling tidak jika bicara dalam konteks fraksi PPP kita ingin ada di depan yang memprioritaskan pembahasan ruu itu,” ujar dia.
Terpisah, pakar hukum tata negara Feri Amsari menilai RUU Perampasan Aset harus dibahas pemerintah bersama DPR. Sebab, dinilai sebagai kewajiban negara karena sudah menyepakati Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Pemberantasan Korupsi atau United Nations Convention against Corruption (UNCAC).
“Kita sudah meratifikasi UNCAC dengan UU Nomor 7 Tahun 2006. Di dalam UNCAC ada kewajiban melaksanakan inisiatif perambasan aset kejahatan korupsi (stollen asset recovery/STAR Initiative),” terang Feri.
Adapun RUU perambasan aset merupakan rangkaian UU yang berkaitan dengan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Tanpa kehadiran RUU Perampasan Aset, upaya memberantas kejahatan luar biasa seperti tipikor dan TPPU tidak akan berlangsung maksimal.
“RUU ini jauh lebih menakutkan bagi koruptor dan pelaku kejahatan luar biasa lainnya. Pelaku kejahatan tidak takut dipenjara tapi takut miskin,” ujar dia.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Jakarta:
Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset menjadi sorotan karena pembahasan belum dimulai.
DPR dipastikan tidak menghalang-halangi pembahasan dan pengesahan bakal beleid yang diinginkan Presiden Joko Widodo (
Jokowi) tersebut.
“Kalau soal itu (pengesahan RUU Perampasan Aset) kan kita
gak ada perbedaan pendapat dengan Presiden. Kalau yang disampaikan Presiden itu memang sebuah keharusan,” kata anggota
Komisi III DPR Arsul Sani di Jakarta, Rabu, 5 April 2023.
Wakil Ketua
MPR itu menegaskan perdebatan yang terjadi selama ini bukan berarti DPR tidak mendukung pembahasan dan pengesahan
RUU Perampasan Aset. Namun, yang menjadi persoalan adalah naskah akademik dan draf bakal beleid tersebut belum diterima lembaga legislatif.
Dia menjelaskan RUU Perampasan Aset berstatus inisiatif pemerintah. Sehingga, naskah akademik dan draf RUU Perampasan Aset dibuat oleh pemerintah.
“Yang kita berbeda pendapat itu kan seolah-olah DPR mau menghalangi tidak mau membahas, padahal naskahnya belum sampai di sini kan itu persoalannya,” ungkap dia.
Selain itu, Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Persatuan Pembangunan (
PPP) itu menegaskan pihaknya memiliki sikap yang sama dengan Jokowi terkait RUU Perampasan Aset. Bakal beleid itu harus menjadi prioritas untuk disahkan.
“Saya kira paling tidak jika bicara dalam konteks fraksi PPP kita ingin ada di depan yang memprioritaskan pembahasan ruu itu,” ujar dia.
Terpisah, pakar hukum tata negara Feri Amsari menilai RUU Perampasan Aset harus dibahas pemerintah bersama DPR. Sebab, dinilai sebagai kewajiban negara karena sudah menyepakati Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (
PBB) tentang Pemberantasan Korupsi atau
United Nations Convention against Corruption (UNCAC).
“Kita sudah meratifikasi UNCAC dengan UU Nomor 7 Tahun 2006. Di dalam UNCAC ada kewajiban melaksanakan inisiatif perambasan aset kejahatan korupsi (
stollen asset recovery/STAR Initiative),” terang Feri.
Adapun RUU perambasan aset merupakan rangkaian UU yang berkaitan dengan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor dan tindak pidana
pencucian uang (TPPU). Tanpa kehadiran RUU Perampasan Aset, upaya memberantas kejahatan luar biasa seperti tipikor dan TPPU tidak akan berlangsung maksimal.
“RUU ini jauh lebih menakutkan bagi koruptor dan pelaku kejahatan luar biasa lainnya. Pelaku kejahatan tidak takut dipenjara tapi takut miskin,” ujar dia.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABK)